more beautiful than the starry night

199 30 1
                                    

Setelah seminggu ini kami disibukkan dengan berbagai ulangan harian dan tugas yang bikin pusing. Akhirnya kami bebas dari lima hari yang lebih mirip daripada neraka itu.

Ada ulangan harian dan tugas praktek hampir tiap hari. Sehingga kami harus belajar dan bolak balik ke lab sambil membawa berbagai perlengkapan untuk praktek yang tentunya nggak sedikit. Belum les tambahan dan juga PR yang bikin kepala mau pecah, pokoknya minggu ini benar-benar mimpi buruk. Makanya tak heran juga banyak yang akhirnya sakit dan ambruk. Untungnya aku tidak ikut ambruk, tapi pokoknya aku butuh liburan! Sebelum kepalaku benar-benar pecah karena mabok rumus dan juga hafalan.

Oleh karena itu, hari ini aku dan Bagaskara akan memakai tiket pameran yang kami menangkan saat main games di pesta angkatan dua minggu lalu.

Aroma coklat langsung menusuk hidungku saat aku memasuki mobil Bagas. Lalu aku duduk di samping cowok itu.

“Hi,” sapaku sambil tersenyum lebar.

“Hi,” balas Bagas sambil membalas senyumanku.

Lalu Bagas melajukan mobilnya membelah jalanan Jakarta yang kalau di hari Minggu pagi memang masih agak lengang. Mungkin karena hari libur dan orang-orang masih pada molor di rumah masing-masing.

Karena kami belum sarapan, akhirnya kami mampir dulu di sebuah toko roti kekinian bernama Queen Bakery. Aroma yang ada di toko roti ini mengingatkanku pada aroma Jasmine, tapi bedanya di sini juga bercampur aroma buku yang sangat khas. Ah, satu lagi tempat favorit seorang Bagaskara. Aku yakin selain nongkrong di kolam renang, cowok itu juga suka nongkrong di sini.

***

Suasana pameran hari ini tidak begitu ramai. Mungkin karena pengunjung yang datang memang dibatasi setiap harinya. Untuk konfirmasi tiket aku dan Bagaskara juga harus melakukan tiga hari sebelumnya.

Untuk masuk ke pameran yang diadakan di salah satu gedung Galeri Nasional ini kami tidak perlu mengantri. Setelah mengisi buku pengunjung dan dimintai email atau nomor ponsel, aku dan Bagaskara pun diizinkan masuk.

Dari kecil aku suka melukis. Karena melukis adalah pelarianku dari kesepian, tapi walau begitu aku tidak pernah bercita-cita untuk menjadikan melukis sebagai pekerjaanku. Melukis adalah hobi yang akan aku cintai sampai mati, oleh karena itu aku juga suka datang ke pameran lukisan seperti ini.

Untuk putaran pertama, aku dan Bagaskara hanya melihat-lihat lukisan sambil bergandengan tangan. Mengagumi berbagai lukisan yang ada di sini dan sesekali mengomentari berbagai lukisan yang tampak mengagumkan.

Di putaran kedua, barulah kami berjalan-jalan santai sambil sesekali mengambil foto dan bercanda ria.

Kami berhenti di depan lukisan starry night milik Van Gogh. Dan lukisan ini memang salah satu lukisan favoritku. Lalu kami berdua pun berdiri cukup lama di depan lukisan ini. Tangan kami masih bertautan, dan kehangatannya menembus sampai ke hatiku.

“Gas, fotoin gue di sini dong!” seruku seraya mendongak pada cowok itu.

Lalu Bagas pun sedikit mundur menjauh dan mulai memotretku tanpa protes kalau aku berganti pose sana-sini. Dan kadang cerewet kalau foto yang diambil cowok itu ngeblur dan posisinya nggak pas.

“Lukisan ini bener-bener cantik,” ujarku seraya mendongak ke atas seraya tersenyum lebar.

“Iya, cantik,” sahut Bagaskara seraya menatap ke arahku sambil tersenyum.

Don't look at me like that,” ujarku malu-malu.

Like what?” tanya cowok itu dengan kening berkerut.

Like I more beautiful than the starry night.”

“You are, Luna.”

Kadang sesuatu yang dinamakan cinta memang lucu. Dan kadang aku juga bertanya-tanya, kenapa semua harus serumit ini. Boleh aku egois sekali saja? Tapi, tanpa melukai atau menghancurkan seorang Bagaskara?

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang