BAB 05 : AYAH KEREN

30 12 2
                                    

"Kalo nanti kamu lelah izin kan saya yang menggantikan mu, izin kan saya yang merasakan Lelah seperti mu Ayah," _Biru Langit ( 19 tahun)

∘₊✧──────✧₊∘

KARAWANG AGUSTUS 2017.

Di malam Kamis setelah hari rabu telah usia, Biru Langit terbangun dari tempat ia sholat anak kecil itu baru saja menunaikan sholat isya dan selesai ngaji bersama Bi Citra asisten di rumah mereka.

"Biru udah bangun, tadi pules banget tidurnya," kata Bi Citra yang masih setia duduk di hadapan nya.

"Bibi aku belum selesai ngajinya, tadi ketiduran, malah di atas Juz Amma," kata Biru Langit sedikit kaget.

"Enggak kok, Juz Amma nya udah bibi simpen, ngajinya udah selesai kamu pinter dehhh," sahut Bu Citra sambil menunjukkan dua jari jempol nya kehadapan Biru Langit.

Biru Langit terkekeh kecil ia sedikit malu karena baru kali ini di puji seperti itu, sejak kecil dirinya memang sudah di kenalkan oleh ajaran agama, karena itu sebuah kewajiban setiap umat beragama.

"Besok ngaji bareng Alaska ke mesjid nya, hari ini enggak apa apa libur dulu," kata Bu Citra sambil merapikan rambut Langit yang berantakan.

"Ibu pasti bangga kan, anaknya udah bisa ngaji, meski belum begitu pinter," 

"Pasti dong, langit kan emang anak pinter,"

Bi Citra tersenyum tulus melihat bagaimana rawut bahagia yang terpancar di sana. Namun semua itu hilang dalam hitungan detik. Senyuman yang indah itu pudar, membuat Bi Citra menatapnya prihatin.

"Kenapa Kok sedih banget, tadi kamu seneng, sekarang murung? Kenapa hmm, coba cerita?" Tangan Bi Citra menarik kecil tubuh Biru Langit untuk duduk di samping nya.

"Bi... Kenapa ayah akhir akhir ini sering sibuk, ayah jarang pulang juga, padahal hari hari kemarin ayah masih di rumah masih sering ngajak Biru main, belajar, dan diskusi soal kehidupan," papar Biru Langit menengadahkan pandangannya untuk melihat Bi Citra.

Biru Langit menidurkan Kepala di paha Bi Citra dengan tangan yang asik memainkan gelang pemberian Alaska.

"Biru ayah kan lagi kerja buat kamu, ayah lagi berusaha keras buat bisa bikin kamu jadi anak yang hebat, yang bisa dapet apa apa tanpa susah lagi," kata Bi Citra begitu hati hati dengan tangan yang mengelus lembut surai hitam itu.

Biru Langit menatap wajah Bi Citra dari jarak yang sedang, di sanah Langit bisa menebak ada sedih yang tersirat di tatapan itu.

"Bibi sedih ya?" hanya satu kalimat yang berhasil membuat Wanita itu tertawa kecil.

"Apa yang Bibi khawatirin?" tambah anak Lelaki itu.

Bi Citra menunduk kecil, menangkup wajah tampan itu, matanya tidak pernah lepas menatap binar indah seindah bulan sabit itu, dalam hatinya ingin sekali ia berkata jujur, ingin sekali ia mengatakan bahwa Arkatama tidak sedang bekerja tapi untuk memberi tahu kebenaran itu kepada Langit ia tidak bisa, lidahnya seolah menolak untuk berkata jujur.

"Bibi enggak lagi khawatirin siapa siapa kok," balas Bi Citra final saat terdiam beberapa detik.

"Bi kapan ayah pulang?" tanya Biru Langit.

"Mungkin sekarang, kenapa?"

"Aku mau temenin ayah tidur, biar nanti pas bangun ayah Enggak capek lagi, karena ada aku," katanya sambil tertawa kecil.

"Jadi cerita mau jadi obat pereda capek buat ayah kamu?"

"Iya, boleh ya!"

Bi Citra masih setia tersenyum, wanita itu lantas mengangguk sambil mengelus kecil rambut Biru Langit.

☁☁☁

Di tengah malam yang melelahkan, suara gemuruh guntur terdengar amat mengerikan, Biru langit terbangun dari tempat tidur nya anak kecil itu lantas menoleh ke sana kemari, mencari keberadaan jam dinding, sedetik kemudian setelah menormalkan pandangannya, langit berhasil menemukan jam dinding itu, matanya membulat saat sadar jika hari sudah larut, ia lupa jika akan menyambut kedatangan sang ayah.

"Ayah pasti udah dateng, tapi kalo aku kesana apa ayah bakal marah? Ayah bakal marah enggak kalo aku belum tidur?" pikir Anak kecil itu di atas kasur nya.

*Bruk!

Biru Langit menoleh ke arah pintu kamar yang tertutup rapat.

"Itu suara pintu kamar ayah," bisiknya kecil hingga tidak lama kemudian dia bergegas untuk pergi menghampiri ayahnya.

Langkah kecil itu ia bawa ke depan pintu besar bercat hitam itu, tanganya perlahan lahan memutarkan knop pintu sekecil mungkin, berusaha untuk tidak menimbulkan suara, di detik selanjutnya pintu itu berhasil terbuka. Biru Langit hampir saja ingin berlari dan memeluk Arkatama yang sudah terlelap  di atas ranjang, tapi niat itu ia urungkan karena tidak mau meganggu mimpi indah sang ayah.

"Halo ayah malam," sapa Biru Langit yang sudah berada di samping tempat tidur ayahnya.

Tidak ada jawaban dari Arkatama, wajah tenang itu terlihat begitu lebih tenang saat menutup mata, dan hal itu diam diam membuat Langit sedih.

"Ayah capek banget ya? Sampe tidur ayah keliatan tenang banget," kata Langit yang bergerak ke atas untuk tidur di samping ayahnya.

"Ayah, Biru kangen ibu tapi biru juga kangen ayah," bisik anak kecil itu.

"Biru izin tidur di sini ya, eh... Ayah tau nggak, jujur aku lebih Suka di panggil Biru, tapi di panggil Langit juga aku suka, kalo yang manggil nya ayah,"

Di tengah malam yang begitu sepi bersama cerita Biru Langit yang terdengar begitu indah, Arkatama tersenyum tipis di sana, saat merasakan tangan Biru Langit melingkar di pinggang nya. Anak itu memeluk Ayah nya begitu erat.

"Ayah kalo ayah capek, biar Biru aja yang gantiin Ayah kerja, biar Biru aja yang rasain capeknya cari uang, ayah jangan. Ayah terlalu hebat untuk menjadi sosok yang lelah," bisik Biru Langit terdengar menusuk.

Mata Biru Langit kembali terbuka, ia sedikit mendongkak untuk menatap wajah tegas Sang Ayah.

"Tidur yang nyenyak ya, Biru temenin biar ayah enggak kesepian," katanya sambil tersenyum.

Hingga tidak lama kemudian, Arkatama tidak lagi memejamkan matanya, ia menoleh ke samping ke arah di mana Biru Langit tertidur pulas di sana.

"Kamu tau? Untuk menjadi manusia hebat harus merasakan menjadi manusia lelah," balas Arkatama dengan air mata yang menetes tanpa ia sadari.

"Ayah keren dan akan selalu keren," balas Biru Langit.

"Tidur Biru," kata Ayah dengan suara lelah.

"Makasih udah nemenin ayah, sehat selalu ya," tambah nya dengan senyuman yang begitu indah.

"Ayah juga, selalu di sini bareng Biru oke!" katanya kembali memeluk Arkatama.

"Apa nanti aku masih menjadi ayah yang keren dan hebat di matamu?"

Tolong perhatikan tahun nya! Biar enggak bingung kalo bab nya di loncat dan cuman di ambil moment penting di setiap tahunnya!

Maaf kalo ada yang typo 🙏

Selalu ramaikan oke!

Next?

Ada pesan buat aku?

Kridar nya dongg 😍😍

Kalian mau happy? Sad, atau open ending?

Karawang 2024 Mei / di ketik.

BIRULANGIT | END | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang