happy birthday.

266 43 0
                                    

Sejak pertama kali kerja part time di Jasmine, aroma tempat ini sudah menjadi aroma favoritku.

Aroma kopi, mentega yang baru matang, dan manis gula-gula benar-benar perpaduan yang membuat hati berbunga-bunga.

Jasmine adalah sebuah cafe tempat aku kerja part time selama setahun terakhir. Setiap weekend aku akan menghabiskan malam di sini. Dan tempat ini pulalah yang membuat aku nge-chat seorang Bagaskara untuk pertama kalinya, tentu saja tidak untuk pergi kencan pertama. Namun, karena ia adalah orang yang tiba-tiba share loker di jam 2 pagi, lalu karena aku insomnia dan lihat ada notifikasi grup angkatan, aku pun membuka pesan tersebut.

Tertarik dengan pekerjaan yang ditawarkan, akhirnya aku pergi wawancara, dan yada ... yada ... Lalu diterima. Jadi, ya ... Aku dan Bagaskara yang sama-sama jomlo ngenes, akhirnya sering menghabiskan waktu di sini. Karena kami berdua bekerja di sini.

Dan percayalah bekerja dengan Bagaskara itu menyebalkan. Dia betulan bossy parah! Sok-sokan ngatur ini itu, dan kadang muka songongnya pengen aku siram espresso!

“Gas, yang bener aja dong lo! Lagian stok gula kan biasanya ada rak dua!”

“Nggak nyampe ya, dek? Kasian.”

“Gue tau lo sengaja kan mau ngerjain gue? Nggak usah bercanda! Nanti kalo cafe rame dan kita belum nyetok gula, bakal repot!” omelku masih berkacak pinggang.

Saat ini aku benar-benar kesal setengah mati pada cowok itu. Soalnya, biasanya stok gula yang ada di rak kedua, tiba-tiba ada di rak ketiga. Dan tentu saja, aku si manusia 150cm ini, tidak sanggup menggapainya.

Dan yups, aku pastikan bukan ulah tuyul atau kuntilanak iseng, karena ada rajanya demit di sini—sudah pasti ini kerjaannya si Bagas. Entah kenapa si sialan itu tidak bisa membiarkan hidupku tenang sehari saja. Ia selalu tahu bagaimana cara membuat aku naik darah!

“Bukan gue yang mindahin.”

“Oh, berarti temen-temen lo, ya? Si tuyul atau buto ijo?”

“Kejam lo nyamain Edgar sama buto ijo.”

“Edgar nggak mungkin naro di rak tiga! Dia nggak kayak lo yang suka liat gue menderita!” ujarku masih ngomel dan melotot. Mana hari ini adalah hari pertama aku menstruasi, cowok ini benar-benar membuat aku bad mood parah.

Setelah mengatur berbagai cake yang ada di etalase, akhirnya Bagaskara melihat ke arahku. Sehingga kini kami berdiri berhadap-hadapan. Aku mendongak kesal, sedangkan ia menunduk gregetan.

Lagi-lagi ia menyentil dahiku. Dahiku ini benar-benar selalu menjadi sasaran jarinya. Hal ini benar-benar menyebalkan, tapi aku selalu telat kalau mau menghindar.

“Lo kalo memang butuh bantuan, apa salahnya sih minta tolong? Kenapa semuanya harus pakai urat dulu? Lagian nggak capek apa lo dari tadi ngomel melulu?”

“Makanya lo kalo nggak mau dibawelin, nggak usah nyari gara-gara!”

“Bukan gue yang naruh di situ, Luna! Dan minta tolong nggak bakal bikin lo mati besok pagi!” serunya seraya menaruh gula di rak kedua dengan emosi yang tampak jelas di wajahnya. Ah, sepertinya bukan hanya aku yang tidak dalam mood yang baik saat ini.

Dan ya ... Harus aku akui kalau kali ini yang kebanyakan drama memang aku. But believe me, hari pertama menstuasi itu benar-benar membuat perasaan kacau dan mood berantakan. Sampai kadang aku tidak bisa mengontrol perasaanku sendiri.

Namun, walau begitu tetap saja seharusnya aku nggak boleh melampiaskan bad mood-ku pada Bagaskara. Jadi, aku benar-benar harus minta maaf.

Karena nyatanya, seburuk apapun perasaanmu atau seanjlok apapun mood kamu, nggak ada orang lain yang berhak jadi pelampiasan. So, make deal with it.

Aku menarik napas panjang untuk menenangkan segala perasaan bergejolak—akibat hormon yang ada di tubuhku. Lalu baru saja aku berniat untuk minta maaf, si menyebalkan itu sudah berulah lagi;

Saat aku berjinjit untuk mengambil gula yang ada di rak kedua, dengan gerakan super cepat Bagas meraih gula lebih dulu lalu ia memindahkannya ke rak ketiga. Dan tentu saja, jarak itu di luar jangkauanku.

Emosiku yang tadi hampir habis, kini pun tersulut kembali. “Bagas setannnnnnnnnnnnnnn!”

What baby? Need help again? Beg me,” ujarnya dengan ekspresi songong minta ditampol.

Aku mengambil segenggam kopi yang sudah digiling, lalu menyiramnya ke wajah pria itu seperti sedang mengusir setan beneran. “Balik sana ke neraka dan nggak usah ke sini lagi!” teriakku diriingi suara bersin Bagas setelahnya.

***

Hujan semakin deras di luar sana. Suata petir pun bersahutan seolah langit tengah berdebat dengan ganasnya. Angin bertiup kencang, hingga hawa dinginnya menusuk tulang. Dan jujur saja itu membuat tubuhku merinding.

Bagaskara menatapku tajam dengan wajahnya yang berubah gosong karena penuh dengan bubuk kopi. Tatapan pria itu lebih menusuk daripada dinginnya angin, dan itu semakin membuat bulu kudukku meremang.

Dengan gerakan slow motion pria itu mulai membersihkan dahi, lalu pipi, dan terakhir bibir. Tapi selama itu, ia juga tidak mengalihkan tatapanya sama sekali dariku. Bahkan, berkedip saja tidak.

Sial, mati aku!

Lalu akhirnya ia mengalihkan tatapannya, dan kopi yang sudah digiling menjadi pusat perhatiannya saat ini. Wajahnya tampak serius, seolah ia akan melakukan pembantaian manusia dengan kejam.

“Oh, boy, don't you dare!”

Bagaskara tersenyum smirk—seperti villain di film psikopat—lalu dengan gerakan cepat ia meraih lenganku hingga aku tidak bisa ke mana-mana.

Hohoho, try me, baby!” Lalu dengan sekejap ia meraih tempat kopi dan menumpahkan kopi tersebut di atas kepalaku. Sehingga kini bubuk kopi memenuhi sekujur tubuhku.

Ah, sial!

Kalo revenge is the best revenge, maka karma is a bitch!

“Yak! Mati lo, Gassssssss!”

Lalu diiringi lagu espresso milik Sabrina Carpenter, aku dan Bagaskara kejar-kejaran seperti anjing dan kucing di dalam cafe. Membuat Jasmine berubah jadi kapal pecah dan demi Tuhan sepertinya besok aku bakal dipecat.

Dan sumpah, saat aku dipecat, orang yang bakal aku bunuh duluan adalah seorang Bagaskara.

Setelah berlarian sana-sini, akhirnya kami sama-sama lelah. Hingga akhirnya kami berdua tiduran di lantai cafe yang dingin dan dipenuhi oleh butiran kopi. Sesekali kami juga bersin bersama karena partikel dari bubuk kopi yang sangat kecil masuk ke hidung.

Hah ... Hah ... Hah ....

“Sumpah kalo gue dipecat, gue pastiin lo juga bakal dicoret dari KK!”

“Kak Jasmine nggak sejahat itu.”

“Nah, kadang gue juga heran! Kok bisa Kak Jasmine yang kayak malaikat itu punya adik jelmaan setan kayak lo! Dasar nyebelin! I hate you!” seruku seraya menengokkan kepala ke arah pria itu.

Ternyata Bagaskara sejak tadi sudah menengok ke arahku, sehingga kini wajah kami saling berhadapan dan tatapan mata kami bertemu.

“Happy birthday.”

Aku tidak menjawab apapun, aku hanya menatap mata kecoklatan itu lama.

Bagaimana bisa ia ingat? Saat aku lupa segalanya?

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang