revenge is the best revenge

429 48 0
                                    

Forgive and forget? Nah, fuck you!

Kalau Bagaskara—si matahari jadi-jadian itu berpikir kalau urusan kita pagi ini selesai, ia benar-benar salah besar. Karena hari ini aku benar-benar akan balas dendam habis-habisan. Aku bersumpah nggak akan membiarkan harinya berjalan dengan tenang.

Dengan rambut setengah lepek karena terkena hujan, aku memasuki ruang kelas yang sudah ramai dan gaduh—kebanyakan pada mengeluh karena kehujanan. Yups, hujan di Senin pagi benar-benar neraka. Dan entah kenapa ini seperti jinx dan memberiku firasat jika seharian ini aku akan menjalani hari yang berat.

Namun, semoga itu hanyalah pikiran berlebihanku saja.

Toh, sesuatu yang belum terjadi kan cuma imajinasi kita.

Untungnya pagi ini aku memakai hoodie yang lumayan tebal, sehingga seragamku tidak begitu basah. Hanya beberapa titik di hoodie-ku saja yang basah.

Lalu aku duduk di kursi sambil menempelkan pipiku ke arah kanan di mana Bagaskara biasa duduk. Aku langsung manyun begitu melihat pria itu belum ada di sana, sehingga balas dendamku jadi tertunda.

Jadi, si sialan itu beneran kabur?

Atau masa sih hujan-hujan begini tetap latihan renang? Memang sih Pekan Olahraga Nasional tinggal sebulan lagi, tapi si Bagas nggak maksain diri kan?

Seorang Bagaskara memang menyebalkan, tapi ia jugalah murid yang paling pintar di kelas. Jago olahraga dan punya banyak prestasi dari berbagai lomba yang ia ikuti, mulai dari debat bahasa Inggris sampai musikalisasi puisi.

Dalam hal akademik, cowok itu benar-benar sempurna. Dan kepintarannya itu bukan karena bawaan lahir, di mana ia cuma tidur di kelas tapi nilainya bagus. Bagas mendapatkan hasil yang baik karena berusaha dengan sangat keras, ia adalah tipe yang bakal bangun jam tiga pagi lalu belajar sampai mau mati. Saat murid-murid lainnya mungkin masih ngorok atau begadang—lalu besoknya bolos—karena nonton piala dunia.

Bagaskara adalah cowok yang serba bisa. Makanya, kalau masalah belajar, aku tidak bisa benci padanya. Karena walau ranking kita suka rebutan, kadang aku peringkat pertama, kadang ia peringkat kedua, atau sebaliknya, cowok itu benar-benar partner belajar yang oke. Makanya lagi, di kelas 11 ini aku memutuskan untuk nggak protes saat akhirnya kami harus duduk satu bangku.

Haish, tapi ngambis kan juga ada batasnya! Buat apa belajar, belajar, belajar kalau akhirnya tipes!

Lagian, ngapain sih latihan renang pas hujan? Cowok itu gila yaaaaaa?

“Woy! Ngelamun aja pagi-pagi! Mikirin apa sih? Ngapain lo liatin bangkunya si Bagas penuh nafsu gitu?” tanya Clara yang entah kapan datangnya, karena sungguh aku tidak menyadari kedatangan cewek itu.

“Iya, nafsu buat nempeleng kepalanya. Gue yakin, Bagaskara pasti matahari yang biasa terbit di neraka, bukannya memberi kehangatan—pagi-pagi malah udah bikin naik darah!”

“Dia ngapain lagi memangnya?”

Lalu aku pun menceritakan kejadian tadi pagi pada Clara dengan emosi yang membakar ujung kaki sampai kepala, dan gadis itu langsung ngakak seperti biasanya.

“Aduh ... Gemes banget deh dua pasangan drama Korea favorit gue,” ujarnya sambil terkikik.

“Najis!” sahutku seraya memutar bola mata malas.

Aku tidak akan pernah menyukai Bagaskara, kesempatan jatuh cinta padanya sudah hilang di pertemuan pertama kita. Apa-apaan, disenyumin balik malah buang muka! Mati aja sana, Bagaskara!

Clara mengangkat kedua tangannya ke udara tanda menyerah, lalu berkata, “Oke, oke gue diem. By the way, masih ada waktu 15 menit. Ke kamar mandi dulu yuk touch up! Gue bawa lip tint kok, gila penampilan lo sekarang emang mirip Mbak Kunti yang baru saja bangkit dari kubur!”

“Wooo sialan!”

Dan lagi-lagi Clara hanya merespons ucapanku dengan tertawa.

***

Saat mengaca di cermin  kamar mandi, aku dapat melihat penampilanku dan Clara beneran seperti yin and yang. Clara tetap saja cantik dan imut meski kehujanan, sedangkan penampilanku betulan mirip Mbak Kunti yang baru saja bangkit dari kubur.

Lalu aku pun membuka tempat pensil Clara yang sebenarnya hanya kamuflase dari tempat make up, dan memakai lip tint rasa stroberi yang ada di sana. Sehingga bibirku yang pucat pasi seperti mayat, kini kembali hidup. Aku juga menyisir rambutku yang bawahnya agak kusut, sehingga saat ini penampilanku lebih baik.

Mungkin karena sekarang hujan dan udara dingin, maka kamar mandi cewek begitu penuh. Tentu saja dipenuhi oleh cewek-cewek yang juga ingin merapikan penampilan, dan mungkin juga dengan beberapa siswa yang beser karena udara dingin memang suka membuat kebelet pipis melulu. Makanya, begitu beres merapikan diri aku dan Clara pun segera keluar kamar mandi.

Saat kami berjalan di lorong menuju kelas, tiba-tiba kami berpapasan dengan Kak Kenzo—gebetan Clara sejak kelas 10. Namun, tidak seperti biasanya, kali ini Clara tidak malu-malu kucing atau senyum-senyum sendiri. Gadis itu berekspresi dingin dan datar.

Lah, ini bocah satu kenapa?

***

Jam istirahat akhirnya berbunyi. Hal itu tentunya membuat para murid mendesah lega karena sejak tadi pusing mendengarkan Pak Adnan—guru matematika mengoceh tentang Turunan Fungsi Aljabar.

Hujan juga sudah reda, matahari mulai menampakkan batang hidungnya, sehingga suhu mulai kembali panas dan pohon serta jalanan yang basah sudah kembali kering.

Clara sedang mengembalikan buku ke perpustakaan. Sehingga aku menuju kantin sendirian. Saat sedang melewati depan GOR, tiba-tiba ada yang menarik ikat rambutku dari belakang. Sehingga rambutku yang baru saja lima menit lalu aku ikat ponytail di kamar mandi, kini kembali ambyar dan berantakan.

Yada ... Yada ... Matahari kloningan yang ini jelmaan setan, pun ikut menampakkan batang hidungnya. Setelah menghilang sejak pelajaran pertama.

Aku menutup mataku menahan emosi yang hendak meledak di kepala. Sabar-sabar, orang sabar—halah persetan! Kesabaranku sudah habis!

Lalu dengan emosi aku pun mengambil bola yang ada di tengah gedung olahraga, dan melemparnya ke arah Bagaskara sekuat tenaga.

Duk!

Bola yang aku lempar beneran mengenai Bagaskara, lalu membuat hidung pria itu mimisan.

Dengan tatapan tidak percaya cowok itu lalu mengelap bawah hidungnya dengan punggung tangannya, lalu ia menatapku dengan tatapan menusuk, dan aku pun segera berancang-ancang untuk lari.

Saat akhirnya Bagaskara menggerakkan kaki kirinya. Aku pun segera berlari dan tentu saja masuk ke tempat persembunyian favoritku. Yaitu, toilet cewek. Karena mau semarah apapun cowok itu, ia tidak akan pernah bisa masuk ke sini.

Lalu di dalam toilet aku tertawa lepas karena puas.

Akhirnya hari ini dendamku terbalaskan!

Akhirnya hari ini dendamku terbalaskan!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang