BAB 04 : SAHABAT SAMPAI MATI?

35 10 0
                                    

"Aku kamu tetap akan menjadi sahabat, meski nanti kita akan menjadi musuh besar paling hebat,"_Alaska Pranatha

∘₊✧──────✧₊∘

KARAWANG JULI 2017

Sudah hampir setengah jam dua orang anak kecil itu bermain di belakang rumah, tepat nya di kebun yang begitu terlihat nyaman, pepohonan pepohonan di sana tumbuh begitu tinggi dengan daun yang lebat, membuat nya menjadi penghalang dari terik sinar matahari. Di sini tempat mereka bermain, di belakang rumah yang sejuk dan hening, tidak ada yang meganggu mereka begitu dengan rumah pohon yang kini tengah mereka tempati.

"Biru ayok berjanji!" seru Anak kecil dengan dua gigi gingsulnya itu tiba tiba.

Biru Langit yang  anteng memandangi mega yang tertutup dendaunan itu lantas menoleh.

"Bejanji untuk apa?" tanyanya dengan baik.

Anak kecil itu menunjukkan jari kelingking nya ke hadapan Langit.

"Ayok berjanji jika kita akan pergi ketempat ini setiap hari, bermain, bercerita bahkan menangis," katanya begitu serius.

Mendengar itu lantas membuat Biru Langit mengerutkan kedua halisnya begitu dalam, pertanda ia kurang paham kata kata sahabat nya itu.

"Menangis? Kenapa harus ada kata itu menyelinap di Kalimat mu?" itu jawaban Biru Langit yang membuat kelingking milik si empu turun.

"Kata Mamah, enggak semua orang yang sering bersama itu akan selamanya tertawa bareng bareng, ada kala nya mereka saling menangis dan memarahi," jelas Anak kecil itu mengingat sebuah kalimat dari sang ibu.

"Alaska, kita enggak akan ngalamin hal itu, kita kan sahabat," elak Biru Langit memeluk sahabat nya yang bernama Alaska itu.

"Humm aku pun percaya itu, kita enggak akan pisah. Kita akan terus bareng sampe jadi orang dewasa," kata Alaska membalas pelukan Biru Langit.

"Aku pengen tau rasanya punya ibu," celetuk Biru Langit melepas pelukan itu.

Alaska kembali duduk dengan sempurna, mata anak lelaki itu menoleh ke arah sahabat nya, menatap rawut sendu dari Biru Langit.

"Kamu jangan sedih, kamu kan udah punya ibu," kata Alaska membuat Biru Langit yang menatap sendalnya itu menoleh ke arah Alaska.

Senyuman lebar di wajah manis itu terbit, selama ini hanya Alaska satu satu nya orang yang benar benar ingin berteman dengan dirinya, hanya dia seorang. Saat semua manusia menatap nya sebagai anak dari hasil hubungan gelap, saat mata manusia menilai nya dengan ribuan kebusukan, Alaska adalah orang pertama dan orang terakhir yang menjadi penyemangat hidup Biru langit. Langit tahu dia anak kecil, tidak akan pernah mengerti omongan orang orang, tapi jujur saja bahwa dia itu paham. Sebab dirinya bukan lagi anak kecil. Kata Ayah...

"Kamu memang masih sangat kecil, tapi pikiran kamu sudah seperti anak dewasa, sesakit itu kamu?"

Satu harapan di hari ini untuk selamanya, semoga persahabatan mereka abadi sampai mati.

"Ibu ku juga ibu kamu Langit, kita sodara!" seru Alaska bertepuk tangan guna menghiburkan Biru Langit yang sempat murung.

"Kamu abangnya ya, aku enggak mau jadi abang," tambah nya sambil terkekeh dan Biru Langit pun tersenyum.

"Huhh aku enggak pandai bercanda," kelu Alaska menghela nafas karena asik sendiri.

Biru langit yang melihat nya hanya tertawa seolah ada yang lucu padahal sejak tadi tidak ada yang lucu.

"Kenapa ketawa?"

"Kamu lucu kayak orang gila asik sendiri,"

"Ihh Langit, parah kamu ngatain aku gila!"

Tidak ada jawaban, langit masih asik dengan ketawa nya sampai sampai Alaska ikut tertawa sedetik kemudian seseorang datang menghampiri mereka.

"Hey! Ayok pulang udah mau magrib, kalian kebiasaan kalo main nggak inget waktu," cerocos seorang Lelaki dewasa menghampiri dua anak kecil yang tengah duduk di tangga kayu yang terhubung ke rumah pohon.

"Halo bang sat, bang sat ngapain kesini?" balas Alaska enteng dan Langit lagi lagi ketawa melihat wajah Satria yang sudah merah padam.

Mendengar panggilan yang dia tidak suka itu lantas melangkah ke arah adiknya yaitu Alaska, dengan rasa dongkol yang cukup tinggi.

"Siapa yang nyuruh kamu manggil abang sendiri kayak gitu?" kata Satria menatap horor kepada Adik bungsunya.

"Abang mau aku panggil ria? Halo bang riaaa Aska mau makan, laper," ledek Alaska diringi gelak tawa.

"Adik sialan," umpat Satria kecil, namun masih terdengar di telinga Alaska.

"Terus mau di panggil apa?" tanya Biru Langit ikut nimbrung.

"Abang paling ganteng," tandas Satria jelas dan tegas.

Alaska yang mendengar itu hanya bergedik ngeri, ia menatap penampilan abang nya dari atas sampai bawah, seperti... Orang gila nyasar.

"Abang habis dari mana? Kucel banget kayak enggak di urus aja," celetuk Alaska lagi lagi membuat Satria tarik nafas dalam dalam.

"Ngaca, lo aja kucel kayak anak enggak di urus sama emaknya," balas Satria penuh kesabaran.

"Udah Ska, kasian abang kamu marah mulu, nanti keburu tua kan kesian nggak bisa jagain kamu," bisik Biru Langit kepada Alaska dan Sialnya Satria masih bisa mendengar bisikan itu.

Menghela nafas jengah sambil mengelus dadanya, entah bagaimana bisa ia bertemu dengan dua anak kecil yang hobby membully nya.

Alaska lantas mengangguk sambil menyengir tanpa dosa. "Iya sih, yaudah aku pulang ya!" katanya sambil berdiri.

"Iya Ska hati hatinya, besok main lagi," Langit berdiri dengan senyuman yang masih terpasang.

"Ehh.. Langit!" panggil Alaska saat melihat Langit yang hendak akan pulang, karena ayah nya sudah memanggilnya dari ambang pintu dapur.

Langkah Langit terhenti, ia menoleh kebelakang dan tiba-tiba saja Alaska memeluk nya begitu erat, sangat erat seolah itu seperti pelukan terakhir.

"Kenapa?" bisik Biru Langit.

"Kalo besar aku nggak mau asing sama kamu, aku pengen kenal kamu, dan masih jadi sahabat kamu," kata Alaska kecil yang diam diam meneteskan air matanya.

"cengeng kamu Ska," ejek Biru langit

Satria yang sejak tadi menyaksikan drama yang super duper lebay itu hanya mampu bergedik ngeri.

"lebay lo ska, kayak mau di tinggal mati aja, " celetuk Satria.

"Berisik kamu bang sat!" jawab Alaska sedikit kencang sampai Ayah Langit yang mendengar nya hanya tertawa.

"Aku pulang ya Langit, buat gelang yang tadi aku kasih jaga baik baik, kalo kamu mau cerita kamu dateng aja ke rumah," kata Alaska melepas pelukan nya.

Biru Langit tidak menjawab apa apa, ia hanya tersenyum hangat. Rasa bahagia nya saat ini benar benar di luar batas. Ia bener benar bersyukur mengenal Alaska.

Dari kejauhan Arkatama ikutan tersenyum, rasa sakit tiba tiba menyelip di ribuan rasa bahagia.

"Gue Alaska sahabat lo,"

"Lo masih nganggep gue sahabat?"


Yang di garis miringin dan di tebelin itu cuplikan dari masa mereka udah besar.

Tolong perhatikan tahun nya! Biar enggak bingung kalo bab nya di loncat dan di ambil bagian penting di setiap tahun nya!

Maaf kalo ada yang typo 🙏

Selalu ramaikan oke!

Next?

Ada pesan buat aku?

Kridar nya dongg 😍😍

Kalian mau happy? Sad, atau open ending?

Karawang 2024 Mei / di ketik.

BIRULANGIT | END | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang