19 | Fact Check

314 28 0
                                        

Do (not) Lose Hope


"Loh? Lo kok di sini?"

Jadi, sebelum sebuah kejadian kecelakaan itu, ada satu kisah yang menghampiri Nia. Dia bertemu dengan Indra waktu datang di hari ia menemui HR di RSIA. Ia lolos penerimaan dan diminta untuk melengkapi berkas serta membicarakan kontrak kerja.

"Gue kan emang di sini," Indra menjawab enteng.

"Hah? Masa sih lo bilang?"

"Yeee, lo aja udah nyela waktu gue baru mau ngomong, Kak." Kak terakhir agak lebih lambat. Seperti tidak niat diutarakan. Tetap saja terasa tengilnya.

"Nggak usah lah pakai Kak segala kalau nggak niat gitu." Nia menimpali. "Lo kelahiran berapa sih?"

"97."

"Hah? Masa cuma beda setahun sama gue? Sekolahnya dua tahun..."

"Yeee, kan gue bilang gue mah pas-pasan otaknya, nggak kaya elo."

"Tapi lo rajin bener deh, tiga slot SIP kepake semua."

Benar-benar, di tiga tempat ia menancapkan jangkar. Nia belum bisa membayangkan seperti apa Indra menjalani jadwalnya. Begini saja rasanya bagi Nia sudah menyita hari-harinya.

"Yah, rajin sama terpaksa beda tipis."

Nia tersenyum kecil. Indra tidak banyak mengeluh, tetapi memang keluhan seperti ini wajar. Di negara wakanda ini, dokter umum itu dihargai berapa sih? Kalau berniat untuk balik modal dari biaya pendidikan saja butuh beberapa tahun. Apalagi jika merencakanan sekolah lanjutan, bukan hanya tulang tetapi sebadan-badan juga perlu dibanting.

"Tapi gue juga mau cabut yang di klinik."

Nia menoleh ke arah Indra. "Oh ya? Kenapa?"

"Mmm nggak seru aja."

Nia sendiri jadi berencana melakukannya. Kalau ia diterima di RSIA, ia hendak melepas jam part time-nya di klinik. Meski di sana cuma 8 jam seminggu tetapi ia ingin memanfaatkan waktu mengisinya dengan hal lain, seperti melakukan jobdesk tambahan yang infonya sering dibagikan Jean.

Dulu saja dia paling malas ikut tim MCU karena harus memeriksa banyak orang dan berlangsung lama—bisa sampai lembur menggarap resume. Tetapi sekarang ia rajin sebab ternyata bayarannya lumayan. Apalagi kalau ada yang mengundang untuk seminar dan workshop, terutama oleh lembaga yang bonafide. Nia sendiri belum banyak melakukannya sebab kompetensi di CVnya mungkin belum terlalu panjang untuk dilirik. Sudah bekerja keras pun tetap harus mempercantik portofolio. Begitulah sehingga tempat kerjanya kerjanya ke depan adalah di RSCM, RSIA, dan tambahan-tambahan yang bisa ia ambil.

Setelah hari William ke kamarnya, ia tidak berhubungan intens dengan pria itu. Kesibukan sama-sama membuat jarak, yang sebenarnya Nia pikir adalah neutralizer dari perasaannya yang mulai merah muda beberapa waktu terakhir. Ia tak ingin pria itu mengganggu proses berpikirnya. Dan situasi ini membuatnya tak begitu merindukan pria itu.

Ia ditabrak oleh mobil box di perempatan waktu ia berangkat jaga di RSIA. Ia langsung menghubungi Indra supaya bisa membantunya izin terlambat. Nia sungkan untuk tidak masuk di hari pertamanya kerja di sana.

Indra ternyata habis jaga pagi, dan sore itu ia menemani Nia memeriksakan lukanya di IGD. Nia mendapat 7 jahitan di lengannya kemudian ia mengompress lututnya yang memar terkena benturan. Jari kaki kanannya juga terasa agak nyeri bekas terjepit.

"Gimana? Lo yakin tetep kerja?"

Indra kembali. Pria itu habis mengurus pemanggilan mobil derek yang membawa mobil Nia ke bengkel. Nia merasa berhutang budi.

Salted CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang