Dua Puluh Tiga

23.6K 1.8K 103
                                        

Sejak tadi, ponselnya tidak berhenti berdering. Nama lelaki yang sangat ingin ia hindari saat ini, terpampang di layar selebar 6, 2 inci. Dengan sebal, Davinsha membalikkan ponselnya.

Ia pun bangkit dan hendak menyerahkan laporan pada bosnya. Meja sekretaris Suta kosong. Mungkin Fitri masih makan siang di pantri atau ke luar kantor bersama Yunita dan lainnya.

Semenjak menikah lagi, Laras memang fokus untuk mengurus dedek Aryan yang kini semakin besar dan lucu. Usianya sudah hampir delapan bulan dan tambah gembul. Itu sebabnya, Suta menunjuk Fitri untuk menggantikan posisi Laras di kantor. Fitri sih aslinya ogah, tapi dia takut kalau Suta malah memberikan opsi resign pada gadis itu.

Davinsha berhenti sebentar sebelum mengetuk pintu ruangan Suta. Terdengar sahutan dari dalam.

Tapi bukan suara Suta. Melainkan suara perempuan. Yang tak lain dan tak bukan adalah milik Laras. Pantas Suta mengusir Fitri jauh- jauh.

"Masuk!" gantian Suta yang menyahut. Davinsha dengan ogah- ogahan membuka pintu yang ternyata tidak dikunci itu. Ia tidak melihat Laras. Kemungkinan ia sedang berada di kamar mandi yang berada di dalam ruangan Suta.

"Silakan duduk, Vin." Ujar Suta. Davinsha memindai dengan cepat. Dasi Suta terlihat miring. Rambutnya acak- acakan, pakaiannya kusut.

Meja berantakan.

Davinsha menelan ludah. Pikirannya bersafari ke mana- mana. Kemudian matanya mampir ke sudut meja kerja Suta. Ada secarik kain hitam berenda.

Davinsha tidak mau mengakui pikirannya. Tapi dilihat dari mana pun, itu memang celana dalam milik perempuan. Kenapa mereka semberono sekali sih? Jajan siang- siang. Pintu nggak dikunci. Sekarang celana dalam masih nyangkut di atas meja. Untungnya Davinsha yang masuk. Nah kalau Chandra atau Sivan yang usil banget itu, pasti mereka sawanan deh.

"Vin? Kok diem? Mau apa?"

"Eh, anu, Pak. Saya mau nyerahin ini..."

Davinsha mendadak bego. Kehilangan  perbendaharaan kata- katanya. Dan hanya sanggup menelan ludah. "Ini laporan barang yang sudah saya---"

"Mas ...." Muka Laras nongol di balik pintu kamar mandi yang ada di sudut ruangan. Ia kaget sewaktu mendapati Davinsha duduk kaku di atas kursi seperti seorang terdakwa. "Eh, Mbak Davinsha!" Ia tersipu- sipu.

"Kenapa, Sayang?"

"Eh, aku lupa ...." Tatapan Laras serbasalah ke arah Davinsha. Apalagi Davinsha.

Sudah jadi rahasia umum, kalau kelakuan pasutri yang baru menikah ulang empat bulan yang lalu itu bikin para staff malas kalau harus disuruh masuk ruangan bos. Terlebih kalau Laras datang membawa makan siang.

Mereka bisa betah mendekam di ruangan hingga berjam- jam.

Efeknya sih Pak Suta pasti habis itu bakalan jadi murah senyum banget. Bahkan tak jarang ngasih bonus berupa berkotak- kotak pizza dan pressed juice dari Juxe Juice.

Stella Lemon yang menggantung di AC punya peran besar untuk menyamarkan aroma- aroma yang tidak seharusnya berada di ruang kerja. Tapi mungkin bosnya memang lagi kejar setoran.

"Ituku ketinggalan...." Laras akhirnya menunjuk secarik kain hitam. Davinsha membuang muka. Hari ini memang apes banget. Siang- siang lihat kancut istrinya bos.

"Itumu apa ...."

"Itu .... yang ada di atas meja Mas."

Tatapan Suta mengarah ke titik yang ditunjuk oleh Laras. Keningnya mengernyit sejenak. Mengambil kain itu. Mengangkatnya. Di hadapan muka Davinsha pula!

UndercontrolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang