Akhirnya matahari menggantikan posisi bulan. Waktunya untuk menetap telah usai. Pintu kayu yang tertutup rapat mulai di buka oleh seorang pria. Pakaiannya rapi, jubahnya masih sedikit basah tapi tetap ia pakai. Rin beranjak keluar mendekati kuda tunggang miliknya.
"Hati-hati di jalan, jangan lupa rawat diri yang baik. Makan yang sehat. Jaga sikap. Jangan lupa juga kunjungi aku lagi ya! Nanti aku buatkan makanan enak jika kamu kemari lagi, janji!"
Rin berbalik menatap [Name] yang diam di belakangnya. Berbicara dengan mata membulat penuh rasa. Ia terkekeh, "Hm, kau juga. Aku akan bawakan sup kare kesukaanmu nanti."
"Sungguh?!"
"Kau kira aku bohong?"
"Siapa tahu? Aku pasti akan menunggu karenya. Oh, menunggu kedatanganmu juga lain hari. Karenya akan terasa tidak enak jika pria tampan di hadapanku tidak datang membawakannya untukku!"
"Pfft, terserah..." Rin memutar mata.
"Aku pergi dulu, sayang."
Satu kecupan hangat mendarat di kening [Name]. Dengan lembut Rin usap puncak kepalanya seperti seorang pria yang bangga pada wanitanya. Seringai itu mampu membuat [Name] tak bisa menahan senyuman. "Sekali lagi! Sekali!"
Cup!
Kecupan hangat mendarat untuk yang kedua kalinya. Rin tak ingin menunjukkan wajah tersipunya kali ini. Sontak dia memalingkan wajah ke arah kuda.
"Kau sudah puas?" tanyanya dengan suara serak.
"Belum, kedua pipiku terlupakan. Kening saja tidak cukup bagiku," goda [Name] menundukkan kepala untuk menyembunyikan tawa usil. Jemari lentiknya menyingkirkan helaian rambut ke belakang telinga.
Permintaan macam apa lagi? Apa [Name] sedang menguji urat malunya? Berani sekali.
"Itu permintaan terakhir yang akan aku laksanakan untukmu."
Rin begitu kaku. Dia perlahan menangkup kedua pipi lembut [Name] dengan kedua tangannya. Menatapnya sekejab seraya menelan ludah diam-diam. Kecantikannya membuat hatinya luluh seluluh-luluhnya.
Benar-benar cara yang licik, benaknya.
Kecupan singkat kanan dan kiri ia layangkan. Rin berhasil melakukannya dengan wajah natural. Iya, natural di wajah malu di hati.
"Romantis sekali kecupan pria di hadapanku~!" [Name] tertawa puas. Ia tahu Rin sedang menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.
"Berisik, rendahan."
"Rendahan? Bukankah sebelumnya kau memanggilku sayang?"
"Bukan urusanmu." Dia menggeram kesal.
"Tidak usah malu! Aku hanya ingin menggodamu sedikit sebelum kau pergi, haha. Melihatmu seperti ini juga menurutku imut, sayang."
Akhir kata kalimat [Name] membuat Rin tersentak. Kini kedua telinganya memerah cepat. Susah payah dia menahan sipu di wajahnya agar tetap terlihat tegar. Perasaan kesal. Perasaan malu. Perasaan aneh.
"Ah! Kau benar-benar menyebalkan, cepat masuk ke rumah," titah Rin terlihat gugup. [Name] mengelak, justru dia berdiri tegak memberikan hormat seperti seorang prajurit. Tersenyum polos kemudian berseru, "Aku ingin menemani pria tampan di hadapanku sampai dia benar-benar pergi. Komandan Itoshi Rin harus pergi tepat di depan mataku!"
Memalukan, jujur Rin malu melihatnya. Begitu profesional dia menahan wajah datar. "Dasar konyol, apa-apaan kau?"
"Penghormatan kepada Komandan!" [Name] berlagak percaya diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pribumi Dan Nippon (Itoshi Rin x Readers au)
Fanfiction"Aku hanyalah gadis Pribumi dan aku membencimu. Mengapa kau terus bersikap baik padaku?" "Karena aku mencintaimu." . . . . ⛔ I hate who people like to copy this story ✅ If there is something you want to convey, you can provide suggestions, criti...