"Huuaaak!" Arka mual-mual sedari tadi di wastafel kamar mandi kamarnya. Wajahnya pucat, dia merasakan sakit kepala yang hebat.
"Arka! Ayo sarapan dulu!" panggil Dewi dari luar kamar Arka.
Dewi lalu masuk ke dalam kamar Arka, karna anak sulungnya itu tidak merespon. Saat Dewi membuka pintu kamar Arka, dilihatnya Arka yang tengah muntah-muntah. Tubuh Arka terlihat sangat lemas dengan seragam sekolah yang sudah ia pakai. Dewi hendak menghampiri Arka, tapi Arka menolaknya.
"Jangan dekati aku, Ma. Mama di sana aja," ucap Arka.
"Arka mama nggak mungkin biarin kamu kayak gini." Dewi lalu melangkahkan kakinya ke pintu kamar mandi.
"Ma, di sini... jorok," ucap Arka menyuruh Mamanya untuk tidak mendekatinya. Huuuakk!
"Tapi... Arka-"
Arka lantas keluar kamar mandi dengan tubuh yang sok kuat, lalu mengambil tasnya di kasur.
"Kamu pikir, mama akan ngizinin kamu berangkat sekolah dengan keadaan kamu yang seperti ini?" tegas Dewi menghadang Arka.
Arka lalu tersenyum menyentuh kedua bahu ibunya. "Arka nggak papa, Ma."
"Nggak papa gimana? Kita harus pergi ke rumah sakit. Kamu butuh perawatan Arka." Air mata Dewi kini menggumpal di pelupuknya sembari menarik tangan Arka.
Arka lantas melepaskan genggaman Dewi dari lengannya. "Arka akan pergi ke sekolah. Mama nggak usah khawatir. Semua akan baik-baik saja. Arka udah minum obat secara rutin, jadi mama tenang aja." Arka tersenyum pada Dewi.
"Kamu jangan keras kepala, Arka!" pungkas Dewi sampai meteskan air mata. "Kamu nggak memahami perasaan mama. Mama takut--"
Arka langsung menempelkan telunjuknya di bibir Dewi agar namanya itu tidak melanjutkan kalimatnya. Arka lalu mengusap lembut air mata Dewi.
"Ma... Arka... nggak akan... ninggalin mama sendirin lagi, jadi mama jangan takutkan itu," gumam Arka menatap wajah mamanya yang kini sedang menangis.
"Mama!" teriak Sandy dari bawah. Dewi lalu mengusap air matanya dan keluar dari kamar Arka.
Arka menghela napas legah. Bukan legah, tapi melepaskan rasa sakitnya sedikit demi sedikit yang dia tahan dalam-dalam. Dia hanya tidak ingin merusak suasana keluarga barunya.
☔☔☔
Pak Bashori masuk ke kelas XI-IPS 5 setelah bel masuk berbunyi. "Ih, Pak Mata Lebar giat amat, baru aja belnya bunyi," rutuk Indah.
Freya langsung mengeluarkan buku-bukunya. Melihat Arka yang masih tiduran di atas meja, tangan Freya hendak membangunkan Arka, tapi entah kenapa dia jadi tidak tega. Dia lalu melihat Pak Bashori mulai menulis jutaan angka di papan tulis.
Freya lalu menutupi Arka dengan buku agar Pak Bashori tidak melihat kalau Arka sedang tidur. Freya lantas menulis sebelum dipergoki Pak Bashori untuk yang kedua kalinya.
Setelah melihat papan tulisnya sudah penuh dengan beberapa rumus matematika, Pak Bashori berhenti menulis dan duduk di kursi guru, mengawasi siswanya yang sedang menyalin tulisannya. Matanya dikejutkan oleh satu siswa yang menidurkan kepalanya di atas meja, meski sudah tertutup oleh buku, matanya begitu lihai. Pak Bashori geleng-geleng kepala, lalu mengambil penggaris panjang di mejanya dan segera menghampiri siswanya yang tidak menaati aturan itu.
Semua siswa hanya melirik langkah Pak Bashori yang berjalan ke arah mereka. Banyak siswa yang menelan ludah karna melihat Pak Bashori menepuk-nepukkan penggarisnya ke tangan.
Freya yang menyadari langkah Pak Bashori dan sorotan mata lebarnya itu mengarah ke Arka langsung melototkan matanya. Dia bingung apa yang harus dia lakukan. Dia bahkan tidak tega jika harus membangunkan Arka.
KAMU SEDANG MEMBACA
All I Hear Is Raindrops [END]✔
Teen Fiction"Aku bisa mendengar rintik hujan yang damai hanya dengan memejamkan mata." Arka El Raffi Arham, candu dengan rintik hujan. Anehnya di hari itu, bayangan masa lalu yang selalu menghantuinya tiap kali hujan turun tiba-tiba sirna. - - -- - Arka mulai...