Dua Puluh Sembilan

23.7K 1.4K 23
                                    

Keduanya terengah- engah. Giri kemudian meraih tubuh Davinsha lalu memeluknya erat- erat. Meredakan deburan jantungnya yang menggila.

Kalau menuruti nafsu, mungkin saja Giri sudah menggendong Davinsha ke atas ranjang besar yang mengundang di tengah- tengah  ruangan itu dan mulai mengeksplor tubuh perempuan itu. Setelah sepuluh tahun, dia masih ingat detailnya. Namun, bisa saja ada detail- detail yang berubah.

Davinsha Lalitavistara adalah perempuan paling cantik bagi seorang Giriandhana Jati. Senyumnya yang hangat merekah seperti matahari musim kemarau, tawanya yang renyah, kepribadiannya yang ramah pada siapa saja. Meski agak nyablak juga orangnya. Juga keceriaannya yang menular.

Giri menyukai sosok Davinsha yang sepertinya selalu diselimuti kebahagiaan itu. Keceriaan Davinsha yang menarik hati Giri sepuluh tahun yang lalu.

Sekarang, berada di sini, bersama perempuan yang paling ia cintai dan paling ia harapkan untuk mendampinginya hingga maut tiba, membuatnya sangat bahagia. Giri tidak bisa tidak bersyukur dengan berkah yang diterimanya saat ini.

"Davinsha,"

"Hmmm .... "

"Kapan sebaiknya kita menikah?"

Tubuh perempuan itu menegang dalam pelukannya. Davinsha mencari - cari mata Giri. "Kamu .... serius?"

Giri mengangguk. Tangannya terulur untuk membelai wajah cantik dalam dekapannya itu. "Saya nggak mau buang waktu lagi. Saya nggak ingin kehilangan kamu." Ia menyentuh ujung hidung Davinsha yang mencuat. "Lagian kita juga sudah cukup umur, kan? Mau nunggu apa lagi. Kalau bisa tahun ini juga kamu udah jadi milik aku."

Bergetar tubuh Davinsha mendengar janji- janji yang diutarakan Giri penuh dengan keyakinan itu. Rasanya ia seolah melayang tinggi ke awan- awan dan ogah turun kembali.

Dalam pelukan Giri yang nyaman, ia merasa yakin menapaki hidupnya di masa depan. Namun sekali lagi, bayangan Melitha menginterupsi kebahagiannya. Tubuhnya seketika membeku.

Tapi rupanya Giri juga ikut merasakan kegundahan perempuan itu. "Ada apa?"

Davinsha menatap Giri dengan ragu. "Gimana sama Mel, Mas? Gimana pun juga dia mantan Mas Giri. Juga sahabatku. Itu kalo dia nggak pengin cekik aku karena udah ngerebut pacar dia." Davinsha berubah murung.

"Jahat nggak sih, aku?"

Giri menggeleng. "Jahatnya di mana?"

"Ya itu tadi---"

"Pssst!" Giri menutup bibir Davinsha dengan jari telunjuknya. "Ini semua bukan salah kamu, Vin. Saya yang ngejar- ngejar kamu." Terangnya lembut tapi tegas. "Saya nggak bisa lagi menahan perasaan saya. Menahan keinginan saya untuk bisa meraihmu. Bersamamu."

Davinsha terdiam.

"Dulu, ketika kita ketemu lagi, saya berusaha untuk tidak tertarik sama kamu lagi. Awalnya saya memang memanfaatkan Mel buat cari keberadaanmu. Tapi selanjutnya, semuanya itu tertutup oleh dendam saya pada Anthony dan istri barunya. Saya jadi sepenuhnya fokus pada mereka. Di tengah - tengah rencana saya untuk menyelidiki mantan kakak ipar, kehadiranmu seperti sebuah interupsi. Saya jengkel. Karena kamu mengacaukan segalanya. "

Mendengarkan hal itu, sepasang mata Davinsha membelalak lebar. Setengahnya dia tak terima dijadikan kambing hitam atas gagalnya rencana Giri. "Seharusnya saya bisa masuk lebih dalam ke keluarga besar Cokrosusilo. Kedekatan saya dengan Mel membuat Anthony terancam saat itu. "

"Lalu sekarang gimana proyek balas dendam itu? Kamu nggak bisa lagi membaur dengan keluarga Mel saat ini."

"Saya sudah berubah pikiran." Ujar Giri pada akhirnya, seraya mengecup bibir Davinsha ringan. "Buat saya kamu lebih penting dari itu semua."

UndercontrolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang