good bye, J!

220 34 0
                                    

Aku langsung melotot saat mendengar perkataan Julian. Lalu dengan gerakan super cepat aku menyambar buku biologi yang ada di tangan cowok itu dan mengecek apa yang ada di sana.

Haish! Si Bagas memang benar-benar!

Dua minggu lalu kami memang memakai buku biologi ini bersama. Sebab salah satu teman Bagas di kelas lain ada yang lupa bawa sehingga meminjam buku vowok itu. Akhirnya kami pun memakai satu buku untuk berdua. Dan tentu saja cowok itu terus mengajak ribut selama pelajaran.

Seorang Bagaskara memang usil sekali.

Ia mencoret-coret buku paketku dengan doodle, menulisi namanya, membuat kartun karikatur, dan lainnya. Yang paling menyebalkan adalah tanda tangan pria itu dengan tulisan “I love you 4eva” di bawahnya seolah ia adalah seorang idola terkenal sedangkan aku adalah fans yang akan melakukan apa saja untuk mendapat tanda tangannya. Iyuhhhh!

Hih, ingat kejadian itu saja sudah membuat aku naik darah!

“That's cute,” ujar Julian seraya mengerling jahil.

Ha-ha, but he's not my boyfriend,” jawabku seraya tertawa sarkastik.

“Jadi bukan?”

Nope.”

Seperti tahu jika aku tidak nyaman membahas topik ini, Julian pun segera mengubah topik pembicaraan.

By the way, Jakarta memang selalu sepanas ini, ya? Habis hujan aja panas banget,” keluhnya seraya menggulung kemeja kasualnya sampai siku.

Memang udara saat ini sudah panas lagi, padahal tadi sempat dingin saat sedang hujan. Tapi, begitu hujan berenti udara Jakarta jadi gerah sekali.

“Yups, memang. Dan lo bakal beradaptasi lumayan lama dengan keadaan ini. Sebulan pertama lo bakal banyak ngeluh, begitu juga dua bulan kemudian, satu tahun kemudian, dan tiga tahun kemudian,” ujarku seraya memutar bola mata malas dan kembali melepaskan cardiganku karena sumuk.

Julian tertawa kecil. “Jakarta kalo nggak panas memang bukan Jakarta. Eh, gue laper, nih. Cari makan yuk? Sekalian gue traktir sebagai ucapan terima kasih karena lo udah minjemin buku biologi.”

Karena aku juga sudah lapar, akhirnya aku pun mengiyakan ajakan Julian. Toh, mungkin ini juga pertemuan pertama dan terakhir kami, jadi tidak ada salahnya aku menghabiskan hari ini dengan cowok itu sekalian.

***

Karena nggak mau ribet, akhirnya aku dan Julian mampir ke KFC terdekat. Aku memesan ayam goreng dan soda. Dua perpaduan makanan super enak dan klop, tapi nggak sehat. Aku bisa membayangkan Clara si—healthy freak—itu pasti bakal ngomel kalau saat ini kami makan bersama. Dan membayangkan itu membuat aku tersenyum sendiri.

Mungkin karena sehabis hujan, restoran jadi agak ramai. Tapi untungnya aku dan Julian masih mendapatkan kursi sehingga rencana kami untuk makan di mobil cowok itu jika semua meja penuh; tidak terjadi.

Lagu Sugar Rush milik BIBI menggema di seluruh ruangan. Ini adalah salah satu lagu favoritku akhir-akhir ini, sehingga aku benar-benar menikmati lagu yang tengah berputar saat ini.

Selama makan aku dan Julian bercerita banyak hal. Tentang hobi, film kesukaan, lagu-lagu yang lagi hitz saat ini dan lainnya. Kami juga banyak tertawa dan obrolan kami benar-benar nyambung sehingga obrolan kami terus mengalir tanpa takut kehabisan topik.

Ternyata ngobrol dengan orang asing itu seru juga ya.

Tapi kadang orang asing memang lebih baik jadi orang asing. Makanya, aku pikir itulah yang membuat aku begitu leluasa dan menikmati obrolan kami, seolah aku bisa bercerita apa saja tanpa takut dihakimi atau dinilai macam-macam.

Toh, habis ini kami berdua nggak bakalan pernah ketemu lagi.

“Habis ini lo mau ke mana lagi?” tanya Julian setelah menelan kentang goreng yang baru saja ia comot di piring.

Aku mengalihkan pandangan dari ponsel dan menatap mata sipit Julian. “Habis ini gue bakal langsung balik sih. Udah sore juga, dan kayaknya mau ujan lagi.”

“Iya sih emang kayaknya nanti malam bakal hujan badai. Mendung banget gini. Yaudah ayok gue anterin balik.”

“Oh, nggak usah, J. Gue udah pesen O-car kok ini,” tolakku sambil menunjukkan layar ponsel ke cowok itu. Dan aku dapat melihat wajah tak setuju Julian karena keputusanku.

“Lo sengaja ngehindar.”

Ya, memang betul. Aku tahu Julian adalah tipe yang nggak bakalan membiarkanku pulang sendiri. Oleh karena itu aku pesan O-car diam-diam. Dan alasannya jelas untuk menghindari cowok itu, bagaimanapun juga kami tetap orang asing. Dan jelas, aku nggak bakalan membiarkan orang asing—terutama cowok—tahu di mana aku tinggal.

Lebih baik sedia payung sebelum hujan, nggak ada salahnya aku berjaga-jaga karena aku tinggal sendiri di Jakarta. Kalau bukan aku yang melindungi diri sendiri, ya memangnya siapa lagi.

“Oh, gue cuma nggak mau ngerepotin lo, kok.”

“Gue nggak repot sama sekali, Luna.”

“Tetep aja nggak enak ah gue. Kalo gitu, gue duluan ya, J. O-car gue udah nyampe depan nih!”

“Kalo gitu please, kasih nomor lo dong!”

Akhirnya aku meraih tisu dan menuliskan beberapa nomor di sana. Lalu segera keluar karena O-car yang aku pesan sudah menunggu di depan.

Dengan langkah buru-buru aku keluar restoran, meninggalkan orang asing yang menemani soreku hari ini.

Good bye, J!

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang