A Vicious Cycle
_____________
Nia tak menampik, dirinya memang merasa bahagia sekarang. Foto-foto hasil potret di TMII kemarin menjadi gambar latar belakang di ponselnya dan ia sering tersipu apabila melihatnya. Aneh sekali. Ditambah ada temannya yang melihat saat mereka di pesta pernikahan Anggi, dokter sejawat yang lumayan ia kenal di sini. Beberapa jadi bertanya apakah ia datang bersama pacarnya dan mengakui kalau William memang tampan. Ini adalah alasannya berhati-hati untuk tidak mengekspos William. Terkadang, ia takut rasa ini membuatnya jemawa. Atau parahnya, ia takut kebahagiaan ini tidak bertahan lama menghampiri dirinya.
Namun, layaknya matahari yang terbit dan tenggelam, semua benda-benda di alam semesta ini beredar melalui lintasan yang berputar mengelilingi pusat gravitasi. Satelit mengelilingi planet, planet-planet mengelilingi matahari, tata surya sendiri juga mengelilingi bima sakti. Tidak pernah tinggal diam dan terus berjalan dari hari ke hari. Rasa senang pun demikian.
Ini adalah mula hari di mana mataharinya tenggelam.
Suatu sore, ia mendapat pesan dari nomor tak dikenal. Bukan pesan spam penawaran pinjol atau iklan-iklan diskon yang biasa masuk di kotak pesan. Tetapi, dari sebuah pesan yang menyebutkan Diyah Mayasari Dharma. Kerut terbentuk di dahi Nia, ia mengenali nama akhirnya tetapi tidak yakin pasti. Pengirim menginginkan sebuah pertemuan.
Maka di sini, Jum'at sore selepas menyelesaikan shift paginya, Nia melajukan kendaraannya menuju alamat terkirim. Sebuah rumah dengan pagar putih yang tinggi. Pagar itu dibukakan oleh penjaga yang menyilakan masuk setelah ia menyebut nama pengirim pesan. Nia memarkirkan kendaraannya di halaman paving yang cukup luas. Tanah di depan rumah itu sebagian besar berumput hijau dengan sebuah kolam air mancur ada tepat di tengah-tengah. Nia sedikit canggung untuk meneruskan langkah, tetapi ia telah sampai di sini.
Saat memasuki ruangan, ternyata benar. Ia tak salah menebak.
"Silakan duduk." Mami William menyilakannya untuk duduk di sofa putih yang memanjang. Ia sendiri sedang menikmati tehnya dengan tenang.
Nia menelan ludahnya. Ia memilih menjaga jarak cukup ketika merehatkan tubuhnya.
"Gimana kabarmu?"
"Baik, Tante."
"Kok tegang gitu sih?"
"Oh." Nia menggeleng ringan. Biar bagaimana pun, ia memang harus menghadapi ini. Maka Nia telah berusaha menguatkan hatinya. "Tante apa kabar?"
"Ya, biasa. Cukup sibuk minggu ini."
Lalu hening. Nia merasa canggung. Nia tidak tahu apa yang perlu dibicarakan dengan mama William. Selama ini, ia tak banyak tahu.
"Ada yang ingin tante tanyakan ke saya?"
Tante Diyah mengerling. "Ya, pengen ngobrol aja. Kita belum pernah ketemu lagi." Nia mengangguk menyetujui. Gadis itu berkali menggigit bibirnya.
Mami William mengingatkannya pada kacamata kucing. Julukan teman-temannya kepada salah satu konsulen Sp.PD. Tidak pernah ramah, cukup sering marah. Tetapi bangsal IGD kerap perlu menghubunginya sebab banyak yang membutuhkan konsultasi dari spesialis penyakit dalam. Bedanya di sini, Nia belum bercakap cukup lama untuk menilai keramahan ini berarti apa.
"Kamu bener menjalin hubungan sama anak saya, ya?"
Nia tertegun untuk sejenak. Ia bingung hendak menyebut katanya bagaimana. "Iya, selama ini hubungan saya baik, Tante, dengan William," pilihnya pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salted Caramel
General FictionPerkenalkan, dia adalah Nia, dokter muda, penyuka manis, yang sedang mengejar cita-cita, tetapi sering dijodoh-jodohkan mamanya. Ia berjabat tangan dengan William di sebuah jamuan makan malam. Pengusaha, penyuka sup asin, yang tak percaya pada cinta...