Apakah akan baik-baik saja setelah dia berkata jujur pada Arka tentang perasaannya?
Fenita masih merasa sangat bersalah telah meninggal sakit hati Arka karnanya sesampainya di lorong sekolah. Seharusnya sejak awal dia tidak berbohong perihal apa yang dia rasakan sebenarnya. Lebih baik Arka kecewa karna dia ditolak daripada menyakitinya dengan kebohongan seperti ini. Sebenarnya saat itu Fenita hanya melampiaskan perasaannya saja.
Seketika kehadiran Erik yang tidak jauh di depannya menghentikan langkah Fenita. Erik terlihat sedang menerima telpon, namun berlahan ponsel yang dirapatkan ke telinga Erik jatuh berlahan. Cowok itu terlihat mematung di sana.
Melihat sesuatu yang tidak beres terjadi pada Erik, Fenita pun segera menghampiri Erik dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi sampai membuat Erik menjatuhkan ponselnya ke lantai.
Bibir Erik bergetar. "Bokap gue..." sembari geleng-geleng kepala, lalu menundukkan kepalanya pasrah. Meski dadanya terasa sesak mendengar kabar buruk tentang ayahnya barusan, sebagai laki-laki, Erik memilih untuk memendam air matanya.
Fenita pun memasang raut wajah tak percaya. Namun melihat kondisi Erik yang tubuhnya hampir rapuh, dia pun langsung memeluk Erik memberikan ketenangan pada cowok itu.
Dari kejauhan, Freya berdiri menyaksikan pemandangan itu sesampainya dia di lorong sekolah lantai tiga. Dia sempat heran apa yang dilakukan kembarannya di sini, apalagi dalam kondisi memeluk Erik. Rasanya, Freya mulai patah hati untuk mewakili posisi Arka yang tidak melihat kejadian itu.
Freya tidak menghampiri Fenita dan Erik, dia kembali ke lantai dua mencari Arka. Tapi nihil, Arka tidak bisa dia temukan di ruangan mana pun. Dia mencoba menanyakan pada beberapa siswa, juga tidak ada yang melihat Arka. Padahal sebelumnya Arka berpamitan untuk menemui Fenita, tapi malah Fenita bersama Erik.
Melihat ponsel yang masih tersambung, Freya memanggil Arka, tapi cowok itu tidak ada jawaban. Seakan ponselnya sengaja ditinggalkan di tempat yang sepi dan Arka menghilang begitu saja. Yang membuat Freya semakin khawatir karna hari ini Arka terlihat berbeda, cowok itu selalu tidur di bangku dan wajahnya pun pucat sekali.
Freya melihat baik-baik pemandangan terakhir di layar ponsel Arka. Langit biru, pasti tempat yang terbuka, tempat yang tinggi juga mungkin? Tidak salah lagi, Freya pun kembali menaiki tangga. Dugaannya sekarang, Arka berada di rooftop.
"Arka! Apa kamu ada di rooftop sekolah?!!" teriak Freya ketika sampai di tangga menuju rooftop. Suaranya di ponsel mulai terdengar nyaring, itu berarti suaranya semakin dekat.
Alangkah terkejutnya Freya melihat Arka terbaring di sana, sekujur tubuh Freya langsung gemetar berlari menghampiri Arka yang tergeletak lemas di sana.
"Arka bangun!!"
Freya sangat takut sesuatu terjadi pada Arka. Apalagi jika Arka sampai mati. Untungnya, bala bantuan Eka dan Indah yang berhasil menemukan Freya membuatnya sedikit tenang.
☔☔☔
Selama jam-jam kelas terakhir membua t Freya gelisah karna Arka dilarikan ke rumah sakit. Eka pun mengajak Freya untuk menjenguk Arka sepulang sekolah dengan mobilnya. Sesampainya di rumah sakit mereka lalu mencari kamar Arka. Mereka berjalan menelusuri lorong rumah sakit, mencari kamar rawat nomer 201. Freya dan kedua sahabatnya lalu menemukan kamar rawat nomer 201. Mereka bertiga lantas masuk ke kamar itu.
"Permisi!" ucap Freya membuka pintu kamar rawat Arka.
Freya melihat Arka yang terbaring lemah di atas ranjang dengan alat infus. Freya tertegun tidak tega melihatnya. "Eh, ada temannya Arka ya?" ucap Dewi berdiri dari sofa yang tak jauh dari tempat Arka berbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Teen Fiction"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...