Empat Puluh

18.6K 1.1K 64
                                        


Secara aneh, Kennan  sering banget mampir ke kantor Suta. Entah itu siang atau sore. Kalau kebetulan dia bertemu dengan Davinsha, mereka pasti ngobrol basa- basi yang berujung pada ajakan lelaki itu untuk makan siang bareng.

Seperti hari ini. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tahu- tahu siang itu Kennan muncul di kantor Suta. Cengar- cengir masuk ke ruangan bos Davinsha, seraya matanya beredar untuk mencari sosok itu.

Hanya saja kali ini lelaki itu mujur, dia melihat sosok Davinsha yang baru  saja ke luar dari ruangannya bersama dengan seorang perempuan lain yang berwajah angker.

"Hai, Vin ..." Kennan melangkah mendekat ke arah Davinsha. Sebelah tangannya tenggelam dalam saku celana bahan hitamnya.

"H-Haii ...." Davinsha cukup kaget melihat keberadaan lelaki itu di depan ruang meeting. "Kok Bang Kennan di sini? Ada janji sama Bos? Sendirian atau sama Bang Randi?"

Ekspresi di wajah Kennan berubah agak kaki sewaktu Davinsha memberondongnya dengan pertanyaan tentang mengapa lelaki itu berada di kantor Ranjana. "Nggak." Jawab Kennan. "Gue sendiri kok."

Perempuan yang berdiri di samping Davinsha itu mengernyitkan alis ke arah Kennan. Seolah-olah curiga kalau- kalau Kennan akan berbuat sesuatu yang melanggar hukum di tempat itu. "Eh, udah makan siang?"

"Ini baru mau, Bang." Tukas Davinsha masih dengan sorot mata keheranan. "Bang Kennan mau makan siang bareng bos?"

"Ah,"  ditanya seperti itu, Kennan berubah canggung. Ia jadi garuk- garuk belakang kepala. "Bukan kok." Jawabannya meluncur terlalu cepat. "Lo biasanya makan siang di mana, Vin?"

"Ini mau ke warteg di dekat kantor aja."

"Eh, gue ... boleh gabung, nggak?"

"Hah?" mata Davinsha semakin melebar. "Ikut? Emang Bang Kennan makan di warteg?"

"Di warteg makan nasi, kan?"

"Iya," Davinsha mengangguk. Semakin bingung.

"Ya udah ayok. Gue juga masih makan nasi kok. Meski gue temen bos lo, nggak lantas gue makan intan berlian. " Cerocosnya. Entah apa maksudnya ngomong begitu.

Davinsha sempat menoleh sekilas ke arah  Dhea--- perempuan yang selama beberapa menit terakhir itu mengamati Kennan seolah lelaki itu adalah penjahat kelamin yang mengincar sahabatnya. "Gimana, Dhea. Bang Kennan boleh gabung?" bisiknya. Terlalu keras untuk ditangkap telinga Kennan.

"Boleh aja sih. Entar laki gue juga mo nyusul tuh."

Davinsha kembali mengarahkan pandangan ke Kennan. "Ayo deh, Bang. Entar laki si Dhea juga nyusul kok."

"Oh, bagus kalo gitu." Lelaki itu menyambut dengan cengengesan.

***

Warteg itu bersih. Terletak tidak terlalu jauh dari kantor Ranjana dan pada jam makan siang begini dipenuhi oleh para pengunjung yang rata- rata adalah kaum pekerja.

Antrean ojek online ada di satu sisi, sementara untuk dine in ada sisi yang lain. Tidak tampak kericuhan. Semuanya antre dengan tertib. "Mau makan apa, Bang?" tanya Davinsha pada Kennan yang entah sejak kapan berdiri di belakang tubuhnya. Seolah-olah menaungi Davinsha. Melindunginya dari kegencet antrean di belakangnya yang sepertinya sudah tidak sabar.

"Biasanya lo makan apa?"

"Gue biasanya pake lauk sama sayur."

"Ya udah pesenin gue gih,"

"Ayam goreng serundeng mau?"

"Ehem..."

"Sayur sop, tumis kangkung, atau cah brokoli?"

UndercontrolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang