34 | Stranded

352 35 0
                                        

If time heals all
It's a lousy doctor


_______________


"Iya, sayang, I swear I don't eat meat. Aku pesennya salad. Nanti aku fotoin. Iyaaa okee, aku cek darah minggu ini. Habis kamu dari bandara? Siyaaap. Okeeee. Jangan malem-malem tidurnya. Da sayaaang. Fyuuuuh." Bram melepaskan helaan panjang selesai berbicara melalui gawainya. Ia menatap sepiring steak yang baru saja datang (lagi). Pria itu menelan ludah. Ia lantas mengangkat tangan, hendak memesan menu apa saja yang terlihat banyak daun-daunnya.

William menikmati minumannya. Bukan anggur, melainkan minuman bersoda tanpa alkohol. Malam ini ia ingin berkeliling Jakarta. Ia ingin sadar hingga lewat tengah malam. Ia begitu rindu pada rupa kota ini.

Sebenarnya mungkin ia tak benar meninggalkan Jakarta. Toh selama ini ia juga pulang seringkali. Tetapi pindah ke kota ini membuatnya merasa benar-benar pulang. Poin plus dari kembali ke kota ini adalah ia bisa bertemu dengan teman-temannya. Belum ada agenda makan-makan di rumahnya seperti sedia kala—karena kesibukan masing-masing—tetapi malam ini ada Bram yang available untuk diajak menyantap makan malam. Frista sedang ke luar kota (lagi). Bram cerita kalau pacarnya mau dapat promosi. Jadi sedang rajin-rajinnya menjadi pekerja.

"Mumet gue, gara-gara ketahuan kolesterol gue naik, Frista jadi agak cerewet. Gue harus seminggu puasa daging, bayangin... sate kambing, tongseng, steak traktiran lo. Nggak boleh semua." Bram menggerakkan kedua tangannya dramatis. "Apa lagi kalau minggu depan ketahuan kolesterol gue belum turun. Bisa-bisa disuruh makan rumput kali ya." Bram terlihat nelangsa. "Apa gini ya rasanya kalau punya pacar melek kesehatan. Eh lo-," ia dengan cepat menutup mulutnya.

William hanya melirik. Ia masih menyesap minumannya santai. Tidak begitu terganggu. Sebab suasana hatinya sedang baik. Selain karena kembali ke Jakarta, ia juga baru saja menemukan fakta menarik.

Beberapa waktu lalu, ia membuka profil instagram milik Anya—ia ingin mengetahui kabar perempuan itu walau tidak ada unggahan baru. Saat jemarinya menggulirkan galeri foto, William tertegun pada satu foto Anya empat tahun lalu. Hanya ada Anya sendiri di situ, berpose di kursi di salah satu taman di Jepang. William mengingat, di bulan yang sama ia juga sedang berada di negeri Sakura itu. Apakah ada saat mereka pernah bertemu bahkan sebelum cerita ini dimulai? William penasaran. Itu yang ia perbicangkan dengan Bram.

"Ya gimanapun, it will catch up some other time if it meant to be."

Seharusnya, semesta tidak pernah salah dalam membuat lintasan masing-masing manusia. Ia meyakini itu.

Termasuk dengan kesialan ia ditabrak golf car hingga terluka. Kakinya tersayat lebar terkena sudut tajam dari kendaraan yang berjalan. Meski sial begitu, ia menemukan Anya.

Leo kembali membawakan minuman dingin dan juga perban saat mereka sudah bubaran. "Where's she?"

"Pulang."

"Huh? I thought she need this."

William menggeleng kecil dan kembali duduk. Ia mengamati lukanya yang kini sudah tertutup. Bekas darahnya mengering di balik kaus kakinya. Mengamati kakinya begini ia jadi merasakan perih. Entah memang sudah mulai terasa perih sebab biusnya menghilang atau hanya sugesti.

William mereka ulang bagaimana Anya fokus menutup lukanya. Tangannya terlihat terampil. Dalam waktu singkat luka itu tertutup rapi.

Untungnya kemarin ia baru saja shaving. Sehingga Anya tak menjahit di kulit yang penuh bulu kaki seperti biasanya. Apa itu hal baik? William tidak tahu. Namun ia tersenyum. Hari ini bisa bertemu Anya tanpa sengaja adalah satu tanda baik dari kepulangannya.

Salted CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang