Episode 20

120 81 13
                                    

JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK DAN SARANNYA🔥
Typo, koreksi📌

●○●○●○

"Shit, udah jam setengah delapan, perasaan cepet banget jamnya, padahal gue siap siap juga gak lama lama amat," gerutunya berjalan menuju pintu keluar rumah.

"Cepetan, Cil! Lama amat, itu dandan atau dangdutan," keluh Harsya, dia sudah kepanasan dari tadi menunggu adiknya yang sedang bersemedi di kamarnya.

Nara mengangkat sebelah alisnya. "Abang mau nganterin aku?"

Harsya memutar matanya jengah, mengapa harus sekarang sih otak lemot adiknya kumat.

"Ya, iya lah, yakali gue mau gali kubur. Lo gak lihat baju seragam gue udah rapi dan wangi gini."

"Santai aja kali, Nara juga tau."

Nara bersiap menaiki motor abangnya, tapi dia malah kembali mundur satu langkah dan memperhatikan Harsya lamat-lamat.

"Abang pakai seragam siapa? Jangan bilang, Abang mungut di tempat sampah, soalnya kemarin Nara lihat tetangga kita buang bungkusan kresek, kayaknya isinya baju-baju bekas."

Harsya mengelus dadanya sabar, rasanya sekarang harga dirinya sedang direndahkan oleh bocil peliharaan bundanya. Ya kali dia mungut baju bekas, emang bocil itu kira, dirinya tidak mampu beli baju.

"Lo bisa gak sih, jangan suuzon mulu sama gue, gini-gini gue masih mampu ya beli baju sendiri. Yang gue pakai ini, seragam kerja gue." Harsya memicingkan matanya. "Jangan bilang lo gak tau kalau gue kerja part time?"

"Ya tau lah, kan Bunda pernah bilang ke Nara kalau bang Harsya kerja, tapi Nara gak tau kalau Abang kerjanya pakai seragam segala."

Harsya menarik sudut bibirnya sombong.

"Keren kan gue?"

Nara mengangguk tanda setuju. Dia akui kalau abangnya emang keren, karena di usianya sekarang dia sudah mau berusaha untuk bekerja, apalagi dia masih kuliah.

"Tapi tunggu dulu. Nara tebak, abang pasti kerjanya...."

Nara menatap abangnnya dari atas sampai bawah, dia benar-benar mengamati penampilan abangnya.

Sedangkan Harsya tiba-tiba merasa panas dingin, entah mengapa sekarang di matanya Nara sudah seperti orang profesional yang kapan saja bisa membuat dirinya jatuh ke bawah.

"Di lihat dari seragamnya, pasti abang kerja jadi perawat di puskesmas, iya kan? Atau jadi OB?"

Harsya menghela napas kasar, dia memang salah karena sudah berharap lebih pada bocil setan ini.

"Kenapa lo bisa mikir ke sana sih, Cil. Lo makin hari makin-makin yah, arghh." Dia meremat

"Gue itu kerja di Cafe Coldstart," lanjutnya lemas.

Nara mengernyitkan dahinya heran. "Bukannya Coldplay ya, kok jadi Coldstart?"

"Kalau Coldplay itu Band Rock terkenal, nah kalau Coldstart bikin perut kenyang."

Harsya langsung menyela Nara yang akan bersuara.

"Gak usah kebanyakan nanya, karena pertanyaan lo itu gak ngehasilin duit sepersen pun, jadi mending kunci mulut lo dan kita berangkat sekarang, atau nanti gue bakal kena semprot bos gue gara-gara telat. Lo juga bakal dapat hukuman, jadi jangan banyak omong atau lo bakal semakin kesiangan, nah kalau siang otomatis cuacanya tambah panas dan alhasil lo bakal kepanasan."

"STOP!"

Nara menatap tajam abangnya dan menutup mulut Harsya dengan telapak tangannya.

"Abang nyuruh Nara diem, tapi malah Abang yang nyerocos terus kayak jalan pantura." Harsya benar-benar terlihat menyebalkan di matanya.

Detik dan DetaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang