Gadis Cantik

100 70 48
                                    

Waktu telah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Alexia melajukan motor memasuki area parkiran SMA Bima Sakti. Suara yang timbul dari motor miliknya membuat seluruh siswa-siswi yang sedang berada di parkiran sontak mengalihkan pandangan ke arahnya.

Alexia berhenti dan memarkirkan motornya di samping lima motor sport yang sudah berada di parkiran. Ia mencabut kunci, lalu melepaskan helm yang sedang dirinya pakai.

"Pagi, Ci," sapa Chika, melihat Alexia yang baru saja memarkirkan motor di samping motornya.

Alexia menguncir rambut seperti ekor kuda. "Pagi juga, Chik."

Vino mengalihkan pandangan ke arah gerbang sekolah, mencari keberadaan Akira yang tidak ikut datang bersama Alexia. "Akira mana, Ci?"

"Lah, iya, Akira kemana, Ci?" sambung Viko, yang merupakan kembaran dari Vino.

Alexia mengambil beberapa permen karet dari dalam saku jaket, lalu memberikannya kepada ketiga temannya. "Akira sakit. Jadi, hari ini libur dulu."

Chika mengambil permen karet pemberian Alexia, dan membagikannya kepada Viko dan Vino. "Gara-gara kehujanan tadi malam, Ci?"

"Iya, kayaknya. Oh, iya, ini Gaby sama Hiro ke mana?" tanya Alexia, sembari melihat ke arah dua motor sport yang sudah ditinggalkan oleh pemiliknya.

Viko memasukkan permen karet yang sudah ia buka ke dalam mulut. "Biasalah, Ci, ada piket mereka."

Alexia mengangguk paham, memasukkan kunci motor ke dalam saku jaket. "Hmm ... Gitu. Ya, udah, masuk, yuk. Bentar lagi bel masuk bunyi."

Alexia turun dari atas motor, berjalan menuju kelas diikuti oleh Chika, Viko, dan Vino yang berjalan di sampingnya.

•••

Bel pertanda istirahat telah berbunyi. Di dalam kantin utama SMA Bima Sakti, kini terlihat enam orang siswa-siswi yang sedang menikmati makanan mereka dengan disertai obrolan ringan.

"Guys, coba lihat ini," kata Viko, menyerahkan handphone miliknya kepada kelima temannya.

Gaby mengerutkan kening, seraya mengambil handphone milik Viko. "Ada apa, Vik?"

"Coba kalian liat dan baca isi artikel berita yang ada di handphone gue," jawab Viko, memasukkan sesuap nasi uduk ke dalam mulut.

Gaby mengangguk, menaruh handphone milik Viko di tengah-tengah meja, agar Alexia dan Chika yang duduk di satu kursi dengannya juga dapat ikut membaca.

"Berita orang meninggal? Emang kenapa, Vik?" tanya Alexia, saat sudah selesai membaca artikel di dalam handphone milik Viko.

Viko mengambil kerupuk dari dalam toples. "itu anggota Strano yang tadi malam duel sama gue, Ci."

Mendengar jawaban dari Viko, membuat Alexia, Chika, dan Gaby sontak melebarkan mata.

"Yang bener lu, Vik?" tanya Chika tidak percaya.

Viko mengangguk, mengambil dan meminum es jeruk miliknya. "Iya, Chik."

Gaby menaruh handphone milik Viko di atas meja. "Kenapa dia bisa meninggal, ya? Padahal baru tadi malam bentrok sama kita."

"Gue gak tau, tapi kemungkinan besar ada sangkut pautnya sama kejadian Bara ditangkap sama polisi." Alexia membuka handphone, membalas sebuah pesan yang baru saja dirinya terima dari seseorang.

Chika membuka roti cokelat yang telah dia beli. "Kenapa lu bisa nyimpulin gitu, Ci?"

Alexia mengangkat kedua bahu, tangan kanannya masih sibuk mengetikkan sesuatu di dalam layar handphone. "Gak tau. Feeling gue bilang gitu."

Gaby menopangkan dagu, melihat ke arah pintu keluar kantin yang sudah dipenuhi oleh para siswa-siswi. "Jadi, kalo gitu, kemungkinan masih ada anggota Strano lain yang bernasib sama kayak orang di artikel itu, ya, Ci?"

Alexia hanya mengangguk sebagai jawaban, menaruh handphone miliknya ke dalam saku seragam, lalu mengambil, dan membuka botol air mineral untuk dirinya minum.

