28 | Purpose

528 35 4
                                        


I'll Bring The Flower

___________________



Bermain dengan Kayla adalah bucket list yang ingin William lakukan bersama Anya. Tidak ada alasan khusus sebenarnya. Ia hanya ingin melihat Anya dengan anak kecil. Dan sore ini, melihat mereka bercanda akrab, membuat hatinya penuh seperti ia akan menyimpan cintanya di jantung, paru-paru, dan seluruh tubuhnya.

Anya mengajaknya berdansa malam itu. Setelah perempuan itu menceritakan pertemuan dengan papanya, Anya berdiri. Menengadahkan tangannya yang membuat William bingung.

"Let's dance."

"Hmmm?"

"Ayo kita berdansa."

"Di sini?" William memandang sekelilingnya yang lama kelamaan kosong dari pengunjung.

"Iya."

Setelah William berdiri Anya melanjutkan bicara. "We never dance before. I feel like I wanna do it tonight." William mengembangkan senyumnya. Perempuan itu kadang tidak bisa ditebaknya.

"Tanpa lagu?"

"Mmm. Kaya gini aja." Anya melepas genggaman tangan William dan memutar tubuhnya.

"Tunggu, aku tahu." William membuka ponselnya, mencari lagu yang ia ingat di kepalanya yang mengingatkannya akan hari ini. Petikan gitar akustik itu muncul mengisi suara di sekitarnya. Anya mengernyit, tak mengenali lagu yang beredar 17 tahun yang lalu itu. Namun lagu itu memiliki melodi yang menyenangkan. Tidak terlalu romantis—William ingin menyimpan jenis ini untuk event lain—tetapi juga tidak terlalu upbeat. Manis, mungkin begitu penggambarannya.

Anya mendengar perlahan dan mulai menyesuaikan gerakannya seiring tempo. Mereka berdua bergandengan tangan dan mulai menari di antara keremangan cahaya. Tubuhnya tak begitu menguasai tempo, William merasa canggung untuk menari. 

Namun Anya membuatnya mau melakukan hal-hal yang tak ia bisa dengan menyenangkan. Sesekali William membiarkan Anya memutar tubuhnya riang. Mereka berdua tertawa kala berpelukan. Chorus lagu ini cocok untuk Anya.

And in this crazy life, and through these crazy times
It's you, it's you, you make me sing.
You're every line, you're every word, you're everything.

*

Anya mendapat undangan pernikahan teman seprofesinya. William bersiap sejak tengah hari untuk menemaninya. Pria itu mematutkan diri di depan kaca. Ia mengenakan kemeja putih dilapisi jas navy tailored yang berwarna senada dengan celananya. Apakah ini berlebihan? Perlukah ia berganti ke baju batik yang lebih sederhana? Tetapi pikiran itu ia hapus sebab sudah waktunya berangkat menjemput Anya. Ia hanya melepas dasinya supaya terlihat less formal.

Anya sudah menunggu di bawah. Perempuan itu mengenakan inner sleeveless satin dengan outer lace bordir bermotif bunga yang menutupi hingga di bawah pinggang. Warnanya biru muda yang terlihat manis di atas kulit Anya yang bersih. William sempat tertegun melihatnya. Namun ekspresi yang ditampilkan oleh perempuan itu malah sedang mengernyit.

"Sayang, kamu tuh mau nyaingin mempelainya apa gimana?" Anya melihat William dari kepala hingga kaki saat pria itu keluar dari mobil.

"Harusnya aku yang bilang gitu. Kamu cantik banget begini."

"Aku jadi nggak pengen bawa kamu ke sana deh," Anya berkata dengan nada sedikit merengek.

Pria itu jadi bingung. "Kenapa?"

Salted CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang