Bantuan dari bunda

90 44 39
                                    

Matahari yang sedari tadi menyinari dunia telah tertidur, bulan dan ribuan bintang hadir untuk menggantikan sang surya menjalankan tugasnya. Di dalam sebuah kamar yang didominasi oleh perpaduan warna abu-abu dan putih, kini terlihat Rere sedang duduk di meja belajar dengan beberapa buku tebal yang menemaninya.

Rere membuka satu per satu buku tebal itu, membaca, mencari jawaban dari soal-soal yang telah diberikan oleh gurunya. Ia dengan telaten menulis jawaban yang telah didapatkan, tidak lupa juga memberikan tanda di setiap halaman yang menurutnya akan sangat diperlukan nanti.

Melihat semua soal telah selesai dikerjakan, membuat Rere tersenyum sangat puas. Ia menutup semua buku miliknya, mengambil handphone yang sedang ter-charging di samping meja belajar.

Hal pertama yang dilakukan Rere setelah membuka handphone adalah membalas semua pesan dari sang pacar, sesekali tersenyum geli saat membaca beberapa kata-kata yang menurutnya itu sangat gombal.

Rere menghentikan senyuman, mendengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang dari luar.

"Non, makan malam udah siap, turun dulu, yuk."

"Iya, Bi. Sebentar lagi Rere turun," kata Rere, ke orang yang telah mengetuk pintu kamarnya.

"Ya, udah, Bibi balik ke dapur dulu, ya, Non," pamit Bibi, sebelum pergi meninggalkan kamar Rere.

"Iya, Bi."

Rere merapikan semua buka miliknya. Setelah semua buku itu tersusun dengan rapi, ia kembali membuka handphone, mengirimkan sebuah pesan kepada sang pacar, dan tidak lupa membuka kolom chat dengan Akira untuk mengecek pesan-pesan yang telah dirinya kirimkan kepada cowok itu.

Helaan napas panjang terdengar saat Rere melihat semua pesan yang telah dirinya kirimkan kepada Akira belum juga dibaca. Ia kembali mengetik sebuah pesan, lalu mengirimkannya sebelum turun untuk melaksanakan makan malam.

Rere menuruni satu per satu anak tangga, melihat sang ayah yang sedang duduk di kursi meja makan, tersenyum simpul, mendekati meja makan, dan mendudukkan tubuhnya di hadapan sang ayah.

"Selamat malam, Ayah Arya yang paling ganteng," sapa Rere.

Mendengar sapaan dari sang anak, membuat Arya yang sedang fokus ke dalam layar handphone sontak mengangkat kepala, dan tersenyum. "Eh, malam juga, Sayang."

"Ayah belum makan?" tanya Rere, melihat semua piring masih tersusun dengan rapi.

"Belum, Sayang. Ayah lagi nungguin bunda kamu, kamu kalo udah laper makan aja duluan," kata Ayah, dengan mata kembali melihat ke dalam layar handphone.

Rere melihat ke sekeliling, mencari keberadaan sang bunda yang sedari tadi belum ia lihat. "Bunda emang ke mana, Yah?"

"Bunda lagi di kamar, dia tadi katanya mau nelpon Akira."

"Akira udah bisa dihubungi, Yah?" tanya Rere, kedua matanya sontak melebar.

"Bisa, kan, itu buktinya bunda kamu belum ke sini."

Setelah Arya mengatakan itu, terlihat seorang perempuan paruh baya yang baru saja keluar dari dalam kamar, dan berjalan menuju meja makan. Perempuan paruh itu mengelus puncak kepala Rere, lalu mendudukkan tubuh di samping Arya.

"Lagi ngobrolin apa, nih?" tanya perempuan paruh baya itu, seraya menatap Rere dan Arya secara bergantian.

Arya menutup handphone miliknya, menatap ke arah perempuan paruh baya itu. "ini, Bun. Rere tadi nanyain apa Akira udah bisa dihubungi?"

Bunda mengambil piring yang tersusun rapi di atas meja untuk ia berikan kepada Rere dan sang suami. "Akira bisa dihubungi, kok, Sayang, emang kenapa?"

Rere menggelengkan kepala, menerima piring pemberian sang bunda dan mengisinya dengan makanan yang ada di atas meja. "Gak papa, kok, Bunda. Nanti aja Rere ceritain kalo udah selesai makan."

Rivalry Or RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang