it's me, hi i am the problem its me

253 41 4
                                    

Hujan masih mengguyur dengan derasnya di luar sana. Membuat aku merapatkan selimut yang membungkus seluruh tubuhku rapat-rapat. Apalagi aku baru saja keramasan, akibat seluruh tubuhku tadi penuh kopi dari ujung kaki sampai kepala. Sehingga dingin yang aku rasakan kini bertambah jadi dua kali lipat.

Aku langsung meraih cokelat panas yang diberikan Bagas, lalu menangkupnya dengan jari-jariku yang gemetaran sehingga kini rasa hangat dari gelas membuat aku merasa lebih baik.

Dengan tubuh yang sama menggigilnya, kini Bagas duduk di sampingku. Rambut pria itu masih basah, karena ia benar-benar baru beres mandi.

Aroma kopi masih tercium ke mana-mana, tapi cafe sudah bersih karena tadi aku dan Bagas sudah membersihkannya lagi hingga kinclong.

Sekarang sudah pukul sebelas malam, hujan juga masih mencumbu bumi seolah kerinduannya tidak akan pernah usai, sehingga kini kami berdua terjebak di cafe tanpa bisa pulang ke rumah masing-masing.

Untungnya, lantai dua cafe sudah seperti rumah yang dipenuhi kebutuhan primer dan juga sekunder, sehingga aku dan Ares bisa menginap di sini malam ini. Tentu setelah izin dengan Kak Jasmine, dan menyalakan kamera live yang tersambung ke laptop bos kami itu.

Untuk memastikan aku dan Bagas tidak macam-macam, padahal aku cuma ingin melakukan satu macam. Yaitu, menempeleng kepala pria itu karena ia telah membuatku mandi hampir tengah malam. Mana lagi hujan dan dinginnya menembus tulang pula!

Sorry, ya, coyyyyy! Harusnya gue malam ini juga di sana, tapi hujannya malah nggak kelar-kelar. Sekali lagi happy birthday, wish you all the best. Terima kasih sudah lahir ke dunia dan jadi sahabat gueeeeee!”

Sejak tadi aku memang sedang video call dengan Clara, ternyata Clara dan Bagaskara memang sudah menyiapkan pesta kejutan hari ini jauh-jauh hari. Tapi hujan mengacaukan segalanya, sehingga pesta yang harusnya kami rayakan bertiga, kini malam membuatku terjebak semalaman dengan Bagas.

“Iya nggak papa, Cla. Makasih buat kejutan dan kuenya. Tapi lain kali, tolong rencanain pestanya jangan sama si kampret satu ini lagi. Dia bikin gue mandi kopi!”

Bagas menyentil dahiku. “Sebenernya gue nggak bakal ngulah, kalo lo nggak ngulah duluan. Dan kejutan Clara lebih ekstrem lagi, dia udah nyiapin telor, tepung, dan antek-anteknya.”

“Gue nggak bakal ngulah kalo lo nggak nyebelin!”

“Tolong ya ngaca! Hari ini yang nyebelin parah itu lo!”

“Guyssssss? Hellowwww, masih ada Clara di sini???????! Bisa nggak berantem suami istrinya nanti aja? Kalian yakin bakal baik-baik aja nginep bareng gitu?” tanya Clara sambil bergidik ngeri di layar.

“Ya, kalo besok gue tiba-tiba ngilang dan nggak bisa dihubungi, lo tahu siapa pelakunya,” ujar Bagaskara seraya mengedikkan dagu ke arahku.

“Oh, tentu, malam ini gue bakal bangun tengah malem, lalu nyekik lo dalam tidur,” sarkasku seraya memutar bola mata malas.

See? Tolong rekam yang tadi sebagai bukti.”

“Udah lewat gimana bisa direkam!”

“Nah itu gampang baby, lo tinggal ngomong ulang. Lo kan jago ngulang-ngulang masalah, dan ngoceh nggak berhenti-henti!”

“Yak! 99% masalah hidup gue itu karena lo, gue ngoceh mulu juga karena lo! Dipastikan ya, Gas, kalo lo jauh-jauh, hidup gue baik-baik aja tuh!”

“Nyenyenyenye~ kan kan mulai dia. Si ratu cerewet sejagat!”

Clara menghela napas di layar. “Okay guys, silahkan dilanjut. Tapi tolong jangan ada adegan cekik-cekikan atau berdarah-darah, gue terlalu muda buat jadi saksi pembunuhan dan terlalu muda buat jadi saksi drama rumah tangga, yang mungkin setelah ini berubah live jadi 18+. So, good night, good bye, oyasuminasai! Tolong jangan lupa pake kondom!”

What the—Claaaaaa itu maksudnya apa yaaaaaa?” tanyaku seraya menyudahi debat dengan Bagaskara dan kembali mengalihkan wajah ke layar ponsel, tapi sebelum aku sempat protes, cewek itu sudah mematikan telepon lebih dulu.

Hah, daripada masalah perkondoman lebih mungkin aku dan Bagaskara terlibat masalah cekik-percekikan malam ini!

***

Thanks.”

“Apa? Gue nggak denger!”

Hah....

“Gue bilang makasih. Makasih karena inget ulang tahun gue, makasih buat kue ini, buat es krimnya, tapi gue nggak bakal terima kasih karena disiram kopi ya dasar sialan!”

“Lo yang nyiram gue pake kopi duluan!”

“Itu karena lo nyebelin!”

“Lo—”

“Apa?”

“Nggak capek apa ngomong mulu? Mending cepetan pilih filmnya. Katanya mau nonton.”

“Gue juga heran, kenapa sih gue kalo di deket lo jadi ngomong mulu? Padahal sama orang lain nggak. Udah jelas, you're the problem!”

“Yessss, it's me hi i'm the problem its meeee!” teriak Bagaskara dengan muka sebal setengah mati. Aku yakin sebenarnya cowok itu gregetan ingin mengunci mulutku rapat-rapat.

“Akhirnya nga—” Sebelum aku sempat bicara, ia membekap mulutku duluan, hingga tentu saja itu membuat aku protes lagi dan lagi. Dan jelas itu sebuah kesalahan, karena kali ini wajah pria itu benar-benar masam karena aku terus mengomelinya tanpa henti. Tapi kali ini, Bagas tidak protes sama sekali. Ia hanya cemberut, dan sesekali menanggapi omelanku dengan sinis.

Dan lagi-lagi, sebenarnya kami bisa berhenti. Tapi, kami memutuskan untuk terus berdebat seperti ini. Seperti sudah begitu natural dan berjalan apa adanya.

***

Setelah perdebatan panjang yang akhirnya membuat kami capek sendiri, aku dan Bagas pun memutuskan untuk menonton film horror-comedy Thailand berjudul Pee Mak.

Namun, walau kami menontonnya tengah malam, kami sama sekali tidak  takut karena film yang dibintangi oleh Mario Maurer dan Davika Hoone ini benar-benar membuat ngakak.

Akhirnya untuk menghabiskan malam aku dan Bagas maraton film bersama. Kami nonton sambil saling sender di sofa dan sesekali nyemil es krim dan chunky bar.

Malam ini aku benar-benar tertawa lepas bersama Bagaskara. Malam ini adalah malam ulang tahun terbaik sepanjang hidupku.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 3 malam, dan aku punya kebiasaan sebelum tidur yang bisa dibilang bisa jadi bumerang saat aku bangun.

Dan sepertinya saat ini aku tengah melakukan kebiasaan itu.

“Sekali lagi, makasih banyak buat malam ini Bagaskara. Kalo aja lo nggak menyebalkan, kita pasti bisa jadi teman baik yang menyenangkan,’” ujarku seraya memejamkan mataku yang sudah ngantuk parah.

“Gue yang makasih karena malam ini lo ada di samping gue, Luna. Dan siapa bilang gue mau temenan sama lo?”

Hah, benar-benar malam ulang tahun yang sempurna. Bahkan, saat ini pun aku sampai bermimpi indah.

august. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang