Satu minggu telah berlalu sejak Akira mengajak Rere pergi ke danau. Hari ini, langit tampak begitu indah, warna jingga menghiasi sang angkasa menggantikan warna biru yang telah berlalu. Lampu-lampu pada jalanan sudah mulai menyala, membuat keindahan semakin sempurna.
Alexia melajukan motor sport miliknya, melewati jalanan yang lumayan sepi seraya menikmati keindahan dunia. Ia baru saja selesai mengunjungi makam ketiga orang tuanya bersama dengan Akira. Namun, karena sang adik mendapatkan panggilan dari sang kakek, mereka berdua memutuskan untuk berpisah jalan.
Alexia bersenandung kecil, menghibur diri dari kesunyian yang melanda. Gadis itu mulai mengingat masa lalu, masa di mana keluarganya masih sempurna.
Alexia tersenyum ketika semua momen bahagia tentang keluarga terlintas di kepala. Ia merindukan momen-momen tersebut, tetapi apa daya, dirinya sudah kehilangan ketiga orang tua yang ia sayangi.
"Cewek, sendirian aja, nih?"
Alexia menoleh ke arah beberapa pengendara motor yang sudah mengapitnya. Ia memutar bola mata malas, dan dengan segera menambah kecepatan agar terbebas dari gerombolan cowok itu. Namun, ternyata itu tidaklah mudah, gerombolan cowok itu kembali berhasil mengejar dirinya, membuatnya menjadi begitu sangat marah.
Alexia kembali menambah kecepatan motor, kecepatan yang biasa ia pakai untuk latihan balapan dengan Akira. Bibir Alexia mengukir senyum, melihat gerombolan cowok itu kelihatan kesusahan untuk mengejarnya.
Alexia kembali melihat ke arah depan. Kedua mata gadis itu sontak melebar sempurna saat melihat sebuah bus melintas tepat di depannya.
Alexia refleks menginjak penuh rem belakang, berusaha menghentikan motor yang masih melaju. Namun, usaha itu sia-sia, mustahil baginya untuk bisa menghentikan motor dengan kecepatan yang begitu tinggi seperti saat ini.
Motor Alexia menabrak bagian belakang bus, menghasilkan suara bising yang membuat orang-orang di sekitar sontak menoleh.
Tubuh Alexia terpental cukup jauh dari motor, beberapa kali terguling-guling di atas jalan aspal. Ia mengerang kesakitan, saat tubuhnya telah berhenti berguling dengan posisi tengkurap.
Perlahan-lahan tangan kanan Alexia yang sudah sangat lemas dan bergetar bergerak memegang sebuah bandul kalung di bagian leher, sebelum akhirnya mata gadis itu mulai kehilangan kesadaran.
•••
Waktu kini menunjukkan pukul 20.00. langit berubah menjadi sangat gelap, suara guntur dan kilatan petir telah menghiasi angkasa, butiran air mulai turun untuk membasahi dunia.
Di dalam sebuah rumah sakit, terlihat Akira sedang berlari menyusuri koridor, mencari ruangan tempat sang kakak berada.
Akira menambah kecepatan lari saat melihat beberapa orang yang sangat ia kenal sedang duduk di kursi tunggu depan salah satu ruangan.
"Kakek, gimana keadaan kak Cia?" tanya Akira, kepada Kakek Abraham yang sedang menatap lurus ke arah ruangan depan.
Kakek Abraham menoleh, menatap Akira dan menggelengkan kepala. "Kakek belum tau, kakak kamu masih diperiksa sama dokter."
Napas Akira memburu, kedua tangan telah mengepal, menatap ke arah ruangan tempat sang kakak berada. Ia berkali-kali menyalahkan dirinya atas kejadian yang telah menimpa sang kakak saat ini.
Mendengar Akira yang terus menyalahkan diri sendiri, membuat nenek bangun dari tempat duduk, berjalan mendekat dan memeluk tubuh cucu laki-lakinya itu. "Tenangin diri kamu, Akira. Kamu gak salah, Cia kecelakaan bukan karena kesalahan kamu."
"Tapi, ini kesalahan Akira, Nek. Andai Akira tadi ngajak kak Cia, andai tadi Akira bareng sama kak Cia, pasti kak Cia gak akan kayak gini. Ini semua salah Akira, Nek." Akira membalas pelukan nenek, tubuhnya bergetar saat mengatakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...