25 | Reconcile

208 24 0
                                    


Clear the gap

____________



Nia memasuki apartemen yang sudah dua malam tidak ia tiduri. Rasanya aneh walaupun seharusnya hal biasa. Ia meninggalkan apartemennya ketika menginap di rumah mama atau di ruang jaga malam. Tetapi ya, kejadian terakhir ini memang membuatnya tiba-tiba jadi memandang sentimentil ruangan ini. Seperti ada kerinduan dan kelegaan sekaligus yang menghampiri ketika akhirnya bisa memperoleh ketenangannya kembali.

Sedikit, sebenarnya banyak, ia merasa bersyukur ia punya seorang William. Pilihannya malam itu memang antara menginap di rumah Lala atau memesan hotel. Tetapi ia tidak tahu akan seterpuruk apa apabila ia menginap sendirian di hotel. Mungkin tangisnya tidak kelar dalam dua hari. Ketika memutuskan ke rumah Lala, ia sebenarnya hanya ingin ditemani. Nia tahu Lala sudah menikah dan kedatangannya bisa mengganggu, tetapi ia benar tak punya orang lain. Jean sedang pulang ke Bandung dan Devina sedang jaga malam. Menginap di rumah sakit? Akan jadi gossip apa apabila ia menangis di ruang istirahat jaga.

William begitu sabar. Nia terkadang merasa telah memanfaatkan laki-laki itu. Ia tidak tahu harus membalas dengan apa kebaikannya.

Nia memutuskan untuk mandi sebelum melakukan hal lain. Amplop dari William memang terlihat begitu menggoda, tapi ia ingin baca sambil berguling di atas kasur. Dan berguling di atas kasur syaratnya adalah sudah mandi dan berganti baju.

Ternyata, ia salah mengira. Setelah mandi dan berguling di kasur, ia membuka lipatan penutup kertas itu. Begitu amplop terbuka yang ia jumpai adalah sebuah foto. Bukan milik William pula. Ini adalah foto Nia dengan mamanya. Foto masa kecil ketika mereka berdua duduk di depan kontrakan rumah lama mereka. Nia sambil memakan es goreng.

Tiba-tiba Nia tidak ingin berguling. Perempuan itu kembali duduk menegakkan punggungnya.

Ada secarik kertas dengan tulisan tangan tegak bersambung. Nia tahu siapa pemilik tulisan ini. Ia memberanikan diri membacanya.

"Kamu ingat ini?

Waktu itu, kita cuma berdua di kontrakan kecil dekat tempat praktik ayahmu. Jaraknya jauh dari tempat mama kerja, tetapi ayahmu tetap lebih jauh.

Waktu itu, kita cuma berdua di kontrakan, di hari libur mama. Kamu tertawa sebab mama membelikanmu es ini, serta membawakan bonekah kuda yang mama beli dari sisihan gaji mama. Ayahmu jarang membelikanmu boneka, pria itu lebih suka membawa pulang buku-buku kedokteran supaya kamu tertarik. Padahal kamu juga menyenangi boneka.

Waktu itu, kita cuma berdua di kontrakan, dan mama merasa hari-hari di sana tidak sepi sebab diisi oleh tawamu, rewelnya kamu, tantrumnya kamu. Walau jarang ada ayahmu.

Waktu itu, kita cuma berdua di kontrakan. Mama merasa cukup dengan adanya kamu di samping mama.

Foto ini selalu mama bawa dimanapun. Mengingatkan mama bahwa kamu anugrah terindah yang hadir di hidup mama.

Kamu bukan kesalahan, kamu adalah kebanggaan mama, dan separuh hidup mama.

Mama minta maaf."

Nia membaca kata demi kata itu tidak lama. Tetapi yang sebentar itu telah memupuk cairan untuk menggenangi dua bola matanya. Ia membiarkan aliran itu turun.

Hari-hari dengan mamanya sangat banyak, begitu banyak yang mereka lalui berdua sampai Nia punya setumpuk album tentang semua itu. Ia lebih bisa dekat dengan mama di saat dulu mereka bahkan belum punya rumah, hanya tinggal di kontrakan sewa. Dan sekarang, saat segalanya telah lebih baik, Nia jadi merasa bersedih dengan kerenggangan mereka. Apa yang salah? Dirinya kah?

Salted CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang