a perfect partner

217 39 0
                                    

Stadion Gelora Bung Karno tampak begitu ramai malam ini. Penuh dengan orang yang tengah berolahraga dan hangout untuk menghabiskan malam Minggu.

Hari ini teman-teman sekelasku mengadakan acara night run bersama. Lalu karena malam ini aku dan Clara tidak ada acara, akhirnya kami pun memutuskan untuk ikut. Toh, sudah lama juga kami tidak hangout bersama. Biasanya sih kalau malam Minggu pada lebih suka ngadain party, gantian dari rumah si A ke B lalu ke C. Kalau party aku dan Clara keseringan nge-skip, kecuali temanya seru dan makanannya enak-enak.

Kami semua janjian berkumpul di pintu A jam 7 malam. Tapi karena sekarang baru jam 6 lewat 10, jadinya baru aku dan Clara yang sampai.

Setelah menitipkan barang bawaan kami di Paxel Box, aku dan Clara pun memutuskan untuk duduk-duduk dulu di sekitaran stadion sambil menunggu yang lainnya datang.

"Duh, gue beneran harus serius latihan renang nih biar nilai olahraga gue memenuhi syarat beasiswa semester depan."

"Semangat, Sis! I know you can do it! Lo kan si tipe bbt alias belajar-belajar tipes. Jadi, gue yakin di penilaian akhir nilai lo juga bakal oke. Lo kalo udah ngambis serem, Lun."

"Tapi masalahnya, gue belum tahu mau latihan renang di mana. Apa gue ikut les renang di Century?"

"Idih ngapain amat! Sayang duitlah! Anak-anak club renang kita juga oke. Dan temen sebangku lo adalah salah satu yang terbaik. Minta tolong aja sama si Bagas."

Aku langsung menggeleng keras-menolak ide gila Clara. "Oh, BIG NO! Yang ada bukannya belajar, tapi gue diajak ribut mulu sama jelmaan iblis satu itu. Lalu karena gue nggak bisa nahan emosi, sejam kemudian ada berita murid sekolahan tenggelam di kolam renang. Kolam renang sekolah kita jadi angker, dan kita nggak bisa lagi cuci mata!"

"Tapi lo sama si Bagaskara itu beneran partner belajar yang oke tahu. Lo sadar juga kan? Semenjak duduk sama Bagas dan selalu ngerjain tugas bareng, kalian terus yang ranking 1 atau 2 paralel. Ikut lomba cerdas cermat juga selalu juara. Lo sama Bagas itu saling melengkapi kalo udah masalah belajar. Jadi gue yakin, kalo dia ngajarin lo berenang, otak lo pasti cepet konek."

Sebenarnya yang dibilang Clara ada benarnya juga, tapi aku ogah minta tolong pada seorang Bagaskara. Ya, biarkan kali ini aku rugi gara-gara gengsi!

"Ah, tetep ajalah! Ogah gue minta tolong sama dia! Tapi mungkin, nanti gue coba minta sama anak club renang lain deh yang cewek. Apa gue kontak Kak Novita?"

"Boleh juga sih, kalo lagi nggak banyak tugas pasti mau aja dia. By the way, lo sama si cowok buku biologi beneran nggak kontakan lagi nih?"

Setelah kejadian jalan dengan stranger di Perpustakaan Nasional waktu itu, aku memang langsung menceritakan kejadian tersebut pada Clara. Dan tentu saja hal itu langsung membuat cewek itu merongrong cerita lengkapnya dari prolog sampai epilog, dan Clara masih menyesali tindakanku yang tidak memberikan nomorku dengan benar pada Julian.

"Nope. Udah gue bilang, dia seru tapi kadang stranger lebih baik jadi stranger. Inget coy, dua huruf berbunyi 'hi' bisa bikin trauma 5 tahun!"

"Haish, lo terlalu pesimis! Jadi kenalan kan nggak ada salahnya. Lagian kata lo anaknya seru juga, kan?"

"Percaya aja sama kata sakti yang gue yakin bakal eksis sampai seribu tahun ke depan; 'jodoh nggak bakal ke mana.' By the way, lo sama Kak Kenzo gimana? Balik HTS-an nih? Kemarin gue liat dia masuk ke UKS pas gue pergi."

Clara menarik napas berat. "It's complicated. Dan iya gue tahu, lo bakal mikir gue bego. But I know the consequences, Luna. Ini bakal sakit kalo nggak berhasil, tapi mungkin rasa sakit itu sepadan. Gue happy sama Kak Kenzo, dia bikin gue semangat sekolah dan les. Dia bikin gue semangat ikut ekskul basket dan ngerjain tugas. So, gue memutuskan untuk tetep menjalani ini. Walau nanti akhirnya bakal menyakitkan."

Aku mengangguk mengerti. "It's okay, Cla. Apapun keputusan lo, lo tahu gue bakal selalu dukung. Pundak gue bebas lo tangisin deh kalo patah hati lagi!"

"Thank you, Luna! Love you so much, babe! Eh, udah jam 7 nih. Yuk kumpul sama yang lain!"

Lalu kami berdua pun segera pergi ke pintu A, di mana beberapa teman sekelas kami sudah datang dan berkumpul.

***

Sebelum berlari, aku melakukan pemanasan. Dan jujur saja aku bete setengah mati karena lupa membawa headset yang sudah aku siapkan di ranjang. Aku ini tipe yang males olahraga, jadi dengerin lagu yang jedag-jedug bisa menambah semangat. Tapi aku malah lupa bawa headset, jadi semangatku kini betulan ada di titik 0.

Sehingga aku membiarkan teman-teman yang lain lari berombongan, sedangkan aku cuma jalan memutari GBK tanpa semangat sama sekali.

"Ck, lari dasar pemalas! Ngapain sih lo ke sini kalo ujung-ujungnya tetep nggak olahraga?" sinis Bagas yang kini ikut berjalan di sampingku, keringat tampak memenuhi wajah cowok itu, sepertinya ia sudah berhasil berlari satu putaran.

"Sssttt! Diem! Gue lagi nggak mood! Dan nggak usah banyak komentar, kalo mau lari sana gih tinggal lari!"

"Ayok lari sama gue. Ngapain sih ke sini malah nggak nikmatin momen? Bad mood kenapa lagi?"

"Gue lupa bawa headset!" jawabku dengan bibir mengerucut sebal.

Lalu Bagaskara berdiri di depanku, sehingga kini kami berdiri tatap-tatapan di tengah orang-orang yang berlari di sekitaran GBK.

Ia mencopot earphone yang ada di telinga kirinya, lalu memasangkannya di telingaku. Sehingga lagu Lotto milik EXO langsung terdengar di indra pendengaranku.

Setelah itu aku dan Bagaskara lari beriringan berdua. Karena kecepatanku kayak siput, Bagas terus mengejekku dan menyorakiku sehingga aku ingin sekali menjambak rambut lepek cowok itu.

Namun, walau begitu ia tetep setia berlari menemaniku dan mengikuti ritme kecepatanku. Lalu sesekali ia juga bakal menepuk punggungku lembut saat aku mulai bengek dan tidak kuat berlari.

Dan saat ini aku baru sadar, jika Bagas memang selalu seperti ini. Walau menyebalkan, tapi ia juga selalu ada untukku dan mendukungku dalam banyak hal.

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang