It (actually) Does Something
_________________________
"Selamat pagiii. Aishit." Perbedaan nada kentara sekali di dua kalimat yang berdekatan diucap tersebut.
"Masih ngantuk, jangan diusilin dulu, heh," hardik seorang perempuan dengan suara rendah. William baru saja kena cubit kakaknya lantaran sudah memainkan pipi Kayla yang baru bangun. Bocah itu bahkan masih belum sanggup mengangkat kepala dari pundak mamanya.
"Kaylaa katanya kangen Om." William menarik kursi di sebelah Anetta. Meletakkan dirinya untuk duduk kemudian menawarkan kedua tangannya pada bocah itu. "Sini gendong."
Namun yang ditawari seakan sedang belum tuntas mencerna mimpi-mimpinya. Gadis kecil berpipi bulat itu hanya melirik sekilas, mengedip malas. Tangan kirinya terangkat menggaruk kepalanya menggerakkan dua kuncir yang sudah berantakan. Di mata William keponakannya itu begitu menggemaskan. Ingin rasanya meremas dan menyedot pipinya yang penuh seperti kue bun itu. Semalam saat ia baru datang, bocah itu sudah tidur sehingga pamannya ini belum sempat bertukar sapa.
"Coffee ah? or tea?" Leo datang ke meja makan, meletakkan dua mangkuk sereal berukuran berbeda dengan susu yang terpisah. Masing-masing diletakkan di depan Anetta. Kayla beringsut, memutar tubuhnya kali ini duduk dipangkuan mamanya.
"Sarapan dulu yuk?" Gadis itu mengangguk. Anetta menggeret kursi balita mendekat, Kayla sudah mau duduk sendiri saat makan. Sebuah training yang ia lakukan supaya gadis itu tidak sering merengek pada orang tuanya.
"Lo bikin apa?" karena baru merasa ditawari, William menjawab satu menit setelah pertanyaan itu muncul.
"Coffee."
"Yaudah sekalian."
"Ok. Oh you don't like sweet ah?"
"Mmm."
"I'm making the omelette."
"Makasih, Lei."
Leo hanya mengangguk sekilas sambil kembali ke dapur. Anetta sedang membiarkan Kayla menuangkan susunya sendiri ke dalam mangkuk sereal.
"Mana skill masak lo yang lo pamerin itu?" William mencibir. Sebenarnya sangat jarang ia menginap di tempat kakaknya. Kalau ke SG sering ia memesan hotel, dan bertemu kakaknya di acara makan malam. Maklum, seringnya ke sini sebab ada urusan pekerjaan, atau ya dengan kedua orang tuanya. Baru kali ini setelah sekian lama ia pergi hanya untuk bertamasya. Ia baru tahu kalau di dalam rumah tangga ini, Leo yang sehari-hari di dapur, bukan kakak perempuannya."
"Kapan gue pamer?"
"Dih, lo di grup sering kirim foto itu yang ayam pop, gurame apa itu minggu lalu."
Anetta meloloskan dengusan kecil. "Itu namanya menghargai, tahu nggak?" Tidak nyambung. Kakak William ini menelan serealnya sebelum menjelaskan panjang. "Gue menghargai papi mami yang udah ngejodohin sama Leo yang mau masak jadi gue sesekali masak biar kelihatan berbakti di keluarga ini."
"Akal bulus emang."
"Shut ah." Anetta mendorong sikutnya ke arah adik yang sudah tumbuh besar itu. "Lagian apa masalahnya? Orang dianya seneng masak, kenapa gue harus pusing-pusing? Lo lihat celemek dia tadi nggak? Itu dia sendiri yang beli. Seneng banget lagi katanya bikin kelihatan kayak chef." Anetta tersenyum. Namun William bukan menangkap itu sebagai senyuman yang mengejek, malah terlihat sebagai sesuatu yang Anetta banggakan.
William sempat mengira bahwa kakaknya akan selamanya bentrok dengan kedua orang tuanya, tetapi akhirnya rujuk bahkan akur dan mau menerima perjodohan papinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salted Caramel
General FictionPerkenalkan, dia adalah Nia, dokter muda, penyuka manis, yang sedang mengejar cita-cita, tetapi sering dijodoh-jodohkan mamanya. Ia berjabat tangan dengan William di sebuah jamuan makan malam. Pengusaha, penyuka sup asin, yang tak percaya pada cinta...