fake it until you make it

194 25 0
                                    

Malam ini aku dan Clara datang ke pesta ‘bulanan sekolah’ dengan kostum terbaik kami. Aku memakai bajunya BIBI di video clip Sugar Rush, sedangkan Clara memakai punya Melanie Martinez di lagu Mrs. Potato Head.

Biasanya aku dan Clara tidak tertarik untuk datang ke pesta yang diadakan oleh ketua angkatan itu. Tapi kali ini tema pestanya benar-benar menarik yaitu, pop song. Jadi, pesta kali ini mirip pesta cosplay karena semua orang tampak memakai baju dari MV favorit masing-masing.

I make bread, but I ain't no baker
Good girl on her worst behaviour~🎵🎵🎵

Don't be dramatic it's only some plastic
No one will love you if you're unattractive~🎵🎵🎵

Itulah pesan yang ingin kami sampaikan saat memilih memakai baju ini.

Kami juga berdadan totalitas seperti aslinya. Dari mulai kostum, make up, sepatu, bahkan sampai pernah-pernik. Pokoknya terima kasih banyak buat Tante Janetta Santoso yang butiknya udah kayak wardrobe ajaib yang punya baju apa saja!

Masuk sana benar-benar surga, seperti fashion board Pinterest versi nyata. So, terima kasih untuk Clara yang punya privileges untuk belanja baju di sana, sehingga aku jadi ikut kecipratan.

Nggak papa, Mbak Taylor said; fake it until you make it. Sekarang numpang privileges dulu, di masa depan aku pastikan akan punya privileges ini sendiri!

Begitu memasuki pesta yang diadakan di rumah Caroline lagu Spot milik Jennie dan Zico langsung menusuk indra pendengaran. Beberapa orang tampak bergoyang menikmati musik dan yang lainnya sibuk bercengkrama dengan minuman di tangan masing-masing.

Tentu saja tidak ada minuman keras atau narkoba, karena bagi pengurus siswa reputasi sekolah itu segalanya. Jadi, mereka benar-benar memasang rules yang super ketat, bahkan jika ada yang melanggar dengan membawa minuman keras atau narkoba diam-diam—mereka akan langsung kena blacklist.

Percayalah, di blacklist oleh kakak kelas yang merupakan pengurus angkatan itu benar-benar bakal merepotkan. Karena semua urusan di sekolah sebelum berurusan dengan guru biasanya di-handle oleh kakak kelas dulu. Makanya, selama di sekolah aku jadi murid yang lurus-lurus saja. Tidak bermasalah dengan teman, kakak kelas, adik kelas, ataupun guru. Kalau tetap ada yang tidak suka ya kembali ke dikotomi kendali, toh aku nggak harus disukai oleh semua orang. Memangnya aku siapa? Aku bukan pusat dunia. Dan semua orang nggak harus menyukaiku.

Dengan malu-malu Clara menerima uluran tangan Kak Kenzo yang mengajaknya untuk menikmati pesta. Dan aku pun segera menghampiri Bagaskara yang kostumnya paling tidak menarik hari ini.

Ia cuma pakai jeans belel berwarna abu-abu dan baju putih dengan tulisan One Ok Rock—heartache. Idih dasar sadboy!

“Hi,” sapaku sambil tersenyum.

“Hi,” balasnya sambil membalas senyumanku.

“Sekilas info, lo adalah peserta pesta paling gembel yang datang hari ini. Sekian, terima kasih kembali.”

Aku pun segera bergerak menjauh saat Bagas bersiap-siap untuk mengacak dandanan rambutku.

Don't try to get handsy you get a sugar rush,” ujarku seraya menyanyikan lirik lagu BIBI.

Already, did,” rayu cowok itu yang bukannya membuat aku blushing tapi malah membuatku cemberut.

Bagaskara hanya tertawa saat melihat responsku, lalu ia merangkul bahuku dan menuntunku untuk menikmati pesta. Karena nggak jago dengan urusan dance floor, kami pun memutuskan untuk ikut bermain games saja.

Games yang kami ikuti adalah games lempar bola pingpong ke cup berpasangan. Siapapun pasangan yang pertama kali memenuhi empat cup di depan sana, maka ialah pemenangnya. Dan siapapun yang menang, akan mendapatkan sebuah tiket seharian untuk jalan-jalan di Galeri Nasional. Oh, dan tentu saja hal ini membuatku semakin bersemangat.

“Awas aja ya, Gas, kalo kita nggak menang, seriusan deh seminggu ke depan lo duduk di samping gue, hidup lo nggak bakal tenang.”

“Pernah liat gue kalah?" tanya Bagas dengan percaya diri, dan hal itu langsung membuat aku tersenyum lebar karena yakin sekali kami bakal menang kali ini.

Bagas adalah tipe yang menjunjung tinggi; menang harga mati! Memang mental yang bagus, tapi kalau berlebihan sih tetap bikin despresi.

Dengan semangat kami berdua pun mulai bermain games. Kami akan bertos ria bahkan sampai berpelukan saat kami berhasil memasukkan bola ke dalam cup. Lalu kami akan saling menyemangati saat kami sama-sama gagal, sehingga kehilangan kesempatan lemparan.

“Fokus, bayikkkkk, nggak papa nggak harus menang. Kalo kita kalah, gue yang bakal beliin tiketnya,” ujar Bagas saat aku hendak meleparkan bola pingpong yang merupakan kesempatan terakhir kami. Dan kata-kata cowok itu membuatku lebih tenang dan rileks, tidak tegang seperti tadi.

Sehingga saat aku melemparkan bola terakhir, bola tersebut pun mengenai sasaran. Sehingga aku dan Bagas menang.

“Yey, kita menang!” teriakku seraya memeluk Bagaskara. Dan cowok itu pun langsung mengangkat tubuhku dan membawaku berputar.

“Iya, dunia cuma milik Bagas dan Luna, yang lain cuma ngontrak!”

“Buset mataku ternodai!”

“Cih, dasar bucin!”

“Kapan ya gue begitu? Bertepuk sebelah tangan mulu coy!”

Aku hanya mengabaikan berbagai komentar yang menyindir kami terang-terangan. Lalu mendatangi panitia untuk mengklaim tiket pameran di Galnas dan kembali ke pesta untuk menikmati camilan dan minuman gratis.

“Mau ke galeri besok?” ajak Bagas.

Aku pun langsung menggeleng. “Nggak bisa, soalnya besok Julian mau mampir ke kosan.”

“Oh,” jawab cowok itu datar. Dan aku baru sadar, kalau sepertinya aku salah memilih kata-kata.

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang