"Jangan berubah karena sebuah kenyataan."Kevino Agluenza.
∘₊✧──────✧₊∘
Jam pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, namun Biru Langit masih setia duduk di tempat parkiran, pikirkan lelaki itu masih terlalu berisik dan akhir akhir ini juga ia sering tidak fokus belajar. Tadinya ia dihukum oleh guru mata pelajaran Sejarah, karena lupa mengerjakan tugas nya. Sungguh, Biru Langit lupa jika ada tugas, padahal Bumi sudah memberi tahu lelaki itu sebelum masuk ke sekolah.
Dari kemarin sore, sejak pertemuan nya dengan Arkatama yang berbeda, tadi pagi pun mereka terlihat saling tidak mengenal, bahkan Arkatama tidak sengaja membentaknya. Biru Langit cukup kaget, karena selama ini Arkatama selalu lembut kepada nya, selalu bersikap layaknya seorang teman. Tapi... Dia berubah, Arkatama yang dulu hilang, tepat saat Biru Langit dinyatakan mengidap kanker hati.
Senyuman pedih terukir di wajah Biru Langit, ia menundukkan pandanganya, melihat jari jarinya yang saling bertautan. Jujur saja, saat di situasi ini Biru Langit selalu membenci dirinya, selalu menyalahkan dirinya karena terlalu manja, padahal semua itu wajar. Wajar jika Arkatama terlihat cuek kepada nya, wajar jika Arkatama terlihat seperti tidak peduli dengan dirinya, mungkin saja, lelaki itu terlalu sibuk dengan pekerjaan nya sebagai Dokter bedah saraf, yang pastinya akan lebih memprioritaskan pekerjaan di banding bersama nya, dan itu wajar karena Arkatama melakukan itu demi anaknya tetap hidup. Dan itu wajar.
"Gue nggak mau kelihatan manja, tapi sikap ayah beneran bikin gue sakit hati," ungkap Lelaki itu kepada dirinya sendiri.
Dia tau dirinya memang manja, tapi Biru Langit hanya punya ayahnya untuk ia pulang, hanya pundak lelaki itu yang selalu siap memberi nya sandaran dan pelukan. Setelah Alaska, Arkatama menjadi tujuan Biru Langit untuk pergi ke dalam rumah yang tidak bisa dikatakan sebagai rumah lagi, karena orang orang nya sudah sibuk. Tapi saat di sana masih ada Arkatama, bangunan megah itu masih disebut dengan rumah.
Peran Arkatama begitu besar di hidup Biru Langit yang cukup sepi, ia tidak mempermasalahkan jika nanti sebuah fakta yang tak diketahui berkoaran di atas mega. Karena dirinya sudah berjanji. Akan selalu menyanyi Arkatama dalam keadaan apapun, walau nanti hatinya akan dibuat tenggelam dalam rasa kecewa tidak masalah. Biarkan, biarkan semuanya mengalir seperti air. Dan biarkan semua itu terungkap.
"Bir, ngapain ngelamun di sini,"
Suara deep yang terdengar sangat familiar itu membuat Biru Langit menengadahkan padangannya. Ia tersenyum canggung saat melihat Ketua Osis Darmawangsa yang memergoki dirinya tengah melamun, di teras dekat parkiran.
"Jangan ngelamun, katanya denger denger gue, dulu disini pernah ada yang gantung diri, pas lagi di tempat lo duduk,"
Penjelasan yang keluar dari Ketua Osis itu membuat Biru Langit terbelalak tak percaya, bulu kuduk lelaki itu mendadak menegang ketika hembusan angin menerpa kulit putihnya, biru langit langsung bangkit dari duduknya, menatap sebal kearah Kakak kelasnya yang malah tersenyum jahil.
"Lo hobby nya nakutin orang bang!" gerutu biru langit saat sadar, jika itu hanya candaan.
"Maaf lah, jangan ngambek," katanya saat sadar perubahan raut wajah Biru Langit.
"Eh, kaki lo udah sembuh?" lanjutnya, kini melirik ke arah kaki Biru Langit.
"Udah, tadi di jemur di atas larva biar cepet kering," celetuk nya asal.
"Wihh, keren tuh nggak gosong," balas Ketua Osis itu menanggapi candaan Biru Langit.
"Iyalah, kan kaki gue kuat, kagak lebay," jelasnya percaya diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRULANGIT | END |
Teen FictionCerita singkat, tentang rahasia besar seoarang Arkatama yang menjadikanya kehilangan sosok yang ia anggap sebagai rumah itu. "Ayah sendiri yang meruntuhkan rasa percaya Biru." ˏ⸉ˋ‿̩͙‿̩̩̽‿̩͙‿̩̥̩‿̩̩̽‿̩͙‿̩͙‿̩̩̽‿̩͙‿̩͙‿̩̩̽‿̩͙‿̩̥̩‿̩̩̽‿̩͙'⸊ˎ #keluarga #a...