Chapter 38

2.1K 208 109
                                    

Sebuah cinta terlumuri dengan darah. Dihapus oleh kekejaman, itu sudah berakhir. Dia kehilangan segalanya, segalanya. Dunia hanyalah sampah baginya. Nafsu. Emosi. Egois. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menerima takdir.

Cinta ini sudah hancur terkotori, namun dia selalu berusaha membuat kepingan cinta kotor menjadi satu.

Apakah dia bisa menjadi mayat hidup? Atau mungkin mati tanpa terluka?

Kejam. Mereka semua kejam. Baginya, tidak ada manusia lain yang bisa dipercayai. Sekalipun yang terbaik, baginya mereka adalah penyekutuk. Mau itu bangsa Pribumi dan penjajah.

Mereka bahagia, menyeringai seperti setan yang kenyang setelah menguji hawa nafsu manusia.

Jika darah dan air mata bisa bersatu, bagaimana dengan mereka? Mereka berdua?

Sebenarnya tidak ada yang tahu selain berhalusinasi merangkai adegan itu. Merangkainya di kepala tanpa kepastian bisa dilakukan di dunia nyata.

Pikiran seindah surga, kenyataan sepedih neraka.

Apakah boleh jika dia menyerah?

Dari banyaknya pengalaman menyakitkan, sepertinya hanya ini yang menjadi pengalaman paling menyakitkan baginya. Cinta tidak akan hilang meskipun terlumuri darah, hanya sedikit retak dan perlu dirangkai sedemikian rupa.

Ya, dia harap begitu.

***

"Karasu, kemarilah. Tutup pintu ruangan serapat mungkin."

"Ada apa, Jendral?"

"Saya punya tugas untukmu malam ini."

"Tugas apa itu, Jendral?"

"Sesuatu yang harus kau lakukan dengan hati-hati. Jika ketahuan, kau yang akan dalam masalah."

***

Segersah pemikiran hati. Hembusan angin malam terdengar pelan. Udara sejuk yang terdengar normal bisa membuat [Name] tersesat dalam pikirannya. Setiap malam yang terpikirkan secara tiba-tiba adalah momen hangat dirinya bersama Rin.

Setiap momen yang mereka habiskan hampir selalu pada malam hari.

Entah itu sejak mereka masih belum dekat hingga sedekat ini. Ia masih ingat bahwa dirinya dulu sangat membenci pria yang sekarang menjadi tunangannya.

Musuh dalam cinta.

"Apa yang kau pikirkan? Sedari tadi kau melamun seperti anak kecil..." sahut Isagi yang tengah duduk di sampingnya. "Awas benangnya jatuh, tuh..."

"Eh, iya! Maaf..."

"Kenapa minta maaf? Baru kembali lagi ke dunia nyata?"

"Hehe... Iya, maaf..."

[Name] tersenyum pada dirinya sendiri. Dia seharusnya sibuk menjahit pakaian adat milik Isagi yang sebelumnya sobek karena sebuah insiden.

Tapi ketika wajah Rin terpampang di pikirannya, dia lenyap ke dalam beberapa momen menyenangkan saat bersamanya. Baru 3 hari momen itu berlalu, dia sudah sangat merindukan Rin.

"Isagi, kamu sudah lapar, belum? Inginku masakkan makan malammu?" [Name] berusaha menghapus pikirannya dengan mengubah topik.

Isagi menggeleng lembut, "Tidak perlu, aku belum lapar. Aku ingin makan bersamamu agar adil..."

"Pftt– padahal aku tidak masalah jika kau makan duluan. Selagi kau makan teratur, aku benar-benar tidak keberatan!" [Name] menjawab antusias. Pipi lembutnya seolah memerah merona ketika nada antusias keluar dari bibirnya.

Pribumi Dan Nippon (Itoshi Rin x Readers au) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang