Samsak Tinju

11 7 30
                                    

Garry, Revan, Septi, dan beberapa remaja lainnya sontak menatap ke arah Akira. Mata mereka melebar sempurna, tetapi itu tidak berselang lama. Efek minuman beralkohol membuat pikiran remaja-remaja itu menjadi lebih tenang, dan kembali melanjutkan aktivitas minum mereka.

Garry bangkit dari atas sofa, berjalan gontai mendekati Akira dengan membawa gelas berisikan minuman beralkohol. “Ah, Akira, gimana keadaan si lacur? Dia baik-baik aja, kan. Lu tau gak, kalo Rere itu bekas gue, gue udah pernah nyentuh—”

Sebelum Garry menyelesaikan perkataannya, Akira dengan cepat melayangkan pukulan keras ke wajah cowok itu, membuat Garry sontak mundur beberapa langkah, dan terjatuh di atas lantai.

Akira berjalan mendekat, berjongkok, dan menjambak rambut Garry dengan sangat kuat. Ia membenturkan kepala cowok itu ke lantai, hingga menimbulkan darah yang bercucuran. Masih belum puas, Akira menyeret tubuh Garry, berjalan mengambil satu botol kaca berisikan alkohol dari atas meja, lalu memukul kepala Garry dengan botol kaca itu.

Akira melihat Garry, cowok itu sudah dalam keadaan berantakan, baju, dan tubuh telah dipenuhi oleh darah. Akira menghela napas panjang, menarik kerah baju Garry, kemudian membanting tubuh cowok itu dengan sangat kuat, sampai akhirnya tidak sadarkan diri.

“Sisanya kalian yang urus,” kata Akira, menatap Hiro, Viko, dan Vino yang masih diam di ambang pintu ruangan.

Alright.” Viko membunyikan tulang-tulang leher, mengangkat tangan kanannya ke udara. “SALAM OLAHRAGA!”

Setelah meneriakkan salam, Viko, Vino, dan Hiro dengan cepat menghampiri para remaja yang masih asyik berpesta itu, membalas perbuatan yang telah mereka lakukan terhadap Alexia jauh lebih menyakitkan. 

Hiro, Viko, dan Vino tidak pandang bulu, walaupun itu kepada seorang perempuan, jika telah berani menyakiti orang yang mereka anggap keluarga, maka dia harus rela mendapatkan rasa sakit berkali-kali lipat.

Suara erangan, pukulan, bantingan, dan pecahan terdengar memenuhi ruangan, membuat Angkasa yang sedari tadi berdiri seraya melindungi Zee menjadi sangat panik. Ia tidak pernah menyangka, akan melihat kemurkaan dari team Akira pada malam ini.

Akira memakan satu buah permen karet, menatap datar ke arah tiga temannya yang sedang terlihat asyik dengan mainan olahraga baru. Ia memasukkan tangan ke dalam saku celana, berjalan mendekati Angkasa yang masih terus melindungi Zee.

“Lu juga bagian dari mereka?” tanya Akira, melihat Zee meracau tidak jelas di belakang tubuh Angkasa.

Angkasa dengan cepat menggelengkan kepala seraya menahan tubuh Zee yang sudah tidak kuat untuk berdiri. “gue bukan anggota mereka.”

Akira tersenyum kecut, melangkahkan satu kaki ke depan dan berlari menerjang Angkasa. Ia menyerang Angkasa secara membabi-buta. Namun, Angkasa dapat menghindari dan menangkisnya, walaupun dengan banyak tenaga yang harus dikeluarkan.

“Jawab jujur, lu anggota mereka?” 

Angkasa menahan tangan kanan Akira yang hampir mengenai wajahnya. “Gue bukan anggota mereka.”

“Pembohong! Bangsat!”

Akira menendang perut Angkasa, membuat cowok itu sontak mundur beberapa langkah seraya memegangi perutnya.

“Jaket lu … jaket itu yang udah bikin kakak gue sampai menderita.” 

Akira membuang permen karet, rahangnya mengeras, kembali menerjang tubuh Angkasa, dan menyerangnya dengan membabi-buta.

Angkasa masih terus bertahan, menangkis dan menghindari semua serangan Akira sambil mencari kesempatan untuk membalas, tetapi tenaga Angkasa terlebih dahulu habis, kegalauan yang melanda membuat tenaganya sangat cepat terkuras.

Rivalry Or RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang