Sepuluh

28.8K 1.7K 16
                                    


Makin hari, Davinsha sama sekali tak mengerti dengan cara kerja takdir. Dia berupaya untuk menghindari pertemuan dengan Giri. Ia tahu, masih ada secercah perasaannya yang tertinggal di masa lalu. Dan seharusnya hal itu tetap tertinggal di belakang. Sudah selesai. Tamat. Tutup buku.

Hanya saja kenyataannya tak semudah itu.

Giri masih kerap beredar di sekelilingnya. Yang Davinsha herankan, kenapa justru sekarang, di saat segalanya telah berubah menjadi semakin rumit, perasaan  itu serta- merta juga tumbuh kembali.  Seolah-olah tengah mencari penyelesaian untuk masa lalu mereka.

Namun di sisi lain, Davinsha  jelas- jelas menyadari keadaannya yang  sekarang sudah jauh berbeda. Giri dan Melitha sekarang adalah sepasang kekasih. Dan Davinsha tidak mau menyelip di antara kedua orang itu lagi. Rasanya sekali saja sudah cukup.

Kesannya kok dia jadi gagal move on banget. Padahal meski jumlah cowok konon lebih sedikit  dari cewek, toh selama ini Davinsha tak pernah kekurangan  teman lelaki. Belum pernah dirinya merasakan kesulitan untuk menjalin hubungan baru dengan  seseorang. Meski hubungan itu hanya pada tahap teman tapi mesra sih. Habisnya di hati belum ada yang klik.

"Itu kata lain dari elo belum move on!" Ujar Robi kalem.

Davinsha meringis mendengar komentar dari mantan pacar yang kini bertransformasi jadi teman. Sahabat lebih tepatnya.

Saat ini, Robi sedang dekat dengan salah salah satu adik tingkatnya di kampus dulu. Ya, Davinsha juga kenal sih. Tapi dia tidak sakit hati kok. Malah sekarang perempuan itu mendukung Robi buat pedekate sama gadis bernama Chika ini.

Sejak awal Robi memang sudah banyak diberitahu Davinsha, bahwa di masa lalu ia sempat punya kisah yang belum tuntas. Bahkan sebenarnya juga belum dimulai. Tapi anehnya, terbayang- bayang terus.

Dan meskipun Robi bisa saja seumur  hidup menunggu hati Davinsha berpaling kepadanya, namun ia tidak ingin hubungan mereka jadi memburuk karena keadaan yang dipaksakan.

"Apa ini karma ya, Bi?"

"Karma gimana?" Robi menyeruput jus jeruknya dari ujung sedotan. Mereka sore itu nongkrong di Juxe Juice.

Robi adalah tipikal pria yang gampang banget buat ditebak. Robi yang pikirannya lurus banget cuma mau cari calon istri. Yang menu makan siangnya cuma berkutat antara ketoprak, warteg, dan soto Betawi. Tapi setiap pergi bareng Davinsha, selalu menyerahkan urusan pilih tempat makan pada perempuan itu.

Kemudian kalau Davinsha memutuskan untuk makan di salah satu restoran fine dining, yang menu makanannya western, continental, Jepang atau Korea, pasti sesudah itu, dia bakalan mengajak Davinsha mampir ke warmindo di blok M. Pesen mie instan rebus rasa kari ayam dengan toping telur, kornet, sawi, kubis dan cabai rawit.

Biasanya, Davinsha bakalan merecoki dengan ikut mencicipi mie instan pesanan Robi. Tapi Robi memang tidak bisa bilang tidak sama Davinsha. Maka dari itu, susah buat Robi melepas perempuan itu. Tapi dia juga realistis. Tidak mungkin menggandeng tangan Davinsha sementara kaki perempuan itu masih tertinggal di masa lalu.

Dengan berat hati, Robi akhirnya melepaskan perempuan itu. Tapi dirinya memang tidak bisa seratus persen minggat dari kehidupan Davinsha.

"Ya karena gue ngerebut Giri dari Melitha?"

Davinsha mengaduk- aduk gelas berisi jus nanasnya.

"Tapi waktu itu kan hubungan Giri sama Melitha udah berakhir, Cha. Bukan salah elo juga. Lagian waktu itu lo bukannya cuma mau nolongin Mel?"

"Iya, sih." Davinsha tercenung. Robi mengamati wajah cantik berlesung pipi itu.

Ada suatu masa Robi ingin keras kepala untuk mempertahankan Davinsha. Ia yakin, bisa membahagikan perempuan itu. Hanya saja, terkadang saat status mereka masih menjadi sepasang kekasih, mereka jarang bisa ngobrol santai begini. Banyakan berdebatnya, terlebih karena kadang Davinsha yang sewenang- wenang memperlakukan Robi.

UndercontrolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang