i can't fix him

205 32 0
                                    

Upacara hari ini lebih lama dari biasanya, karena pembina upacara sekalian memberi pengumuman soal acara yang akan diadakan dalam rangka peringatan ulang tahun Indonesia di bulan Agustus ini.

Aku yang sedang bad mood parah karena obrolan tadi malam dengan Ayah berulang kali mengumpat dalam hati. Mana hari ini panasnya benar-benar menembus kepala, jadi tidak heran banyak siswa yang akhirnya ambruk karena paginya tidak sarapan.

Aku pun langsung mengembuskan napas lega saat akhirnya pemimpin upacara membubarkan barisan. Dengan langkah super cepat aku pun segera menepi dan pergi ke ruang OSIS, karena hari ini memang jadwal kami—para anggota OSIS untuk rapat mingguan.

Sesampainya di ruang OSIS sudah ada beberapa anggota dari kelas lain yang sudah kumpul, tapi sampai akhir Bagaskara tidak datang. Padahal aku sudah mencoba menelepon dan juga mengiriminya pesan, tapi teleponku hanya ia diamkan sampai mati dan pesanku cuma di-read doang.

Hadeh, si kampret satu ini!

Lalu karena waktu yang terbatas, akhirnya kami pun rapat duluan tanpa cowok itu. Dan aku yakin, setelah ini ia pasti bakal dapat omelan panjang lebar dari Kak Dimas. Padahal Bagas bukan orang yang suka cari masalah dengan kakak kelas tapi hari ini Bagas benar-benar berbeda dengan ia yang biasanya.

"Jadi, laporannya OSIS bulan ini si Bagas yang bawa? Dia juga belum bales pesan gue lagi. Si cunguk itu! Padahal udah diminta sama kepsek laporannya!" seru Kak Dimas sambil berkacak pinggang dan wajah frustasi.

Aku mengangkat tanganku sehingga semua anggota OSIS kini memusatkan pandangannya ke arahku.

"Gue ada file-nya sih, Kak, karena kemaren gue juga ikut bantuin Bagas revisi laporannya. Entar gue print dulu deh laporannya terus gue kasih ke lo."

"Serius nggak papa?"

"Iya, nggak papa, Kak. Lagian abis ini gue cuma BK. Jadi, bisa izin bentar ke miss Sagita."

Kak Dimas menganggukkan kepalanya. "Oke deh, kalo gitu tolong ya, Lun. Entar gue juga bantu jelasin deh ke miss Sagita kalo lo misal telat."

"Oke, Makasih, Kak. Kalo gitu gue izin ke koperasi bentar ya buat nge-print!"

Setelah mengatakan itu aku pun meninggalkan ruang OSIS dengan buru-buru dan segera pergi ke koperasi yang ada di gedung E. Sumpah ya ... Awas aja lo, Gas, kalo ketemu!

***

Untungnya di Senin pagi ini koperasi masih sepi dan belum ada banyak murid-murid yang butuh nge-print atau fotocopy, sehingga tidak ada sepuluh menit laporan OSIS penting ini jadi. Setelah menyerahkannya ke Kak Dimas aku pun kembali ke kelas dengan ekspresi 'senggol bacok' yang tidak aku sembunyikan sama sekali.

Sesampainya di kelas untungnya miss Sagita belum masuk kelas sehingga aku bisa duduk santai dulu sebelum pelajaran BK dimulai.

Aku melirik Bagas yang tengah menelungkupkan kepala di meja sambil memasang headset di kedua telinganya. Membuat aku yang sudah kesal langsung menyabut headset dari kedua telinga cowok itu dan melemparnya ke laci meja. Cowok itu langsung melotot tajam ke arahku dengan rahang mengeras-terlihat sangat marah. Namun, ia langsung memalingkan wajah dengan kesal begitu miss Sagita masuk kelas dan memulai pelajaran.

Pelajaran BK yang membahas tentang bahaya narkoba tidak masuk ke kepalaku sama sekali. Catatanku kali ini juga tidak jelas karena aku malah banyak menghabiskan satu halaman bukuku untuk membuat gambar random yang nggak ada bentuknya. Kebanyakan hanya sebuah lubang hitam seperti yang tengah ada di kepalaku saat ini.

Pelajaran BK tidak pernah memakan waktu lama, biasanya hanya sekitar 30 sampai 40 menit sehingga kini pelajaran sudah berganti menjadi pelajaran Bahasa Indonesia.

Tugas kali ini adalah resensi buku, oleh karena itu guru Bahasa menyuruh kami untuk pergi ke perpustakaan.

Aku dan Bagaskara membiarkan murid lainnya untuk ke perpustakaan lebih dulu. Sedangkan kami berdua masih duduk di kelas dengan emosi yang siap meledak di kepala masing-masing.

"Lo kenapa sih?" tanyaku seraya menatap Bagaskara sebal.

"Emangnya gue kenapa?"

"Imingngi gii kinipi lagi! Lo tuh ditungguin sama Kak Dimas buat rapat OSIS karena lo yang bawa laporan bulanan! Malah sengaja banget reject telepon gue dan chat gue di-read doang! Tahu nggak gue sampe harus lari-lari ke gedung E buat nge-print ulang dan ngerasa nggak bertanggung jawab sebagai anggota OSIS karena ini emang tugas kita berdua!"

Bagas malah menaikan kedua bahunya tak acuh. "Gue males buka HP," jawab cowok itu datar.

"What—"

Sebenarnya aku ingin marah dan semakin ngomel, tapi akhirnya aku paham ke arah mana pembicaraan ini sebenarnya. Ia tengah balas dendam, karena saat kemarin aku pergi seharian dengan Julian dan mengabaikan setiap telepon dan pesan cowok itu, aku mengatakan hal yang sama.

"So, ini semua karena rasa cemburu lo yang nggak berdasar itu? Hah ... Lo bahkan bukan pacar gue, Gas! Terus ngapain lo cemburu segala? Sumpah, Gas, lo beneran childish banget tau nggak!"

Bagas menyugar rambutnya frustrasi. "Tapi lo tau perasaan gue, Luna!"

"No, gue nggak tau, Bagaskara! Karena lo nggak pernah bilang gimana perasaan lo ke gue, lo nggak pernah nembak gue atau bilang suka gue! Gue sama sekali nggak tau perasaan lo karena lo nggak pernah bilang! Lo yang tau perasaan gue, tapi memutuskan untuk gantungin itu!"

"Jadi, lo nggak berhak cemburu karena gue deket sama cowok lain atau kencan sama cowok lain. Karena lo bukan siapa-siapa gue!"

"Dan ah ... Satu lagi. Gue tau lo nggak bisa jujur sama perasaan lo because you have issues. Then, make deal with it, Gas. Because I can't fix you and I don't want too. Sebego-begonya gue pas bucin, gue nggak sebego itu buat nunggu cowok yang nggak yakin sama perasaannya sendiri dan gantungin perasaan gue nggak jelas!"

Emangnya gue BH!

Setelah mengatakan itu aku pun keluar kelas seraya membawa buku paket Bahasa Indonesia, dan meninggalkan Bagaskara yang masih mematung di kelas. Jujur saja aku lega sudah mengatakan beban yang bercokol di dada. Aku takut pukulanku terlalu keras hingga membuat Bagaskara hancur lebur, tapi aku juga tahu kalau cowok itu tidak akan hancur semudah itu.

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang