Part 8

184 38 4
                                    

"Eh, hari ini, kenapa Bagus nggak masuk?" tanya Arka setelah menyantap baksonya.

"Lagi ada jadwal pemotretan mungkin?" jawab Erik ngaco.

Arka terkekeh." Dia banting setir jadi model? Model apaan emang?"

"Model merek jamu pelangsing badan mungkin!" tawa Erik disambut Arka dengan tawa yang lebih keras.

Namun mereka berhenti tertawa saat mengingat di tengah-tengah mereka ada cewek yang hanya diam dan mengulang-ulang aktivitas mengaduk minumannya. Fenita masih mengingat setiap ucapan pedas Sani tadi malam. Sampai sekarang dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Di sisi lain, dia memang jatuh cinta pada Erik bahkan sebelum Sani dan Erik jadian. Tapi dia juga tidak bisa terima saat Sani mengatakan bahwa dia layaknya pagar makan tanaman yang tega merebut pacar sahabatnya sendiri.

"Fen, lo nggak papa, kan?" Suara Erik sontak membuat Fenita menoleh ke arahnya.

"Gue baik-baik aja." Fenita mengangguk. Sekilas melirik Erik meyakinkan bahwa dia baik-baik saja.

"Kenapa hanya mengaduk-ngaduk minumannya?" tanya lagi Erik tidak puas dengan jawaban Fenita.

"Dia nggak nafsu kali," celetuk Arka, "kalo nggak nafsu, sini gue minum." Arka lalu mengambil minuman itu dari Fenita. Fenita tak bereaksi dia membiarkan Arka mengambilnya.

"Yakin nich?" tanya Arka menaikkan sebelah alisnya.

Fenita hanya mengangguk lemas, lalu tersenyum pada Arka, sedikit membuat Arka salah tingkah. Kenapa dia? Baru kali ini tersenyum. Selama ini dia sembunyikan ke mana? Ntah apakah senyumnya benar-benar buat gue?

"Fenita, gue punya kabar bagus?!" Suara itu terdengar begitu nyaring di telinga mereka bertiga. Siapa lagi yang suaranya hampir samanya dengan kentongan pos ronda kalo bukan Freya. Entah, kenapa saat bernyanyi suaranya merdu.

Freya duduk di samping Arka. Arka sampai terlonjak, untung saja dia tidak tersedak bakso karna kehadiran Freya yang seperti menggunakan jurus teleportasi milik Obito Uchiha di anime Naruto.

"Ya Allah, kamu seperti hantu aja," kaget Arka.

Freya lalu tersenyum padanya. Ya, senyuman itu masih sama, sangat manis. Apakah Arka salah mengartikannya? Apa matanya saja yang melihat senyuman semanis Freya? Arka lalu membalasnya tersenyum.

"Maaf, ya? Aku nggak bermaksud membuatmu kaget." Freya menyatuhkan telapak tangannya mengisyaratkan permohonan maaf.

"Nggak papa." Arka lagi-lagi tersenyum.

Dengan malasnya Fenita menoleh ke arah Freya. "Ada apa? Lo selalu membawa berita buruk."

Freya sempat memancungkan bibirnya merasa tertohok dengan ucapan Fenita barusan. "Sebenarnya bukan buat lo aja sih," jelas Freya.

"Cepatlah! Kenapa lo basa-basi sekali? Sungguh, membuat gue semakin kesal aja. Lo nggak tahu gue lagi malas banget dengerin ucapan lo yang nggak bermutu itu!!!" bentak Fenita.

Freya lalu terkekeh melihat wajah seram Fenita saat marah. Bukan hanya Freya, Arka pun ikut menahan tawanya. Sedangkan Erik lebih heran melihat wajah Fenita yang seperti terbebani oleh masalah.

"Nanti malam kita ke pasar malam yuk!" ajak Freya. Semuanya terdiam mendengar ajakan Freya. Mereka hanya menatap cewek itu yang begitu semangat.

"Hah...bagus tuh? Di mana?" celetuk Arka tiba-tiba membuyarkan keheningan yang hanya berlanjut lima detik itu.

"Gue nggak mau," bantah Fenita, "jangan bertingkah seperti anak kecil. Kita itu sudah SMA, ngapain sih ke pasar malam segala."

Freya langsung menudukkan kepalanya kecewa, dia tahu kalau orang yang pertama menolak ajakannya pasti Fenita. Begitu pun Arka yang mendengus keras mendengar perkataan Ratu Fisika istu.

"Menurut gue ide Freya bagus," sahut Erik menyetujui ide Freya. Freya lalu tersenyum. "Jarang-jarang, kan kita pergi ke pasar malam berempat. Pasti seru!"

"Tapi malam ini, kan ada les Matematika, nggak segampang itu donk kita mengabaikan. Tau sendiri, kan Pak Bashori gurunya kek gimana?!" protes Fenita.

"Bilang aja karna lo bintang pelajarnya, makanya lo nggak mau ninggalin les itu, kan? Karna lo pasti takut nilai lo menurun drastis?" ledek Arka.

"Sok tau lo. Tanpa gue les, gue juga udah pintar kali," pongah Fenita.

"Ya udah, makanya nggak usah ikut les," ucap Arka. Fenita langsung melototinya.

"Ya udah, kalo lo nggak bisa, kita bisa pergi bertiga kok," pungkas Erik. Fenita menganga. Dengan mudahnya Erik berkata seperti itu. Bahkan tanpa Fenita dia bisa memutuskan untuk ikut.

Kini semua menatap Fenita alias menunggu jawaban Fenita. "Baiklah, gue ikut," jawab Fenita menyerah.

☔☔☔

Arka duduk di ujung tempat tidurnya, lalu membongkar isi tasnya, dia mengambil dua lipatan kertas dan membuka salah satu lipatan kertas itu. Ya. Sudah dua hari dia mendapatkan dua surat yang isinya sama di raknya.

Terima Kasih, Arka

-F-

Surat itu layaknya teka-teki. Jika saja pengirimnya adalah salah satu pengagum rahasianya, akan menjadi kebanggan baginya sendiri karna masih beberapa hari sekolah di SMA Cendrawana. Ia lebih fokus dengan huruf F yang tertulis di sana. Dia pikir hanya Fenita yang memiliki inisial F di kelasnya. Lagi-lagi Arka hanya bisa menebak-nebak, tapi jawabannya memang bisa jadi benar.

"Arka, lihat siapa yang datang!" teriakan mamanya membuatnya jenggiratan dan langsung keluar kamar menuju ruang tamunya. Di sana sudah ada pria dan satu anak perempuan yang ngobrol dengan mamanya. Mereka langsung berdiri saat Arka datang.

Arka menundukan sekilas kepalanya dengan sopannya menyapa pria itu. "Ini pacar mama. Rencananya kita akan segera menikah," jelas Dewi memperkenalkan pria itu pada Arka.

Arka sama sekali tidak terkejut dengan keputusan mamanya karna sebagai anak dan ibu mereka sudah sering membahas tentang ini. Jadi, kapanpun itu Arka harus siap menerima keputusan mamanya. Dia pun memberi senyuman, juga berjabat tangan dengan sosok pria yang akan jadi ayah tirinya. "Senang bertemu dengan paman, terima kasih sudah membantu banyak pekerjaan mama selama ini," ucap Arka.

Pria itu menepuk pundak Arka. "Dewi benar, kamu anak yang sopan," pujinya. Membuat kepala Arka membesar.

Arka lalu duduk jongkok, mengulurkan tangannya kepada gadis kecil yang bersembunyi di balik punggung ayahnya. "Kamu Sandy, kan?" Arka sering mendengar mamanya bercerita tentang anak gadis yang akan menjadi adik tirinya itu. Karna mamanya juga menganggap Sandy seperti anak kandungnya, giliran Arka yang akan berusaha lebih dekat dengan Sandy seperti adik kandungnya. Lagian dia juga bosan menjadi anak sematawayang yang kesepian tanpa saudara.

Senyuman yang Arka sunggingkan pada Sandy malah membuat wajah anak itu berbinar dan tersenyum lebar. Arka pun ikut terkekeh, meski tidak tahu alasannya. "Hore, aku punya kakak ganteng!" Sandy langsung memeluk Arka sampai membuatnya terkejut. Dewi dan calon ayah Arka pun hanya tertawa gelih melihat sikap Sandy yang sangat bahagia, setelah sikapnya yang malu-malu kucing.

All I Hear Is Raindrops [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang