Episode 36

18 2 0
                                    

JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK, DAN SARANNYA🔥
Typo, koreksi📌

●○●○●○

Balpoin menari lincah di atas kertas, menorehkan jejak tinta hitam yang semakin rapat. Gerakan berhenti, tinta di ujung mengering seketika, dia mengasingkan balpoin itu begitu saja. Nara meneguk air putih, membasahi tenggorokan yang terasa kering.

Hembusan napas lega keluar dari dadanya saat membaca ulang tulisan itu. Dengan hati puas, dia merapikan meja belajarnya dan memasukkan semua buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Nara berjalan membuka jendela kamarnya pelan. Menatap ke luar jendela, dia tersenyum melihat bulan bersinar terang menerobos langit kelabu. Namun, senyumnya memudar saat matanya hanya menangkap satu bintang kecil yang tampak kesepian.

Nara termenung, matanya menerawang. Ingatan masa kecil bersama kakak dan abangnya tiba-tiba menyeruak. Dia merindukan malam-malam indah itu. Dengan berat hati, Nara menutup jendela dan kembali ke kasur.

"Kalau kayak gini terus, hubungan gue sama kak Arsen gak bakal ada perubahannya, malah semakin renggang," keluh Nara.

Nara bangkit dari duduknya, dan berjalan mondar-mandir dengan menggigit ibu jarinya. Dia harus mencari cara memperbaiki hubungannya dengan kakaknya.

"Pokoknya bagaimanapun caranya gue harus buktiin kalau gue gak salah," tekadnya bulat. Semangat yang semula membara, padam dalam hitungan detik. "Tapi gimana caranya?" Bahunya merosot.

"Sebenarnya gue udah tau siapa pelakunya, tapi gue gak punya bukti."

Dengan langkah cepat, dia menarik kursi belajarnya, membuka buku grusa-grusu dan mengambil balpoin. Nara menulis semua penyebab masalah yang dia ingat.

Balpoin itu bergerak berputar beberapa kali pada angka satu. "Okey pertama, foto-foto masa kecil kak Arsen bareng kakek dan nenek yang hilang."

"Kedua, hadiah pemberian nenek yang juga hilang." Kembali dia melingkari angka dua dengan balpoinnya.

"Dan terakhir~" Nara menghela napasnya sebelum melanjutkan ucapannya. "Kecelakaan bersamaan dengan rusaknya dokumen pabrik." Sejak kakek meninggal, Arsen lah yang mewarisi dan mengelola pabrik kecil di dalam negeri yang memproduksi kaos dan pakaian-pakaian anak remaja.

Arsen sempat menunda kuliahnya selama satu tahun, selain karena tanggung jawabnya, juga karena kecelakaan yang menimpa dirinya. Setelah sembuh, dia langsung terbang ke luar negeri untuk melanjutkan kuliah dan juga mengasingkan diri dari keluarga. Sebuah pabrik peninggalan kakeknya di luar negeri yang memproduksi tas dan dompet dia kelola. Pabrik itu sempat tutup karena kacaunya manajemen setelah kepergian sang kakek. Sementara pabrik kaos dipegang oleh Haidar, ayahnya.

Lampu meja menyinari wajah Nara yang serius, matanya tertuju pada tulisan itu, sementara bolpoinnya sibuk mengetuk-ngetuk dagu, berusaha menggali memori di otaknya.

"Kejadian itu kan kalau gak salah lima tahun lalu, sementara CCTV di rumah baru dipasang setelah kejadian itu. Jadi, udah pasti gak ada rekamannya." Nara merasa frustasi tingkat tinggi, dia meremas rambutnya kemudian menjatuhkan kepala di atas meja.

Nara mengangkat kepalanya dengan cepat. "Tunggu, konflik awalnya kan gara-gara ini~" Dia menggaris bawah poin pertama. "Foto masa kecilnya sama kakek dan nenek hilang. Dan dia baru sadar foto itu hilang pas pulang sekolah sekitar jam dua siang."

Matanya terpejam erat berusaha tetap fokus, kedua jari telunjuk dan tengah tangan kanan dan kirinya berada di samping mata.

"Anehnya, malam harinya foto itu masih ada di tempatnya. Kalau kamar kak Arsen selalu dikunci, kapan Melody bisa ambil fotonya?" Nara semakin bingung, batinnya bertanya-tanya. Bagaimana caranya Melody masuk ke kamar kakaknya?

Detik dan DetaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang