Langit berubah menjadi biru tua, matahari telah selesai melaksanakan tugasnya, bulan dan ribuan bintang hadir untuk menggantikan sang surya menyinari dunia.
Di sebuah warung makan yang terletak di dekat trotoar, kini terlihat Akira, Alexia, sahabat-sahabatnya sedang duduk seraya menikmati nasi goreng pesanan mereka.
Akira mengetuk-ngetuk meja yang sedang dirinya tempati, memikirkan semua obrolan dengan sang kakek yang berlangsung tadi sore.
"Buka mulut lu, Dek," perintah Alexia, seraya mengulurkan sendok berisikan nasi goreng dan telur ke mulut Akira.
Akira hanya diam, indera pendengarannya seperti tidak menangkap kalimat yang diucapkan oleh sang kakak.
Alexia mengembuskan napas panjang saat menyadari sang adik sedang memikirkan sesuatu. Ia meletakkan sendok di atas piring, lalu menggenggam tangan kanan Akira yang masih terbalut perban.
"Lu lagi mikirin apa, Dek?" tanya Alexia, memberi elusan lembut pada punggung tangan Akira.
Merasakan elusan pada punggung tangan kanannya, membuat Akira sontak tersadar, kemudian menoleh, menatap ke arah sang kakak. "Kenapa, Kak?"
"Malah nanya kenapa. Lu lagi mikirin apa, Dek?" Alexia masih terus mengelus lembut punggung tangan kanan Akira.
"Gue gak mikirin apa-apa, kok, Kak," jawab Akira, seraya menggelengkan kepala.
Mendengar jawaban sang adik, membuat tatapan Alexia berubah menjadi menyelidik. "Jangan bohong sama gue, lu lagi mikirin apa?"
Akira tersenyum, mengelus puncak kepala Alexia menggunakan tangan kiri saat melihat tatapan menyelidik yang menurutnya sangat lucu milik sang kakak. "Kakak gue yang paling cantik, gue lagi gak mikirin apa-apa."
Alexia kembali mengembuskan napas panjang, mengambil sendok yang masih berisikan nasi goreng, lalu mengarahkannya ke mulut Akira.
"Ya, udah, kalo lu masih belum mau cerita. sini, makan lagi."
Akira mengangguk, membuka mulut, membiarkan sang kakak menyuapinya nasi goreng.
Melihat Akira yang sedang disuapi oleh Alexia, membuat Vino berhenti memakan nasi goreng. Cowok itu menoleh ke arah Viko, lalu menyenggol lengan sang kembaran seraya membuka mulut.
"Kenapa lu?" tanya Viko, mengerutkan kening, melihat Vino yang sedang menunjuk-nunjuk mulutnya sendiri.
Vino tidak menjawab pertanyaan Viko. Ia terus menunjuk-nunjuk mulutnya yang masih terbuka seraya memasang wajah imut ke arah sang kembaran.
"Lu kenapa, Bangsat?!" Viko menjitak kepala Vino dengan cukup keras.
"Anjing! Sakit!" teriak Vino, seraya memegangi kepala.
Viko kembali menikmati nasi goreng, mengabaikan Vino yang sedang menggerutu dengan tangan masih terus memegangi kepala.
Chika meminum es teh pesanannya, menggeleng-gelengkan kepala saat melihat tingkah dari Viko dan Vino. Ia menaruh gelas berisi es teh yang baru saja diminum di atas meja. "Lu kenapa, sih, Vin?"
Vino menunjuk Alexia yang masih terus menyuapi Akira. "Gue juga mau disuapin kayak Akira, tapi si Viko malah jitak kepala gue. Dia jahat banget, kan?"
Mendengar jawaban dari Vino, membuat Alexia, Chika, Gaby, dan Karin sontak tertawa. Bahkan, Gaby yang duduk tepat di samping kursi Vino telah memukul punggung cowok itu beberapa kali.
"Vin, Vin, aneh-aneh aja lu, ah," kata Chika, masih disertai dengan tawanya.
Vino memanyunkan bibir. "Emang gue salah, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...