Waktu menunjukkan pukul 13.30. Langit yang tadinya menangis kini telah berubah menjadi cerah, awan hitam sudah menghilang entah ke mana, matahari hadir untuk menyinari dunia dengan cahayanya.
Di dalam sebuah gedung tua, kini terlihat Akira, Hiro, Viko, dan Vino sedang mengendap-endap seraya melihat ke sekeliling ruangan, mencari para anggota dari geng motor terakhir yang sedang mereka cari.
Keempat remaja itu telah sampai di ruangan tengah gedung. Namun, mereka belum juga menemukan sebuah tanda-tanda kehidupan dari para penghuni tempat itu.
Akira dan ketiga sahabatnya melihat lima jalan yang tersambung dengan ruangan tengah. Mereka berempat kemudian berunding, memutuskan untuk berpencar guna mempersingkat waktu.
Sekitar lima belas menit berlalu sejak Akira, Hiro, Viko, dan Vino berpencar. Mereka telah memeriksa semua ruangan dari jalan masing-masing, tetapi hasilnya tetap nihil. Keadaan gedung tua itu seakan sudah tidak lagi berpenghuni.
Akira dan yang lainnya memutuskan kembali berkumpul di titik awal, menyusun rencana baru untuk menemukan keberadaan geng motor itu.
“Kosong, Ra, ini gedung kayaknya emang udah gak dihuni,” ujar Vino.
“Nggak, Vin, ini gedung masih dihuni. Coba lu liat itu di meja, masih ada beberapa snack yang keadaannya masih bagus,” sanggah Hiro, menunjuk meja yang dirinya maksud.
Akira mengikuti arah tunjuk Hiro. Dan benar saja, ia menemukan beberapa snack serta kaleng minuman yang masih dalam keadaan tersegel.
Akira berpikir, melebarkan mata saat menyadari sesuatu.
“Kita ketahuan.”
Tepat setelah Akira mengucapkan itu, terdengar suara tepukan tangan dari arah jalan masuk gedung, membuat Akira refleks langsung menoleh.
Dari tempatnya berdiri, Akira dapat melihat Bara sedang berjalan mendekat dengan diikuti oleh para anggota Strano dan anggota geng motor incarannya.
“Akira, Akira, Akira, selamat datang di wilayah Strano,” kata Bara, menghentikan langkah kaki, menunjukkan sebuah senyuman penuh arti ke arah Akira.
Akira mengepalkan tangan, melihat wajah Bara membuat hawa amarah seketika menguasai tubuhnya. Ia memasang kuda-kuda, bersiap menerjang tubuh musuh bebuyutannya itu. Namun, usaha Akira gagal, Viko dan Vino dengan cepat mencegah dirinya.
“Sabar, Ra, tenangin diri lu, kita bisa mati konyol kalo sampai salah ambil langkah,” ujar Viko, memegang bahu kanan Akira seraya menatap tajam ke arah Bara.
Akira memberontak, berusaha melepaskan tangan Viko dan Vino dari tubuhnya. “Lepasin gue, Vik, Vin.”
“Ra, kendaliin emosi lu, lu bisa mati kalo masih maksa menghadapi mereka.” Viko semakin memperkuat genggaman tangannya pada bahu Akira.
Senyuman Bara berubah menjadi tawa saat melihat Akira yang tersulut oleh hawa amarah. “Akira, Akira, ternyata sifat buruk lu itu masih ada sampai sekarang. Gak heran lu sama temen-temen lu gampang banget buat dijebak.”
“Bara!” teriak Akira, masih terus berusaha melepaskan diri dari Viko dan Vino.
Bara berhenti tertawa, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana, lalu berjalan menuju salah satu sofa yang berada di belakang tubuh Akira.
Hiro yang melihat Bara melewatinya tidak tinggal diam, ia memiting leher cowok itu dan berusaha menjatuhkannya. Akan tetapi, usaha Hiro gagal, Bara dengan mudah melepaskan pitingan itu, dan membanting tubuh Hiro ke lantai dengan sangat keras.
Bara kembali berjalan, menginjak perut Hiro yang sedang mengerang kesakitan, mendudukkan tubuhnya di salah satu sofa, dan menaruh kedua kaki di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...