"Ci, By, Chik, Vik, Vin, gue nemuin artikel baru yang bahas tentang orang meninggal tadi malam, dan totalnya ada tiga puluh orang lebih yang udah ditemuin sama pihak kepolisian," kata Hiro, yang sedari tadi hanya diam mendengarkan teman-temannya.

Alexia sontak melebarkan mata saat mendengar perkataan dari Hiro. Ia dan yang lain dibuat berpikir dengan sangat keras tentang kematian anggota-anggota Strano dalam kurun waktu hanya satu malam.

•••

Pagi telah berubah menjadi siang. Matahari yang tadinya berada di timur, sudah beranjak menuju ke arah barat. Di dalam sebuah kamar yang dipenuhi oleh berbagai macam mainan, kini terlihat Akira sedang duduk bersandar pada headboard kasur.

Akira menguap, seraya menggosok-gosok mata. Ia lalu mengambil jam digital di atas meja untuk melihat sudah berapa lama dirinya tertidur.

"Jam dua, berarti gue udah tidur lima jam lebih," gumam Akira, menaruh kembali jam digital itu ke tempat asalnya.

Akira menghela napas, benar-benar merasa bosan seharian penuh berada di dalam kamar. Ia memperhatikan sekeliling kamar, berusaha mencari satu permainan yang mungkin bisa menghilangkan rasa bosannya.

Pandangan Akira berhenti di meja komputer miliknya. Ia berpikir, mungkin rasa bosannya akan menghilang apabila memainkan beberapa permainan yang berada di dalam komputer.

Akira dengan cepat bangun dari tempat tidur, berjalan mendekati meja komputer miliknya. Namun, baru dua langkah berjalan, ia harus terjatuh di atas lantai, karena badannya semakin bertambah lemas.

Akira mengeram, benar-benar tidak paham dengan sistem kerja tubuhnya. Padahal pusing di bagian kepala yang dirinya rasakan tadi pagi sudah pergi menghilang, tetapi tubuhnya malah bertambah semakin lemas dan bukannya semakin membaik.

Akira berusaha kembali menaiki kasur dengan sisa-sisa tenaganya. Ia berpegangan pada meja di samping kasur untuk kembali berdiri. Akan tetapi, usahanya itu gagal, tenaga yang ia miliki benar-benar tidak cukup untuk melakukan hal itu.

Akira tersenyum miris, baru kali ini merasakan semua tenaganya benar-benar terkuras dengan habis, bahkan dirinya tidak bisa melakukan apa-apa.

Akira kembali menghela napas, bersandar pada meja tempat dirinya berpegangan tadi. "Handphone gue ada di atas meja PC lagi."

Akira memejamkan mata, berharap seseorang memasuki kamar agar dapat membantunya.

Saat Akira sedang memejamkan mata, terlihat seorang gadis baru saja memasuki kamar. Gadis itu terkejut bukan main, melihat Akira terduduk lemas di atas lantai dengan mata yang tertutup.

"Akira!" jerit gadis itu, seraya berlari mendekati Akira.

Mendengar suara gadis itu, membuat Akira perlahan-lahan mulai membuka mata. Pandangan pertama yang dirinya lihat, adalah seorang gadis cantik berambut hitam sebahu sedang menatap khawatir ke arahnya.

Akira tersenyum simpul saat melihat wajah gadis itu.

"Akira, kamu gak kenapa-kenapa, kan? Ada yang sakit gak? Sini, bilang ke aku mana yang sakit, biar aku pijitin," cecar gadis itu, memegang kepala sampai kaki Akira secara bergantian.

Akira menggelengkan kepala, masih dengan senyum simpul di wajahnya. "Gue gak papa, tadi cuma jatuh dikit doang gara-gara badan gue masih lemes."

"Astaga. Akira, kalo masih lemes jangan banyak gerak dulu, sini aku bantu buat naik ke kasur."

Akira mengangguk, merangkul bahu gadis itu untuk digunakan sebagai tempat bertumpu. Sedangkan gadis itu, ia melingkarkan tangan kirinya di pinggang Akira.

Gadis itu mulai membantu Akira untuk berdiri, sedikit kesusahan karena berat badan Akira yang jauh di atasnya. Namun, ia tetap berusaha sekuat tenaga hingga berhasil membawa Akira kembali naik ke atas tempat tidur.

Akira melirik ke arah gadis itu. Ia dapat melihat banyaknya keringat yang keluar dari dahi gadis di sampingnya.

"Cape, ya?" tanya Akira, mengelap keringat yang masih terus keluar dari dahi gadis itu.

Gadis itu menatap Akira, seraya menunjukkan senyuman manis. "Gak, kok. Aku gak cape."

Rivalry Or RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang