Pada siang ini, langit terlihat begitu teduh, awan menyelimuti matahari yang bersinar di atas sana, menyebabkan cahaya sang surya tertutupi olehnya.
Angin bertiup begitu kencang, membuat pohon-pohon rindang bergoyang, daun-daun mulai berguguran, dan ikut berterbangan di sepanjang jalan.
Sebuah mobil melaju dengan kecepatan cukup kencang, melewati pohon-pohon yang masih sibuk bergoyang. Di dalam mobil itu, terlihat Akira dan Rere sedang mengobrol seraya menikmati pemandangan yang tersaji di luar sana.
“Akira, ini kita mau ke mana? Ini bukan jalan pulang ke rumah, kan?” tanya Rere, matanya berbinar, menatap indahnya pohon-pohon rindang tersebut.
Akira melirik sekilas ke arah Rere, tersenyum tipis saat melihat raut bahagia terpampang di wajah gadis itu. “Bukan, ini bukan jalan pulang ke rumah.”
“Terus, ini kita mau ke mana? Aku belum pernah ngeliat jalanan ini.” Rere mengalihkan pandangan, menatap Akira yang sudah kembali fokus dengan jalanan di depan.
Akira mengelus puncak kepala Rere. “Rahasia.”
“Kok, gitu? Kasih tau, ih, aku penasaran.” Rere memegang tangan Akira yang sedang berada di kepalanya.
“Rahasia, Rere,” jawab Akira singkat.
Rere memanyunkan bibir, mengalihkan pandangan ke arah luar melalui jendela mobil, menikmati kembali pemandangan yang tersaji, untuk menghilangkan rasa penasarannya yang semakin tinggi.
Akira tersenyum saat melihat raut wajah Rere, lalu kembali memfokuskan diri pada jalanan di depan.
Akira menepikan mobil saat melihat sebuah rumah tua. Di samping rumah itu, terdapat sebuah gang kecil dengan lumut dan rumput-rumput liar yang menghiasinya.
“Udah sampai, Re,” kata Akira, melihat ke arah rumah tua itu.
Rere mengamati sekeliling, tubuh gadis itu sedikit terkejut saat melihat ke arah satu-satunya rumah yang berada di sana. “Akira, ini tempat apa? Sepi banget, kamu yakin di sini aman?”
“Aman, Rere. Udah, yuk, turun.” Akira mematikan mesin, melepas seatbelt pada tubuhnya dan keluar dari dalam mobil.
Setelah berada di luar, Akira mengerutkan kening, tidak melihat tanda-tanda keberadaan Rere. Ia menoleh, melihat ke dalam mobil, mengembuskan napas panjang saat mendapati sang sahabat belum juga turun.
Akira memutari mobil, membukakan pintu untuk Rere keluar.
“Mau sampai kapan di dalam mobil terus? Ayo, turun,” tanya Akira, melepaskan seatbelt pada tubuh Rere.
Mendengar perkataan Akira, Rere perlahan-lahan mulai turun dari dalam mobil, kembali mengamati area sekeliling rumah yang terlihat berbanding terbalik dengan pemandangan di sepanjang jalan tadi.
“Akira, serem, kita mau ngapain di sini?”
Akira menggandeng tangan Rere, membawa gadis itu menuju ke dalam gang kecil. “Gue mau bikin anak sama lu.”
Rere sontak menghentikan langkah kaki, wajahnya sudah berubah menjadi sangat pucat, dan berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan gandengan tangan Akira.
“Akira, lepasin.”
Akira menoleh ke arah Rere, menatap lekat gadis itu. Ia berjalan mendekat, berbisik di telinga sang sahabat. “Aku mau kamu, Rere.”
Seluruh tubuh Rere bergetar seketika, kedua kakinya sudah tidak kuat untuk berdiri, perkataan Akira benar-benar membuat dirinya terkejut. Bahkan, ia sempat berpikir, apakah cowok yang sedang bersamanya ini adalah Akira? Tetapi, kenapa sang sahabat justru ingin merusak dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...