BAB 27 : BIRU LANGIT DAN LAUT

8 2 0
                                    

"Sahabat bisa jadi musuh, musuh bisa jadi sahabat, terdengar menyakitkan tapi itu fakta,"_Biru Langit.

∘₊✧──────✧₊∘

Setelah Arkatama pulang dari rumah sakit, kini Biru Langit tengah berjalan menelusuri taman yang berada di rumah sakit, anak itu pergi di bantu dengan kursi roda yang di dorong oleh salah satu perawatan.

"Di sini aja suster, makasih ya," kata Biru Langit dan langsung di angguki oleh perawatan itu.

Kedua tangan Biru Langit sedikit mendorong kembali kursi roda itu sendirian, untuk mendekat  ke arah kursi taman yang berada tidak jauh dari air mancur.

Helaan nafas dalam itu terdengar sangat berat, sudah setengah jam lelaki itu menahan rasa sesak yang hampir membunuhnya. Kini Biru Langit berhasil membuang rasa sesak itu dengan bebas, setelah nya, Biru Langit tersenyum selebar lebarnya ketika sebuah kalimat Arkatama, satu jam yang lalu menyelinap masuk kedalam pikiran anak itu.

"Ayah akan selalu di sini, di samping kamu,"

Di taman bunga yang terasa sejuk dan nyaman itu, berhasil membuat Biru Langit betah, sekejap pikiran berisik nya mulai tenang, suara berisik dari air mancur itu terdengar seperti dongeng yang membuat matanya terasa berat. Di situasi seperti ini, Biru langit sangat mudah untuk mengantuk. Ketenangan dari suasana taman dan suara air mancur mampu meredakan segala kegundahan dalam dirinya.

Selang beberapa menit, setelah mata itu terpejam tiba tiba saja kembali terbuka, halis Biru Langit mengerut dalam dalam saat mendengar suara isakan tangis yang tidak jauh dari samping nya.

Lelaki itu menutup matanya kecil, saat sinar matahari yang menyorot langsung ke wajahnya, ia cepat cepat menoleh ke samping untuk melihat siapa yang mengusik ketenangan nya siang bolong seperti ini.

Bak tersambar petir yang membuat seluruh tubuh nya melumpuh. Biru Langit terdiam dengan tatapan yang sulit di artikan. Saat melihat dirinya di versi orang lain, sosok yang kini duduk di kursi taman itu meluruskan tatapannya kedepan, tanpa sadar ada orang yang sejak tadi diam dengan wajah kagetnya. Karena... Mereka mirip. Sangat, bahkan tidak ada titik berbedaan di antara keduanya dan benar benar terlihat seperti anak kembar.

Tangan putih bekas infusan itu mengepal begitu kuat, sampai urat hijaunya tercatak jelas meriasi putihnya kulit. Rahang Biru Langit mengeras dengan deru nafas yang terdengar kasar, jadi ini, seseorang yang entah kenapa selalu membawa Biru Langit kejurang kemarahan. Sejak pertama mereka bertemu di jalan, ketika itu, dia adalah orang yang membawa Biru Langit kerumah sakit ini. Seseorang yang hadirnya langsung membuat hati langit meneriaki nya dengan seribu kata kata paling kasar, seakan akan ada hal yang sudah hatinya tau di ujung sana sebelum di dengar oleh Biru Langit.

Merasa ada yang memperhatikan nya, sosok itu menoleh dan tatapan mereka bertemu, keduanya sama sama diam dengan pekirian yang kembali berisik. Biru langit yang selalu bertanya tanya, soal rasa benci nya yang tiba tiba muncul kepada sosok itu, dan Si empu yang bertanya tanya tentang apa yang akan terjadi setelah mereka bertemu. Dua duanya diam sampai, lidah Biru langit yang pertama kali melantunkan kalimat.

"Terimakasih udah nganter gue ke rumah sakit, waktu itu," kata Biru Langit, baru ingat jika dirinya, belum sempat berterimakasih.

Ia tersenyum, lalu menoleh ke arah lain. "Iya sama sama," katanya santai.

Biru Langit yang tadi sempat membuang muka itu kembali menatapnya, melihat setiap inci wajah lelaki yang berada di depannya.

"Lo contek gue ya? Mirip banget sialan, lo tau apa yang gue benci di dunia ini? Liat orang yang begitu mirip sama gue, bahkan seperti layaknya kembaran," kelakar Biru Langit sedikit menekan kan setiap kata katanya.

BIRULANGIT | END | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang