we can't be friend

339 45 3
                                    

Aku menguap lebar, mengucek mataku yang terasa lengket dan sedikit buram, lalu langsung melotot saat melihat kalo sekarang sudah pukul empat lewat. Tandanya hampir tiga jam aku tertidur tanpa sadar di sekolah, dan tentu saja sekarang tidak ada orang sama sekali.

Seharusnya aku dan Bagaskara ada tugas piket, tapi si sialan itu beneran nggak datang. Namun, karena aku ogah piket sendirian, akhirnya aku hanya menyapu bagian kiri kelas dan menyisakan sisanya untuk cowok itu.

Tetapi si Bagas tidak datang. Padahal aku sudah nyepam di Line seperti orang kesetanan, aku yakin ponsel pria itu pasti sempat nge-lag karena aku spamin berbagai stiker marah-marah yang aku punya di ponsel.

Dan walaupun sudah begitu, Bagas tetap tidak menunjukkan batang hidungnya. Membuat aku terjebak di sekolah yang suasanannya menyeramkan. Mana saat ini sedang hujan disertai petir yang menyambar-nyambar.

Sepertinya hujan di Senin pagi betulan jinx bagiku, karena saat ini aku berkali-kali ditimpa kesialan beruntun. Saat ini ponselku juga mati karena baterainya habis, mana nggak bawa charger atau power bank. Jadinya aku benar-benar hanya diam di kelas sendirian, dengan ponsel mati, dan suasana seperti di film horror menyeramkan. Jujur saja saat ini aku benar-benar merinding disko.

Aku merangkul lenganku yang kedinginan, lalu menjatuhkan kepala di meja sambil melihat hujan yang turun begitu deras lewat jendela.

Normalnya, saat anaknya telat pulang pasti ada orang tua yang kelabakan untuk mencari atau menjemputnya ke sekolah. Namun, aku tahu hal itu tidak akan terjadi padaku.

Berharap saja jangan.

Aku tidak punya tempat pulang, dan tidak akan ada yang menungguku pulang.

Saat ini aku cuma bisa terus berlari, singgah dari satu tempat ke tempat lainnya, mungkin seluruh hidupku hanya akan penuh dengan pelarian.

Aku tersenyum kecut, ada rasa sesak yang begitu menekan dada dengan brutalnya, tapi aku sudah lelah menangis. Toh, air mata tidak bisa membuatku kembali ke masa lalu.

Petir masih menyambar bersahutan, sesekali berduet dengan kilat. Sepertinya hari ini Jakarta benar-benar tengah sedih parah, sehingga hari ini hujan terus turun dan hanya berhenti sebentar saat tadi siang.

Aku akan menunggu hujan reda sampai pukul setengah lima, jika belum reda juga aku akan memilih hujan-hujanan dan berlari ke halte. Ogah amat aku harus bertahan di sekolah sampai malam.

Serem coy, mana katanya sekolah ini bekas kuburan dan ada yang pernah bunuh diri di kamar mandinya!

Jadi, mending hujan-hujanan daripada diganggu hantu gentayangan.

Walau, sepertinya itu hanya fiksi belaka. Karena setiap sekolah pasti selalu punya latar belakang yang sama.

Tiba-tiba ada yang mencolek bahu kiriku, sehingga aku pun menoleh ke arah kiri. Tapi tidak ada siapa-siapa di sana, membuatku langsung merinding dan deg-degan parah.

Lalu aku mengalihkan pandangan ke arah kanan dan....

"Dor!" seru Bagaskara yang sontak membuatku kaget setengah mati, hingga aku cepat-cepat menengok ke arah kiri dan itu membuat keningku sukses cipokan dengan tembok.

"Awwwwwwwww!" teriakku seraya memegangi keningku, sial keningku sekarang pasti benjol dan merah.

"Haish, nafsu amat sih. Sampe sama tembok aja minta dicipok!"

"Pala lo, Gas! Ini semua gara-gara lo tahu nggak! Bisa nggak sih lo nggak usah jail sehari ajaaaaa. Sakit tau," ujarku seraya menekan keningku yang nyut-nyutan.

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang