Waktu telah menunjukkan pukul 09.00. Di depan sebuah ruang kelas yang bertuliskan XI MIA 2, kini terlihat Indira sedang berlari masuk ke dalam ruangan dengan wajah dipenuhi oleh banyaknya keringat.
Mata Indira mengamati sekeliling ruangan, mencari sosok sahabat yang saat ini sangat ingin dirinya temui. Gadis itu terus mencari, sampai pada akhirnya menemukan keberadaan sang sahabat yang sedang duduk seraya membaca sebuah novel.
"Rere!" teriak Indira, berlari menghampiri sang sahabat.
Mendengar suara teriakan Indira, membuat Rere sontak mengangkat kepala, melihat ke arah sang sahabat yang sedang berlari dengan membawa dua tas di tangan.
Indira mendudukkan tubuhnya di samping Rere, menaruh dua tas yang sedang ia bawa di atas meja. Napas gadis itu memburu, keringat semakin deras mengalir dari setiap inci bagian tubuh.
"Tumben lu telat, Dir?" tanya Rere, mengambil tisu dari dalam saku seragam, lalu mengelap keringat di wajah Indira.
"Thanks, Re. Telat bangun gue, gara-gara belum puas main-main bareng dua orang sampah kemarin." Indira melirik tajam ke arah meja yang diduduki oleh Zee.
Rere mengembuskan napas panjang. "Dia lu apain, Dir, mukanya sampe biru gitu?"
Indira menatap ke arah Rere dan tersenyum. "Gak gue apa-apain, kok, Re. Cuma gue kasih kata-kata motivasi sambil gue pijat doang mukanya."
"Tapi, kenapa mukanya sampai biru-biru gitu?" tanya Rere, melirik Zee sekilas.
"Ah, udah gak usah dipikirin, Re. Ini tas lu yang kemarin ketinggalan di mobil gue." Indira mengambil satu tas yang tadi dirinya bawa dan memberikannya kepada Rere. "Oh, iya, ada beberapa hal yang pingin gue tanyain ke lu, boleh, kan?"
Rere mengambil tasnya dari tangan Indira. "Boleh, mau nanya apa, Dir?"
"Tadi malam, gue nelpon lu, tapi kenapa yang ngangkat malah Akira? Terus juga ini ...." Indira mengambil handphone dari dalam saku seragam, mencari beberapa foto, dan menunjukkannya kepada Rere. "Ini kenapa lu bisa pelukan sama Akira? Sebenernya, kalian berdua ada hubungan apa, sih, Re?"
Rere melihat ke dalam layar handphone Indira, mengembuskan napas panjang saat mendapati beberapa foto dirinya dan Akira yang sedang berpelukan. "Beritanya cepat banget nyebar."
"Re, jelasin, gue penasaran tau," kata Indira, seraya mematikan layar handphone.
Rere menatap wajah Indira yang terlihat sangat antusias dan penasaran. "Akira itu sahabat gue dari kecil, Dir."
Mendengar jawaban dari Rere, kedua mata Indira melebar, tubuhnya sedikit bergetar. Ia dengan cepat memegang kedua bahu sang sahabat. "Re, yang bener? Tapi kenapa lu sama Akira gak pernah nunjukin persahabatan kalian di depan publik, bahkan sekedar nge-post foto berdua aja gak pernah?"
"Iya, Dir, dan alasan kenapa gue sama Akira gak pernah nunjukin persahabatan kita di depan publik karena permintaan gue." Tatapan Rere berubah menjadi sendu. "Gue punya trauma, Dir. Dulu waktu masih SMP, gue dibenci sama satu sekolah gara-gara deket sama Akira, gue dulu juga pernah dimanfaatin sama cewek yang udah gue anggap sebagai temen ...."
Indira melepaskan pegangan pada bahu Rere saat merasakan tubuh sang sahabat tiba-tiba saja bergetar, lalu membawa gadis itu masuk ke dalam pelukannya.
"Kalo lu gak kuat buat cerita, gak usah dipaksa, Re," kata Indira, seraya mengelus punggung Rere.
"Gue gak papa, Dir ..., cewek itu ternyata mau temenan sama gue gara-gara dia suka sama Akira. Dia pernah nembak Akira, tapi di tolak, dan gara-gara itu, dia ngelampiasinnya ke gue." Rere membalas pelukan Indira, tubuhnya semakin bergetar dengan hebat saat mengingat tentang masa lalu yang kelam itu. "Dia nge-bully gue sampe koma, Dir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivalry Or Revenge
Teen Fiction‼️ ATTENTION ‼️ CERITA INI MENGANDUNG BEBERAPA KATA-KATA KOTOR YANG TIDAK DISENSOR. Streber dan Strano adalah dua organisasi yang memiliki rivalitas tinggi dari generasi ke generasi. Kedua organisasi itu tidak pernah akur dalam hal bisnis maupun di...