Sembilan Belas

26.9K 2K 67
                                        

Tadinya, Giri cuma mau ambil pesanan katering sehat untuk menu makan siang kakaknya ke Tangerine kafe.

Ia sengaja mengajak serta Indiana dan Amah sekaligus, karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat sang kakak.

Sesampainya di Tangerine, ia tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Junior si Kacamata Boboho itu lagi.  Kali itu lelaki eksentrik yang agak ngondek itu memakai kemeja kebesaran warna shocking pink yang dipadukan dengan skinny jeans warna ungu, yang tentu saja bikin Giri langsung sakit mata.

Kacamata Boboho tetap bertengger di wajahnya yang komikal. Agak kecil tapi lucu. "Eh, Mas dudanya si Mbak Vin ya?" sambut Junior antusias.

Apalagi saat itu Giri sedang kedapatan menggendong Indiana. Mata si Boboho jelalatan mengamati si balita yang tampak rewel. Dia pun mengulurkan telunjuk untuk menoel pipi balita itu.

"Duh, lucuk  deh! Kucik, kucik, kucik!" Junior menggeleng - geleng, bermaksud untuk mengajak Indiana bercanda. Tapi yang ada balita itu semakin kencang nangisnya.

Sigap, Amah mengambil alih, mengambil botol susu dari tas selempang yang selalu siap siaga dikenakannya. "Aduh, kok jadi nangis sih, Mas, anaknya?" Junior panik sendiri.

"Aduh jangan nangis dong, Baby yang cantik. Mau minta apa sih? Hmmmm? Oh, mommy baru?" Junior mengangkat tatapannya dari si balita, kemudian melabuhkannya pada Giri yang sudah kembali ke setelan pabrik.

Alias kaku. Dingin. Datar. Lempeng

Junior sampai bergidik ngeri. Ini sih cakep- cakep, tapi mukanya ngeri banget. Kayak patung Sargon Akkadia aja deh....

Junior membuang muka. "Mas Duda mau ambil pesanan katering di sini juga? Ini aku juga gitu kok. Buat istri. Kata dokter obgynnya, istri harus diet  karena rentan kena diabetes gestasional. Jadi pesan di sini deh. Mehong sih, tapi gak papa kali ya? Investasi!  Kan buat istri sama anak!" tanpa diminta, penjelasan Junior yang panjang, lebar, kali tinggi itu sudah bikin Giri hampir kehilangan kesabaran.

Dikatai duda berkali- kali. Digosipkan menjalin hubungan dengan Davinsha.  Ditatap dengan pandangan mencurigakan setiap mereka bertemu. Harus mendengar ocehan tidak jelas dari lelaki nyentrik itu tentu saja membuat mood Giri jadi berantakan. Tapi toh dia sama sekali tidak menyangkal. Menanggapi saja tidak.

"Aduh, ini lagi kenapose?" Junior mengangkat ponselnya ke arah Giri. "Dari Imelda ini sih, Mas. Tahu nggak dese lagi di mana? Di Solo!" ujar Junior tidak penting.

"Halo, Jeung! Apa? Ih, kok bisa begitu? Hah? Oh, ngeri ya? Aduh, sedep banget tuh. Wow... mesti minum air gerusan cacing tanah tuh. Eyang gue tuh jago bikinnya, Jeung! Gitu? Wah, jangan- jangan sebenarnya dia minta dikawinin tuh.... hahahaha...." Mata Junior masih sempat- sempatnya mengedip- ngedip ke arah Giri. Sampai pria itu tobat dan akhirnya masuk ke kafe.

Sebentar kemudian Junior ikut menyusul. Tahu- tahu sudah menepuk pundak Giri yang sedang berdiri di konter pengambilan. "Mas Duda," Giri berjengit kaget, kemudian membalikkan badan.

"Itu Mbak Vin lagi sakit tifus di Solo."

"Terus? Apa hubungan sama saya?"

"Yah, bukannya Jeung Vin itu lagi dekat sama Mas Duda?"

"Itu cuma asumsi kamu, kan?" Giri menyergah dengan enggan. Dia sudah ingin segera minggat dari tempat itu. Menghindari mahluk jadi- jadian yang sejak pertemuan pertama mereka selalu mengitarinya seperti nyamuk. Atau lalat.

"Oh, pasti lagi ngambek- ngambekan!" putus Junior.

Giri merasa kalau dia tetap meladeni orang ini yang ada dia bakal jadi gila, akhirnya memilih pergi tanpa permisi, setelah menerima pesanannya.

UndercontrolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang