Melitha C : Davinsha. Apa kabar.
Davinsha tidak bisa merasa tidak horor, ketika malam itu menerima pesan singkat via WhatsApp. Tak tanggung- tanggung, Melitha menghubunginya terlebih dahulu.
Rupanya sahabatnya itu jauh lebih gentle. Seharusnya, Davinsha lah yang menghubungi Mel terlebih dahulu. Membicarakan apa yang terjadi di antara mereka.
Meski Giri yang menginginkan Davinsha dan memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Melitha, bukan berarti Davinsha bisa lenggang kangkung pergi begitu saja bersama Giri tanpa berpamitan dengan Melitha.
Dia memang sudah merencanakan untuk menelepon Melitha dan mengatakan bahwa ia mencintai Giri. Akan tetapi, apakah Melitha akan mau mengerti? Semuanya ini terasa aneh dan janggal bagi Davinsha.
Ingin memiliki seseorang yang sudah lama ia dambakan, namun jalannya harus serumit dan sesusah ini.
Melitha C: Vin, gue boleh gak ngucapin selamat buat lo. Giri bilang, dia bakalan serius sama elo.
Melitha C: gue boleh minta waktu lo kan? Lusa di sini ada libur perayaan hari besar keagamaan. Gue cuti dan mungkin bakalan balik ke Jakarta.
Melitha C: lo mau kan ketemu sama gue. Itung- itung, gue mau kasih lo selamat.
Davinsha: nggak perlu repot Mel.
Davinsha: tapi gw pasti mau ketemuan sama elo. Kita udah lama gak ngobrol bareng kan?
Melitha C: oke. Can't wait ....
Melitha C: see you ....
Davinsha terpaku menatap layar ponselnya. Dia berpikir, apakah yang dilakukannya ini sudah benar? Tapi rasanya memang tidak ada hal yang benar tentang hal ini. Segalanya serbasalah.
"Nggak balik, Vin?" tahu- tahu kepala Dhea muncul di ambang pintu.
"Bentar lagi."
"Apa gue masuk? Yang lainnya udah pada balik kan?" Dhea mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan yang sepi.
Hari ini memang Kamis malam, dan jam bundar besar yang menempel di dinding sudah menunjukkan pukul delapan lewat empat puluh menit.
Jarang ada yang mau ngelembur sampai malam. Kalau Dhea sih memang harus mencicil laporan keuangan supaya tengah bulan supaya tidak ruwet di akhir bulan.
"Kayaknya lagi suntuk banget. Mikirin apaan sih?" Dhea kini sudah menarik kursi milik Imelda dan duduk di atasnya.
"Menurut elo, gue salah nggak sih?"
"Salah dalam hal?"
"Lo tahu kan, kalo gue punya hubungan sama mantan kakak tingkat gue? Dia itu sebenarnya adalah mantan pacar sahabat gue. Mereka ini baru aja putus. Nah yang mutusin itu cowoknya. Dia mutusin sahabat gue sebab dia ingin serius sama gue."
Dhea terdiam sejenak.
"Teknisnya sih nggak salah, Vin. Tapi secara nurani, memang elo tega?" tanya Dhea dengan raut wajah tenang menjurus ke dingin. Seolah-olah, sahabatnya itu pernah mengalami kejadian serupa.
"Gue pernah, Vin, berada di posisi sahabat elo tuh. Dan rasanya sampe sekarang gue belum sanggup melupakan perbuatan mereka." Tatapan Dhea menerawang.
"Waktu itu, kami masih di SMA. Si cewek ini sahabat gue sejak SMP. Di SMA kami masih deket. Sampai suatu hari ada seorang cowok yang deketin gue. Awalnya gue skeptis sih. Kenapa bisa ada cowok sekeren dia tau- tau deketin gue yang waktu itu cupu banget. Semakin hari, dia semakin rajin datengin kelas gue. Ngajak gue ngobrol, nemenin gue makan, nganterin gue pulang, nungguin gue kelar kegiatan ekstrakulikuler sampai habis isya." Suara Dhea tiba- tiba lirih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Undercontrol
ChickLitDavinsha tak bermaksud mengkhianati persahabatannya dengan Mel. Segalanya terjadi begitu saja. Hubunganya dengan Giri bukanlah sesuatu yang ia rencanakan. Bertahun- tahun lamanya Giri mencoba melupakan kejadian di kamar kosnya bersama Davinsha. Lel...