Jodhik sedang mengudap kacang Sukro, ketika Davinsha muncul di apartemen sepupunya jam sembilan malam itu.
Dia sih tidak heran kalau ternyata pada akhirnya menemukan lelaki itu di apartemen Anye pada waktu- waktu yang kurang lazim untuk bertamu. Mengingat betapa gencarnya lelaki itu belakangan ini mengekor Anye mirip kucing yang membuntuti majikannya.
Lagaknya si Jodhik saja santai banget. Macam di rumah sendiri. Duduk berselonjor di atas sofa di depan televisi, sementara Anye berkutat dengan laptopnya di atas ranjang.
Davinsha muncul dengan dua bungkus nasi goreng petai dan beberapa kaleng soda. " Weleeh! Udah mangkal di sini aja nih, Pak Jodhik?" gurau Davinsha.
"Elu, Vin ...." Ujar Jodhik cuek. "Tuh Anye di dalem." Gayanya sudah macam yang punya tempat saja. Davinsha menggeleng.
"Udah lama, Mas Jodhik?"
"Jem tujuh tadi. Mampir doang. Tapi males balik. Dari sini ke rumah gue kan jauh banget gilak!"
"Oooo. Ya udah deh, gue ke dalem dulu, yak. Nggak apa- apa kan gue tinggal sendirian di sini?"
"Gak papa. Anggep aja rumah sendiri. Lu tahu kan letak kulkasnya? Nah, ambil minuman sendiri aja. Sekalian buat gue!" Lelaki itu tertawa renyah.
Davinsha masuk ke kamar Anye yang letaknya persis berada di seberang ruang televisi itu. Jadi sebenarnya, dari kamarnya, Anye bisa melihat ke arah televisi. Begitu pun sebaliknya.
"Sejak kapan tuh dia jadi pengunjung tetap apartemen lo?" berondong Davinsha seraya melemparkan tasnya ke atas kursi rias Anye.
"Lo bawa apaan tuh?"
"Nasgor pete. " Davinsha duduk di pinggiran ranjang. Anye memangku laptop. Memakai kacamatanya. "Jadi gue nggak bisa nginep sini dong?"
"Ah, entar jam sebelas juga dia balik." Anye berujar acuh tak acuh.
"Katanya males balik tuh." Davinsha merebahkan tubuhnya, setelah meletakkan plastik nasi goreng ke atas meja rias. Matanya menatap langit- langit ruangan. Nyalang.
"Lo tahu, Nye. Gue mutusin Robi. Dan sekarang gue cuma jadi selingkuhan orang!" Davinsha sudah mencerocos menceritakan kejadian yang beberapa hari ini bikin kepalanya jadi tambah berat.
"Hah? Gimana, gimana? Ini lagi ngomongin siapa? Giriandhana Jati elo itu? Bukannya kemarin di Solo habis sayang- sayangan?"
"Besokannya udah ada Mel di Jakarta. " Davinsha membalikkan tubuh. Kini ia menghadap ke arah Anye. Suaranya meninggi lantaran emosi.
" Dan pagi kemarin gue dapat kiriman cokelat. Lengkap sama kertas buluk yang ada gambar punggung Giri."
"Wait, what? Itu kertas yang waktu itu pernah lo omongin kan? Lo yakin itu ada di Mel?"
"Aduh, Nye! Buat apa sih gue mengada - ngada soal beginian? Yang ada sekarang gue merasa terteror tahu nggak?" Davinsha menyambar cushion dari atas bantal kemudian memeluknya erat.
" Guess what? Mel bawa gue ke Pancious kemarin itu buat makan siang. Dan ternyata di sana udah ada tuh orang. Maksud gue si Giri. Dan dia pura- puranya nggak ngenalin gue dong!"
Anye bengong sebelum geleng- geleng. "Pelik banget ya hubungan lo bertiga!"
Davinsha mendesah. "Gue ini mesti gimana? Hari ini aja gue nggak sengaja ketemu dia di Ranjana Gandaria. Gue nggak ngeh kalo ternyata Kembang Lawang punya tenant di sana. Waktu iseng ngecek sama Hervi, kita papasan."
"Terus, terus?"
"Dia sebetulnya sejak dari kemarin, sepulang dari makan siang itu, berusaha banget buat hubungin gue. Nelpon- nelpon terus. Tapi enggak gue angkat. " Davinsha tercenung. Suaranya kembali normal. Anye masih menyimak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undercontrol
ChickLitDavinsha tak bermaksud mengkhianati persahabatannya dengan Mel. Segalanya terjadi begitu saja. Hubunganya dengan Giri bukanlah sesuatu yang ia rencanakan. Bertahun- tahun lamanya Giri mencoba melupakan kejadian di kamar kosnya bersama Davinsha. Lel...