Waktu menunjukkan pukul 15.00. Bel pertanda pulang sekolah SMA BIMA SAKTI telah berbunyi, membuat semua siswa-siswi berbondong-bondong keluar dari dalam kelas mereka masing-masing.
Di koridor gedung kelas XII, kini terlihat Karin sedang berjalan seraya memegangi kedua tali tasnya. Ia melamun, memikirkan keadaan sang ayah yang sedari tadi malam belum juga memberi kabar.
Lamunan Karin seketika pudar, ia kembali tertarik ke dunia nyata saat merasakan tangan seseorang sedang merangkul pundaknya. Ia sontak menoleh, melihat ke arah orang yang telah berani melakukan hal itu kepada dirinya.
“Akira,” gumam Karin.
“Lagi mikirin apaan?” tanya Akira, menatap lurus koridor yang sangat ramai, menuntun tubuh Karin agar tidak menabrak siswa-siswi yang ada di sana.
Karin menggelengkan kepala, melipat kedua tangan di dada, membiarkan Akira membawa tubuhnya keluar dari koridor ini. “Gue gak mikirin apa-apa, kok.”
“Kalau ada masalah cerita.” Akira menahan tubuh seorang cowok yang sedang berjalan mundur ke arah Karin. “Hati-hati, Bro.”
Cowok itu menoleh, mengangguk, lalu meminta maaf kepada Akira dan Karin sebelum akhirnya pergi dari tempat itu.
Akira menatap wajah Karin yang terlihat sedikit terkejut. “Lu gak papa, kan ,Kar?”
Karin dengan cepat mengangguk. “Iya, gue gak papa, kok. Oh, iya, Ra, anak-anak yang lain di mana?”
Akira kembali berjalan menyusuri koridor dengan Karin yang masih berada di dalam rangkulannya. “Tadi, sih, di kantin, tapi kayaknya sekarang mereka udah ke parkiran.”
Setelah percakapan itu, tidak ada lagi sepatah kata yang keluar dari mulut Akira dan Karin. Mereka berdua sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Akira berfokus mencari jalan keluar di tengah-tengah padatnya siswa-siswi yang berada pada koridor, sedangkan Karin, ia kembali tenggelam dalam lamunan kala memikirkan keadaan sang ayah saat ini.
Akira mengeratkan rangkulan pada bahu Karin, tatapannya berubah menjadi sangat tajam, melihat beberapa orang pria yang kemarin mengejar sang sahabat sedang berada di depan pintu masuk sekolah.
“Kenapa, Ra?” tanya Karin, menyadari rangkulan Akira menjadi sangat kuat.”
“Itu orang-orang yang ngejar lu kemarin,” ujar Akira, masih terus menatap tajam ke beberapa pria dewasa itu.
Karin mengikuti arah pandang Akira, dan benar saja, di depan sana telah berdiri beberapa orang pria dewasa dengan setelah jas hitam mereka. “Mereka kenapa ke sini?”
“Kemungkinan besar, mereka nyariin lu.” Akira melirik sekali ke arah Karin, melihat raut wajah milik sang sahabat. “Gak usah takut. Ayo, jalan, ada gue di sini.”
Karin mengangguk, walaupun dirinya sedikit merasakan takut. Akan tetapi, ia berusaha menghilangkan rasa takut itu, selama masih ada Akira, dirinya merasa jauh lebih aman.
Akira dan Karin kembali berjalan, melewati para pria yang sedang berdiri itu. Namun, baru saja mereka berjalan beberapa langkah, para pria itu dengan cepat menghadang jalan mereka.
“Ada apa?” tanya Akira, menatap salah satu pria yang tangan kanannya menggunakan arm sling. “Lah, patah, padahal kemarin cuma pelan.”
Pria itu sontak mencengkram kerah baju Akira. “Bangsat! Gara-gara lu tangan gue kayak gini! Gue bersumpah bakal bikin perhitungan ke lu.”
Akira tersenyum tipis. “Caranya? Sekarang aja tangan lu satunya gak bisa gerak.”
Rahang pria itu mengeras. Ia melepaskan cengkramannya, mengayunkan tangan untuk memberikan pukulan ke wajah putih milik Akira. Namun, usaha pria itu gagal, lantaran salah satu temannya dengan cepat menahan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...