BAB 01 : BIRU LANGIT DAN OMBAK

152 24 9
                                    

"Kamu adalah hal paling indah yang  di sayangi oleh alam semesta,"_Arkatama.

∘₊✧──────✧₊∘ ( typo tandainn ya 🙏)

Karawang - april - 2017

Cahaya terik dari matahari itu memudar menjadi sang senja yang hadirnya berhasil membuat laut biru  menjadi kekuning-kuningan, siulan burung burung camar terdengar bernyanyi di atas air ombak yang menari nari, Suara kicauannya seolah menyuruh para manusia yang berada di sana untuk segera pulang ke tempat mereka, beristirahat dari lelahnya aktivitas dan bersantai di malam hari bersama kilauan bintang yang indah.

Semua orang yang berada di pesisir pantai itu mulai menghilang ketika langit sudah benar benar hampir gelap, senja yang indah itu nampak begitu mewah membuat siapapun akan takjub, sungguh begitu sangat indah senja sore itu.

"Langit ayok pulang!"

Seorang Anak kecil yang tengah asik membangun kerajaan dari pasir itu menoleh sekilas kebelakang, ia tersenyum saat menemukan sosok ayah nya yang berjalan menghampiri dirinya.

"Bentaran yah, sedikit lagi," kata Anak kecil itu asik dengan membangun kerajaan dari debu halus itu.

"Ini mau magrib, ayok pulang, ayah udah bikin telur dadar di rumah, katanya mau telur dadar?" belum sempat menerima jawaban, air ombak itu datang tanpa di undang dan berhasil menghancurkan karya indah milik si kecil.

Mata anak itu melebar kala ombak berhasil meruntuhkan karya tanganya yang begitu indah, sedetik kemudian burung burung kembali berkicauan seolah menertawakan anak kecil yang tengah memasang wajah masam.

"Mana kerajaannya? " tanya Ayah, pura-pura tidak lihat jika kerajaan dari pasir itu hancur tertelan ombak.

"Sama Ombak!" balas anak kecil itu dengan satu jari telunjuk yang menujukan ke arah bawah, menatap ombak yang menyentuh kecil jari jari kakinya.

"Ombak nya marah sama kamu mungkin,"

"Kenapa marah? Aku nggak jail sama Ombak nya yah, Dia aja yang iri sama karya aku, makanya di hancurin,"

Arkatama tertawa kecil mendengar penuturan anak tunggal nya itu.

"Kamu ada ada aja, udah ayok pulang, nanti ayah marahin ombak nya," kata Arkatama sambil meraih mainan si kecil yang berserakan.

"Ombak jangan nangis pas di marahin sama ayah ya! Kalo nangis berarti kamu cengeng,"

Lagi-lagi Arkatama hanya bisa tersenyum kecil, tangan nya yang selesia membereskan mainan itu kini berganti, membersihkan kotoran yang menempel di baju si kecil, sesekali tangan kasar itu merapikan rambutnya yang berantakan, wajah kesal itu masih terpasang jelas, langit masih setia memarahi ombak, seolah olah ombak itu menjawab segala koarannya melalui desiran yang begitu berisik. Menatap setiap inci wajah imut yang hanya memikirkan makan dan minum itu rupanya adalah satu objek yang diam diam di benci oleh Arkatama tapi entah kenapa, biru langit itu selalu berhasil meluluhkan hati kerasnya, selalu membuat lekungan indah di bibir Arkatama.

Biru Langit menoleh ke depan, mata mereka saling bertemu, di sana Biru Langit melihat sang ayah menatap nya begitu dalam, binar indah di matanya itu terlihat redup, membuat kedua tangan Biru Langit terangkat dan menangkup nya.

"Ayah katanya mau marahin ombak nya? Kenapa malah natap aku kayak gitu," Bulu mata itu berkedip, Arkatama tersenyum lalu menoleh ke arah laut yang tidak ada lagi suara ombak yang begitu berisik.

"Ombak nya udah capek berantem sama kamu," balas Arkatama dan Biru Langit hanya tersenyum lebar.

"Ombak bisa capek yah?" tanya Langit menatap Arkatama.

"Mungkin iya, karena dia juga mahkluk Tuhan ada kalanya mereka juga lelah, begitu pun dengan ombak, dia juga bisa lelah dan akhirnya marah,"

Biru Langit hanya mengangguk saja, ia lalu melihat ke arah laut dengan senyuman yang begitu manis.

"Ombak aku pamit pulang ya! Jangan marah oke," katanya kepada air laut yang masih tenang itu.

"Ombak nya ilang,"

"Nggak apa apa, mungkin lagi tidur ayok pulang,"

Anak kecil dengan baju kaos polos berwarna biru itu terdiam dengan wajah masam, tangan nya lalu meraih tangan Arkatama. "Laut jangan sedih dong, aku bakal balik lagi kok, nggak lama janji! Byee," sahut Biru Langit merentangkan tanganya ke udara selayaknya orang yang akan pergi.

Arkatama hanya diam, memperhatikan Biru Langit yang begitu sering berbicara dengan Laut yang sama sekali tidak menjawabnya, ada lekungan kecil yang terbit di paras tegas itu. Langit terlihat begitu bahagia saat di bawa ke pantai, ia seolah memiliki teman akrab di dalam lautan indah itu.

"Udah pamit sama temen temen kamu?" tanya Ayah nya.

"Udah yah! Mau gendong," seru Biru Langit antusias dan tanpa penolakan dari Arkatama.

Sore itu saat matahari benar benar mengilang di atas mega. Arkatama kembali di paksa menutupi segala rasa buruk di dalam hatinya, hari itu saat senyuman indah dari sosok anak kecil tanpa dosa kembali membuat hatinya ingin terus hidup di muka bumi, sampai dia benar benar menjadi manusia paling menyedihkan.

"Aku akan selalu sayang sama ayah,"

"Tapi saya tidak akan selalu menyangi mu"

∘₊✧──────✧₊∘

🙏😭 sedih ga? Maaf ya, sengaja sih wkwkwk...

Tolong krisarnya oke..

Btw jangan lupa ramaikan ya. Vote dan komen setiap paragraf oke...

Byee author nya mau menghilang

Karawang 13 Mei 2024 : saat manusia hidup hanya untuk mengakhiri dirinya dengan cara bunuh diri

Sehat  sehat orang hebatt, jangan telat makan yaa, love buat kalian ❤❤

BIRULANGIT | END | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang