Langit pada pagi ini sangat cerah, angin berhembus lebih kencang dari biasanya, membuat setiap makhluk hidup yang diterpanya merasakan kenikmatan tiada tara.
Di dalam kantin SMA Bima Sakti, kini terlihat Karin sedang duduk menunggu pesanan seraya menikmati hembusan angin yang masuk melewati jendela.
Mata Karin tertutup, bersenandung kecil untuk menghibur diri dari kesunyian yang melanda. Walaupun, kantin saat ini sedang dipenuhi oleh suara bising dari para siswa-siswi. Namun, bagi Karin, itu bukanlah hal yang dapat membuat dirinya menjadi tidak merasakan kesepian.
“Sendirian aja, Kak?”
Karin membuka mata, mendengar suara Gaby yang bertanya kepadanya. Ia melihat ke arah gadis itu, tersenyum manis saat menangkap wajah Chika dan Gaby yang sudah duduk di hadapannya.
“Iya, nih, temenin, dong,” jawab Karin, dengan centil seraya menopangkan dagu.
Mulut Chika dan Gaby sontak terbuka, bulu kuduk mereka seketika berdiri, jawaban dari Karin benar-benar membuat kedua gadis itu menjadi ketakutan.
Gaby dengan segera bangun dari tempat duduk, berjalan menghampiri Karin dan mengecek suhu badan gadis itu. “Kak, ini beneran lu, kan? Lu lagi sakit, kah? Atau apa?”
Karin menggelengkan kepala, wajahnya ia buat seimut mungkin, lalu bergerak memeluk tubuh Gaby. “Nggak, kok, gue baik-baik aja. Jadi, temenin gue, ya?”
Tubuh Gaby seketika merinding saat melihat raut wajah Karin yang sangat membuat dirinya menjadi ketakutan. Ia dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan pelukan sang kakak kelas. Namun, usahanya gagal, tenaganya telah turun secara drastis akibat rasa takut yang melanda.
“Huwa! Tolong gue, Chik! Siapa pun tolong gue! Huwa! Kak Karin nakutin! Tolongin gue!” jerit Gaby, melihat ke sekeliling untuk meminta bantuan.
Chika mengabaikan permintaan tolong dari Gaby, ia sibuk tertawa karena melihat ekspresi dari wajah sang sahabat. Menurut Chika, raut wajah Gaby benar-benar sangat lucu, apalagi saat gadis itu menatap ngeri ke arah Karin, itu benar-benar harus diabadikan dan dipajang dalam monumen sejarah team Akira.
Karin sendiri sebenarnya sudah tidak kuat untuk menahan tawa saat melihat raut wajah Gaby. Namun, menurut Karin ini belum cukup, ia masih ingin terus mengerjai gadis pecinta es krim rasa stroberi itu.
Gaby terus menjerit, membuat para siswa-siswi yang berada di kantin sontak menoleh ke arahnya, menatap heran, datar, dan sinis.
Karin melepaskan pelukan pada tubuh Gaby saat pesanan yang sedari tadi ia tunggu datang. Ia menjauhkan tubuh dari gadis itu, membantu Chika dan seorang perempuan paruh baya meletakkan piring berisi makanan di atas meja.
Saat pelukan Karin terlepas, Gaby dengan cepat bangun dari tempat duduk, berlari dan bersembunyi di belakang tubuh Chika dengan terus menatap Karin penuh waspada.
Karin mengucapkan terima kasih sebelum perempuan paruh baya itu kembali ke salah satu stan makanan. Ia kemudian melihat ke arah Gaby, menopangkan dagu, dan menunjukkan senyum centilnya ke gadis itu.
Gaby menelan air liur susah payah, memeluk erat tubuh Chika, dan menyembunyikan hampir seluruh wajahnya di pundak sang sahabat.
“By, lu kenapa, sih? Gue mau makan, nih, lepasin,” tanya Chika, merasa pelukan Gaby mengganggu aktivitas yang akan dirinya lakukan.
“Kak Karin, tuh, liatin, serem banget,” jawab Gaby, menatap ngeri ke arah Karin.
Karin sontak tertawa. Mendengar jawaban, nada bicara, serta melihat ekspresi wajah Gaby membuat ia benar-benar sudah tidak dapat menahan tawa yang sedari tadi dirinya tahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...