friendzone? it's complicated

196 26 0
                                    

Malam Sabtu ini Clara menginap di kosanku. Hingga sepulang sekolah dengan baju penuh cat minyak—yang untungnya bisa ditutupi dengan hoodie kebesaran milik Bagas—aku dan Clara pergi ke supermarket untuk menyetok camilan.

Aku bagian membawa troli, sedangkan Clara bagian mengambil jajanan yang lagi diskonan. Kebetulan sedang ada diskon beli dua gratis satu, sehingga berbagai jenis keripik mulai dari keripik singkong, kentang, tempe, dan umbi-umbian Clara borong semuanya. Begitu juga dengan coklat, minuman bersoda, dan berbagai macam mie. Kami membeli samyang, ramen, dan juga indomie rasa rendang.

Yang nanti malam akan kami mix and match ala-ala, terus kalau nggak habis bakal dimakan sama anak-anak kos lainnya. Lalu sebelum tidur kami bakal nonton bareng di rooftop, sambil liat langit Jakarta yang bintangnya nggak ada karena penuh polusi.

“Gue udah semua. Lo ada yang mau dibeli lagi nggak, Lun?” tanya cewek itu seraya mengalihkan pandangan dari etalase makanan ke arahku.

Aku pun sontak menggelengkan kepala.  “Nggak deh, soalnya yang pengen gue beli udah lo beliin semua.”

Clara mengedipkan satu matanya. “Oh, tentu aja. Emangnya siapa lagi yang paling ngertiin lo selain gue?”

You're the best, Sis!” Lalu kami berangkulan dan berjalan ke kasir bersama sambil tertawa.

Karena Clara malas menelepon sopirnya, akhirnya kami naik O-car. Dan seperti biasa, di jam pulang kerja begini Jakarta bakal macet parah. Untungnya Abang O-car tahu jalan tikus, sehingga kami bisa sampai kosanku lebih cepat.

Sesampainya di kosan ternyata tubuh kami rasanya remuk—capek luar biasa, sehingga setelah mandi dan maskeran kami langsung rebahan di ranjang dan akhirnya memilih memesan makanan online. Kami memesan pizza, cheese roll, dan juga soda. Setelah pesanan kami sampai, kami pun memutuskan untuk makan bersama sambil nonton animasi Paramount berjudul Wonder Park.

“Jujur sama gue, lo sama Bagas udah jadian, kan!” ujar Clara yang sontak membuat aku tersedak soda yang tengah aku minum.

Please, deh, seenggaknya biarin gue selesai minum dulu!” protesku seraya mengelap bibir dan leherku yang basah.

“Kan, kan, udah gue tebak pasti ada apa-apa di antara kalian! Dan serius lo nggak mau cerita apa-apa sama gue? Gue tim sukses kalian sejak kelas 10 lho! Traktir kek!”

It's complicated.”

“Friendzone, eh?”

“Nope, katanya kita bukan teman.”

Clara hanya manggut-manggut. “Oke deh, dengan senang hati gue bakal menunggu lanjutan drama romcom tapi keknya sekarang agak angst.”

“Heh, sialan! Jangan doain gitu dong!”

“Iye-iye, gue diem. By the way, besok lo mau pakai apa ke pesta Caroline?”

“Gue udah ada beberapa ide sih. Gimana kalo punya BIBI atau Melanie Martinez? Itu keren sih, lagi sering gue dengerin. Dan lagunya liriknya oke.”

“Eh, setuju sih gue. Lo nggak jadi pake punya Mbak Taylor?”

“Nggak ah, bikin tatonya ribet, coy!”

Clara langsung manggut-manggut setuju, lalu tersenyum lebar. “Jadi besok belanja ke butik Tante Janetta?”

“Gas!” Lalu kami bertos ria dengan semangat. Karena aku dan Clara memang selalu semangat kalo masalah mix and match pakaian.

***

Karena espresso yang kami minum, akhirnya kami berakhir tidak bisa tidur. Padahal sekarang sudah jam 3 pagi  dan suara ayam pemilik kos sesekali terdengar.

“Lo ngerasa nggak, sih? Kalo hidup ini kadang lucu? Padahal keinginan gue sederhana, gue cuma pengen pacaran dengan tenang di masa-masa SMA. Ngerasain perut diserang badai kupu-kupu dan malu-malu kucing. Tapi ujung-ujungnya kalo nggak hatees ya prenjon.”

“Bener, sampai kadang gue mikir kenapa kalo udah saling cinta tetep harus seribet ini.”

“Tapi gue rasa, Lun, semakin kita dewasa kita juga bakal mandang cinta dengan dewasa. Nggak kayak gini lagi. Rela sakit hati atas nama cinta, najis!”

“Gue rasa cinta memang menyakitkan sih, Cla. Dan selama masih kayak gini, gue rasa gue bakal terus bertahan. Cuma, satu hal yang pasti, gue nggak bakal begging demi cinta. Karena gue nggak bisa maksa orang yang pengin pergi buat bertahan.”

Clara langsung ngakak. “Tapi tenang aja, di antara lo dan Bagas, udah keliatan sih dia yang bakal begging buat lo stay.”

Aku tersenyum kecil pada Clara. “Maybe,” jawabku dengan jawaban super menggantung.

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang