"Jangan pernah membenci siapapun. Sekalipun dia adalah sahabat mu, ataupun ayah mu,"_Makhluk Tuhan.
∘₊✧──────✧₊∘
Bandung memang sangat berbeda, kota ini berhasil membuat Biru Langit betah dengan suasana nya yang begitu damai dan sejuk, lelaki itu tidak akan pernah menyangka jika dirinya akan tinggal di sini, di bumi yang kata sebagian orang adalah bumi yang memiliki jutaan kenangan indah. Biru Langit menyukai bandung, tapi Biru Langit merindukan tempat ia lahir, tempat di mana ia tumbuh besar dengan kehidupan sederhana nya. Tempat di mana lelaki itu berlajar banyak hal tentang kehidupan yang penuh dengan kesabaran dan tekad. Karawang, kota yang dulu di juluki sebagai kota padi itu, sekarang nyatanya hilang. Kota yang identik dengan pemandangan alam hijau yang begitu indah sekarang hilang, terganti dengan bangunan bangunan tinggi yang menjadi kan julukan 'padi' itu hilang.
Seindah apapun kota bandung, akan kalah dengan keindahan kota kelahiran nya, mungkin sebagian orang akan mebantah itu, tapi Biru tidak peduli. Karena kota itu adalah kota di mana ibu nya juga lahir di sana.
Dan... Itu artinya, Biru langit tidak akan lagi bisa menemui ibu.
"Langit, hey!" Tatapan mata yang mengarah kabawah itu menoleh ke depan, Biru langit tersenyum saat melihat ayahnya sudah datang.
"Jangan keseringan ngelamun, ayok masuk, bentar lagi ujan," kata Arkatama, melihat langit sudah gelap. Pertanda bahwa tidak lama lagi hujan itu akan benar benar turun.
Tanpa membantah, lelaki itu berjalan untuk pergi memasuki mobil, lelaki itu sekarang sudah duduk sempurna di tempat duduknya. Menatap ke arah depan tepat saat hujan lebat itu turun deras, air yang terdengar berisik itu berhasil membuat hati Biru langit menghangat. Biru langit menyukai nya.
"Bagaimana hari pertama sekolah nya." Pertanyaan itu keluar dari mulut Arkatama yang sibuk mengemudi, ekor matanya sesekali melirik kecil ke anak tunggalnya itu.
Mendengar pertanyaan itu, biru langit terdiam, anak nya seolah mencari jawaban yang tepat untuk membalas pertanyaan menjebak itu. Ia tau pasti ayahnya itu berharap jika jawabannya adalah Jawaban kesenangan, seperti orang orang pada biasanya saat bertanya mengenai hari pertama sekolah, dan hari ke delapan ia tinggal di kota kenangan ini.
"Biru, ayah nanya, lho?" Biru Langit refleks menoleh, saat mobil milik ayah nya berhenti tepat lampu merah menyala.
"Biasa aja Yah," jawab Biru Langit dengan senyuman manis.
"Kamu tidak suka? Atau ada yang membuat mu tidak nyaman?"
Ah, ayolah, dirinya benar benar tidak mau membahas soal sekolah itu, karena hari ini yang berada dalam pikirannya hanyalah makan. Bukanya tidak mau membahas, tetapi saat mendengar nama 'sekolah' ia jadi mengingat pertemuan nya dengan Alaska, sahabat sejati yang dulu pernah sedekat nadi sebelum berakhir asing, layaknya bulan dan planet bumi.
Lamunan Biru Langit buyar saat matanya menangkap kerumunan hebat di depan sana, saat lampu merah berubah menjadi hijau, anak lelaki itu tidak menjawab pertanyaan Arkatama, membuat yang bertanya hanya bisa menuruti diam nya. Hingga beberapa detik kemudian mereka mulai melaju dengan kecepatan sedang, sampai bertemu dengan keriuhan jalanan yang mulai kacau.
Mobil Arkatama terkepung oleh tauran.
"Astaga, bisa bisa nya, Biru kamu di sini ya, ayah keluar," Biru Langit menahan tangan ayahnya, mata lelaki itu menoleh ke salah satu orang yang ikut serta dalam tauran tersebut.
"Kenapa?" tanya Arkatama.
"Jangan yah, udah ada polisi kok," kata Biru Langit, melihat mobil polisi datang membubarkan tauran itu.
Arkatama menoleh sedikit, dan benar saja di sana, polisi sudah datang menahan mereka.
"Permisi, bapak boleh lewat sekarang," kata salah satu polisi itu, yang datang menghampiri mobil Arkatama, yang kebetulan kacanya tidak di tutup.
Arkatama lantas tersenyum ramah, "baik Pak, terimakasih," sahutnya.
Biru Langit hanya diam, ia masih setia menatap siluet lelaki yang berhasil tertangkap oleh polisi, perasaan tidak tenang mulai membunuh nya. Biru Langit khawatir Alaska kenapa napa.
"Ayah, apa yang ayah lakukan saat ayah benar benar asing, sama sahabat sendiri," Arkatama mengerutkan keningnya, lalu menoleh.
"Memang kamu kenapa? Kamu ketemu Alaska?"
Bukanya mengangguk, tapi malah menggeleng, entahlah Biru Langit terlalu takut untuk sekedar berkata bahwa dirinya satu sekolah dengan lelaki itu, bahkan tadi, Alaska ada dalam jajaran anak yang tertangkap oleh polisi karena ketahuan tauran.
"Ayah ninggal jawab, apa susahnya?"
Senyuman kecil terukir di wajah keriput nya. "Ayah bakal menjauh," balasan itu singkat, tapi membuat hati Biru Langit tertusuk.
"Menjauh, bukanya itu bakal lebih bikin kita asing?"
Arkatama mengangguk lagi, ia sesekali memperhatikan jalanan yang kembali ramai. Hujan di luar masih setia turun dan terlihat tidak akan berhenti.
"Menjauh untuk mencari hal yang baru, menjauh untuk menjalani hidup sendiri dengan fokus, tanpa harus ada orang yang kita gantungkan. Menjauh, itu seni dari penyembuhan rasa kecewa, karena di tinggal oleh orang yang dulu pernah menjadi sesuatu yang membuat kita bahagia, itu menurut ayah, kenapa?"
Mobil itu masuk kedalam gerbang rumah yang begitu tinggi, rumah milik Arkatama yang baru saja ia bangun di bandung. Uang nya? Hasil tabungan dia bersama Biru Langit, rumah yang justru diam diam selalu membawa Biru langit marasakan ketakutan, takut jika nanti, rumah ini akan menjadi bangunan yang paling ia hindari sepanjang hidupnya.
"Ayah, kalo aku benci itu tidak apa apa?" bukan balasan, melainkan sebuah pertanyaan lain yang keluar dari mulut Biru Langit.
"Benci itu tidak akan membuat seseorang bahagia, benci itu adalah sebuah rasa yang membuat hidup manusia hancur. Dan ayah mau, kamu jangan pernah membenci siapapun."
Mata Biru Langit melihat punggung Ayahnya keluar dari mobil, pria itu buru buru memutar jalan nya, dan membukakan pintu untuk Biru, melihat kelakuan Ayahnya membuat anak itu tersenyum, ia tau bahwa hampir saja Biru Langit kehilangan sosok ayah yang dulu.
Biru keluar dari mobil, lelaki itu lalu tersenyum kepada Arkatama.
"Ayah pernah asing sama sahabat ayah?" pertanyaan itu berhasil membuat Arkatama membisu.
"Saat itu, apa yang membuat ayah asing sama sahabat ayah?"
Arkatama menoleh kepada Biru langit, sejak tadi di jalan sampai mereka sudah memasuki rumah, anak itu tidak berhenti berkata soal sahabat, membuat Arkatama yakin, jika tadi Biru Langit baru saja bertemu dengan Alaska. Sahabat nya, yang berpisah dengan Biru Langit, saat mereka berada di kelas 2 SMP.
"Ayah pernah, dan alasan kita asing, karena dulu kita pernah bertengkar hebat, saking hebat nya, sampai sekarang, ayah masih tidak sanggup untuk bertemu dengan nya lagi," balas Arkatama jujur.
"Siapa sahabat ayah?" tanya Biru Langit.
"Ayah nya Alaska."
Jawaban itu berhasil membuat Biru Langit terdiam, apa mungkin cerita dia dengan Alaska akan berakhir sama seperti cerita ayahnya.
"Dan ayah cuman berpesan, nanti, tolong jangan pernah membenci siapapun di bumi ini."
∘₊✧──────✧₊∘
Ini masih lanjutan bab 01.
Cerita nya bakal bertele tele hehehe. Semoga selalu suka.
Byeee
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRULANGIT | END |
Teen FictionCerita singkat, tentang rahasia besar seoarang Arkatama yang menjadikanya kehilangan sosok yang ia anggap sebagai rumah itu. "Ayah sendiri yang meruntuhkan rasa percaya Biru." ˏ⸉ˋ‿̩͙‿̩̩̽‿̩͙‿̩̥̩‿̩̩̽‿̩͙‿̩͙‿̩̩̽‿̩͙‿̩͙‿̩̩̽‿̩͙‿̩̥̩‿̩̩̽‿̩͙'⸊ˎ #keluarga #a...