welcome to my world

192 26 0
                                    

Hujan langsung turun dengan derasnya begitu aku dan Bagaskara sampai di Jasmine. Jasmine yang biasanya penuh dengan aroma kopi, teh, dan manisnya roti yang baru matang kini dipenuhi aroma embun pagi dan petrichor.

Kami mengulangi posisi kami berdua di taman tadi. Aku duduk di sofa, sedangkan cowok itu duduk di bawahku.

Saat ini Bagaskara sudah membuka bajunya. Sehingga sayatan-sayatan yang ia buat sendiri di bahunya jadi tampak jelas. Terlihat sangat menyakitkan. Hingga tanganku yang kini tengah membasahi kapas dengan alkohol gemetaran hebat.

Setelah menenangkan diriku sendiri, aku pun mulai membersihkan luka bagaskara dengan alkohol. Menyiramnya dengan obat merah dengan hati-hati karena takut cowok itu kesakitan, lalu menutupinya dengan plester.

Aku menutupi luka itu dengan selembut mungkin, karena tak ingin membuat Bagaskara merasakan sakit lagi. Walau saat aku obati cowok itu nggak bereaksi sama sekali. Seolah ia sudah mati rasa. Seolah rasa sakit itu bukan apa-apa.

“Selesai,” ujarku seraya menunduk untuk melihat wajah Bagaskara.

“Nggak dicium?”

“Hah?”

“Lo kan tipe yang percaya pinky promise dan kalo perban dicium lukanya cepet sembuh.”

“Dih, ogah! Lo bau ketek!”

Bagakara mengacak-ngacak rambutku. “Wooo sialan!”

Lalu ia berdiri dan duduk di sampingku. Ia menengokkan kepalanya ke arahku dan aku pun menengokkan kepalaku ke arahnya sambil bersender di sofa.

“Gue harap gue bisa jawab semua pertanyaan yang ada di kepala lo sekarang.”

Aku menggeleng. “Itu bisa lain kali. Sekarang gue cuma mau lo tidur dan mimpi indah.”

“I'll try,” Lalu ia menutup matanya sambil menggegam tanganku.

Yang aku respons dengan mengelus punggung tangannya dengan jempolku.

Good night,” bisikku ikut memejamkan mata.

***

Tepat pukul empat sore shift-ku selesai. Aku pun segera melepaskan celemek, menyapa para pekerja yang masuk sore, lalu segera naik ke lantai atas di mana Clara, Julian, dan Bagaskara sudah menungguku.

Begitu aku memasuki ruangan langsung terlihat Clara yang tengah ngemil keripik singkong sambil fokus nonton film This Means War—di mana Chris Pine dan juga Tom Hardy menjadi bintang utamanya. Heleh, pantas saja Clara nontonnya nggak kedip sama sekali!

Sedangkan di sudut yang lain, terlihat Bagaskara dan Julian yang tengah adu tatap dengan sinis. Kalau dunia ini anime, aku yakin keduanya sudah gosong karena petir yang menyambar dari mata satu sama lain.

“Hi, J, sorry ya gue ganti tempat pertemuannya jadi di sini. Dadakan pula.”

“Oh, hi, Luna. Iya nggak papa, kok. Lagian kan gue yang minta tolong, jadi bebas deh lo mau ngajarin gue di mana juga. Tapi kayaknya gue cuma mau minta temenin lo sama Clara deh, nggak ngundang yang lain.”

Bagas yang sadar diri kalau ia tengah dianggap jadi tamu tak diundang langsung memutar bola matanya. “Tempat ini punya keluarga gue. Jadi, kalo lo merasa nggak senang, silahkan angkat kaki dari sini."

Clara mendesah frustrasi. “Sumpah ya! Seruangan sama mereka kek sama aja sama seruangan sama anak PAUD yang belum bisa pipis sendiri! Kelakuan mereka berdua beneran amit-amit jabang bayi!”

Dan aku langsung tertawa sarkas begitu mendengar perkataan Clara. “Welcome to my world.”

Hari ini aku berencana untuk membantu Julian untuk menyelesaikan lukisannya. Karena ternyata kemampuan melukis cowok itu juga sama ‘nggak bagusnya’ dengan Bagas. Awalnya kami berencana untuk melukis di rumahku, tapi akhirnya kami berempat berakhir di sini.

Setelah menyiapkan kanvas dan cat minyak, aku pun mulai membantu Julian untuk melukis. Sesekali kami juga mengobrol dan tertawa, hingga tak terasa lukisan cowok itu akhirnya selesai juga.

Walau dengan wajah super bete, Bagaskara tidak berulah kali ini. Ia anteng menonton film dengan Clara tanpa ribut. Walau tatapan tajam matanya sering menusuk ke arahku dan Julian. Apa lagi saat kami bercanda lalu tertawa bersama.

“Lo udah nemu pelatih renang, Lun? Kalau belum lo bisa latihan sama gue 2x seminggu, gurunya enak, kok.”

“Luna udah punya pelatih renang,” jawab Bagaskara datar.

Aku mengalihkan pandangan ke arah cowok itu dengan kening berkerut. “Hah? Siapaaaaa?”

“Gue,” jawabnya dengan percaya diri.

Membuat Julian langsung memutar bola mata malas. “He's so annoying,” bisiknya pas di telingaku.

Yang sontak membuatku tertawa kecil dan berkata, “Welcome to my world.”

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang