BAB 22 : SEBUAH KABAR.

14 2 0
                                    

"Dan nyatanya, tertawa kencang itu adalah seni terbaik dalam menutupi luka yang tidak kasat mata,"_Biru Langit.

∘₊✧──────✧₊∘

Seorang perempuan dengan rambut sepundaknya itu berdiri sudah sekitar lima menit di depan gerbang rumahnya Biru Langit, ia nampak begitu sabar menunggu orang yang membukakan gerbang nya, meski kemungkinan besar tidak ada yang membukanya. Rasa cemas Kanaya mulai membesar gara gara ia bermimpi jika Biru Langit kecelakaan, ia takut mimpi itu adalah kenyataan, jadinya ia berniat untuk datang menemui Biru Langit, sesekali meminta lelaki itu untuk nebeng.

Kanaya mendesah lelah, ia kembali berdiri tegak, badan nya lalu berbalik ke arah gerbang itu lagi, di sana matanya sudah menemukan Arkatama yang sudah rapi dengan Jas dokter nya, lelaki itu terlihat keren sampai Kanaya mengakuinya jika Visual ayahnya Biru Langit itu tidak setengah setengah. Duda anak satu itu terlihat begitu ganteng.

Arkatama yang tengah akan mengeluarkan mobilnya itu terhenti, ia mengerutkan keningnya dalam dalam, saat melihat siluet perempuan yang berdiri di depan gerbang, karena penasaran apa tujuan nya ke sini, ia melangkah pergi menghampiri kanaya.

"Aya, kamu lagi apa?" pertanyaan itu berhasil membuat Kanaya yang anteng menandingi jalan itu menoleh.

Ia tersenyum, lalu dengan cepat menyalimi punggung tangan Arkatama.

"Om, Biru nya ada? Tadi saya tiba tiba ngerasa ga enak sama Biru jadi kesini aja, untuk memastikan jika Anak kesayangan Om itu baik baik aja, Bukan khawatir sih, cuman memastikan."

Insting kuat Kanaya memang tidak pernah salah sasaran. Membuat Arkatama yang mendengar penjelasan panjang dari Kanaya tersenyum.

"Hari ini, langit nggak masuk sekolah dulu, dia ada di rumah sakit," katanya Jujur.

"Innalillahi, yang bener Om, Biru kenapa bisa masuk rumah sakit? Dia sakit atau apa," cerocos Kanaya enteng, hingga beberapa menit kemudian, perempuan itu menutup mulut nya dengan tangan.

Ia tersenyum canggung kepada Arkatama, "Maaf om, Aya banyak tanya," katanya malu.

"Tidak apa apa, langit masuk rumah sakit karena kecelakaan," jelas Arkatama sedikit membuat Kanaya kaget.

"Kamu mau sekalian Om anter ke sekolah?" sambung Arkatama.

Kanaya tersenyum lagi, ia menggeleng kecil, "Gak usah Om, Aya nanti sama Bumi aja berangkat nya," jelas Perempuan itu lemah lembut.

Arkatama mengangguk paham, padahal dirinya tidak kerepotan jika harus mengantar Kanaya kesekolah.

"Oh ya, Aya, mamah kamu apa kabar?" celetuk Arkatama tiba tiba, membuat Kanaya sedikit kaget. Kenapa Ayahnya Biru Langit ini tiba tiba menanyakan kabar Mamahnya.

"Mamah baik Om, kenapa ya? Mamah gak lagi singgel,"

Arkatama tertawa kecil mendengar jawaban random dari Kanaya.

"Om cuman nanya nay, gak akan rebut kok."

Kanaya mengangguk sambil menyengir, menunjukkan deretan gigi putih nya yang begitu rapi.

"Ya udah Om,  Aya pamit ya, nanti boleh di kabarin soal Biru ke temen temen?"

"Boleh, sekalian nih, kasihin ke Alaska ya, itu surat dari Biru, jangan ada yang baca katanya,"

Kanaya mengambil surat itu, ia lalu kembali berpamitan dengan Arkatama, seperti biasa perempuan itu tidak pernah lupa beruluk salam dengan sopan, membuat hati Arkatama tersentuh. Sejauh ini hanya Kanaya teman Cewek Biru langit, yang menjungjung tinggin sopan santun.

BIRULANGIT | END | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang