Episode 14

76 55 7
                                    

JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK DAN SARANNYA🔥
Typo, koreksi📌

●○●○●○

Esok harinya pagi-pagi sekali Nara sudah datang ke sekolah, dia duduk manis di bangkunya sembari menopang dagu dengan mata yang selalu tertuju pada pintu kelas.

Dia menunggu kehadiran seseorang yang sedari kemarin membuat pikirannya tidak bisa tenang.

Selang beberapa menit, kelas mulai ramai, namun hal itu tidak membuat dirinya mengalihkan pandangannya dari pintu kelas. Hingga bangku di samping Nara berderit, yang berhasil memutus atensinya.

"Tumben, jam segini lo sudah di kelas?" tanya Dhara.

"Gue lagi pengen jadi murid rajin."

Dhara berdecak. "Hari ini rajin besoknya kumat lagi."

"Nah itu lo tau," jawab Nara singkat. Hari ini dia sedang tidak ingin banyak bicara.

Dhara tidak bertanya lagi, dia paham bahwa mood Nara sedang buruk, hal itu sudah terlihat dari ekspresi wajahnya yang tidak bersemangat.

Kelas sudah berjalan lebih dari satu jam, tapi hingga sekarang, batang hidung orang itu tidak muncul juga, bahkan hingga jam istirahat tiba, makhluk itu tidak terlihat di sekitar sekolah.

"Nar, gue perhatiin dari tadi di kelas, lo natap ke arah pintu mulu, lagi nunggu siapa sih?" tanya Dhara penasaran sambil menyedot esnya.

"Enggak, gue gak lagi nunggu siapa-siapa." Nara mengelak.

Dhara memutar bola matanya. "Gak usah ngelak, padahal udah kelihatan banget kalau lo lagi nunggu si buaya itu."

"Apaan, sok tau banget."

"Cih, gini nih kalau gengsi di gedein. Emangnya lo ada urusan apa sih sama tuh orang, sampai kemarin lo belain-belain minta nomor dia ke gue?"

Nara menghela napas. "Gue cuma mau balikin jaket dia yang ada di gue."

Dhara terkejut, bahkan dia hampir saja tersedak. "Lah, kenapa jaketnya bisa ada di lo?"

"Kepo lo. Intinya gue cuma mau balikin jaket gak lebih," jelas Nara sewot.

"Santai dong jangan ngegas entar makanan gue terkontaminasi jigong lo."

Nara mendengus kesal. Kenapa anak ini hobi banget bikin dia darah tinggi sih.

"Gini-gini jigong gue berharga ya, lo gak usah jigong shaming."

"Jijik Nar. Udah, gak usah bahas lagi!"

Lah, dia yang mulai, eh dia juga yang jijik. Batin Nara berteriak. Setelah itu, Nara dan Dhara fokus pada makanan mereka masing-masing.

Tidak lama kemudian, Dhara kembali melontarkan pertanyaan.

"Oh iya, gue heran deh. Kok Reizo hari ini gak masuk ya, biasanya meski temen-temennya pada gak sekolah, dia bakal tetap masuk sekolah. Kayak kemaren dia berangkat sendiri," tanya Dhara usai membersihkan tangannya menggunakan tisu.

"Mungkin bosen karena gak ada temen yang bisa diajak ngobrol."

"Gak mungkin lah, kan si Reizo emang udah dari sononya gak doyan ngomong." Jadi tidak mungkin kalau Reizo tidak masuk sekolah hanya gara-gara tidak ada teman untuk dia ajak bicara.

Namun sayangnya ucapan Dhara tidak mendapat respon apapun dari Nara.

"Kok lo diem aja sih, jawab dong!"

Nara mendengus sebal. "Terus gue harus jawab apa, gue bukan emaknya, jadi gue gak tau. Coba lo samperin ke rumahnya sono!"

"Ngegas mulu lo dari tadi, padahal gue nanya baik-baik."

Detik dan DetaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang