Chapter 39

1K 176 11
                                    

2 hari berlalu.

Bulan berderang cerah di atas sana. Di antara banyaknya bintang mungkin bulanlah yang paling menarik perhatian. Cerah. Cantik.

Ketukan sepatu kuda menginjak-injaki tanah. Menimbulkan suara ketukan berirama. Kecepatan yang standar dan berhati-hati di malam hari. Seorang pria mengendalikan kuda itu. Jangkung dan mengenakan jubah. Lentara kuning ia genggam di tangan kanannya.

Angin diterobos begitu saja. Tatapannya begitu gigih menatap ke depan.

Dia pikir kedatangannya akan disambut sebuah senyuman manis gadis pribumi favoritnya. Tapi nahas harapannya palsu.

Kedatangannya hanyalah kehampaan. Tidak ada seorang pun di rumah. Pintu yang terhubung dengan rumah apa adanya itu terbuka lebar.

Rin melompat ke atas tanah. Meninggalkan kudanya begitu cemas sembari berlari ke dalam rumah. Isinya berantakan, pintu jendela juga terbuka lebar, beberapa perabotan sudah tertera di sembarang tempat.

"Apa yang terjadi..." gumamnya dalam diam. Bibirnya mendadak murung ke bawah, tatapan datar yang khas di matanya terlihat dalam mendingin. Seperti orang mati.

Isagi ada di mana?

Rin tidak beranjak pergi begitu saja. Dia menyempatkan diri untuk mengecek seisi rumah. Mulai dari dapur, kamar, dan belakang rumah.

Di sungai tidak ada juga.

Mulai terasa frustasi. Dia mulai kebingungan tapi kecemasannya juga meningkat. Dua pribumi itu tidak ada. Pikirannya mulai menyusut dan mencoba untuk ia susun sedemikian mungkin untuk mengatasi kecemasannya. Satu-satunya yang ia pikirkan adalah Nakamoto. Jika memang si jendral itu, Rin pasti akan sangat marah.

Tidak ada cara lain selain mencari dan mencari.

Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti ketika melihat manusia yang menghadang jalan.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada gemetar akibat udara dingin pada saat itu.

Rin menyirnyitkan dahi. Tubuhnya yang sudah bersiap pergi bersama kudanya terhalang olehnya. "Sejak kapan kau di sini? Memata-mataiku?"

"Jawaban yang tepat."

Mendengar balasannya, nafas Rin seolah berhenti. Matanya menyipit dengan alis mengerut. Perasaan jijik dan kesal terlihat jelas di wajahnya.

"Dasar pengganggu sampah, minggir!" Rin membentak kasar. "Sejak awal kau sudah meresahkanku, Kunigami."

"Oh? Kau merasa begitu?" Kunigami mengangkat alis.

Belum sempat dia melanjutkan, Rin sudah mengabaikannya. Menarik tali kuda agar bergerak meninggalkan tempat menuju markas. Kehadiran Kunigami benar-benar menghabiskan waktu.

Dalam diam dia berbalik ke belakang. Menatap kuda milik Rin yang sudah melaju jauh meninggalkan sosoknya. Ketika hanya keheningan yang menemani, dia bergumam, "Aku baru saja ingin mengungkapkan sebuah kebenaran, sayang sekali."

***


Dalam penjara yang gelap dan dingin. Hari-hari membuatnya teringat pada masa di mana dirinya hanya hidup seorang diri di balik jeruji besi karena tuduhan pembunuh.

Ya, sudah 2 hari berlalu.

Kedua kakinya dikunci sebuah borgol besi yang pada umumnya selalu dipakaikan di pergelangan tangan. Sudah seperti binatang, ya? Iya, dia tidak memakan apapun kecuali meminum air bersih pemberian Karasu yang merasa prihatin padanya.

Dan ajaibnya, titik ini dia menemukan sesuatu.

"[Name]? Sayang? Itu kau, bukan? [Name]?"

Kepalanya langsung terangkat. Rin datang di hadapannya. Masih mengenakan seragam lengkap dan jubah hitam miliknya. Dia menggenggam lentera kuning yang menjadi sebuah cahaya berarti bagi [Name].

Pribumi Dan Nippon (Itoshi Rin x Readers au) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang